"Aku tak pernah berbohog padamu, Cha!" kata Conan dengan suara yang tidak kalah tinggi dari Chacha. "Sekarang kamu diam dan dengarkan semua kata-kataku!"
Mendengar perkataan Conan, hampir Chacha akan membuka mulutnya ketika tiba-tiba dia ingat akan perkataan Conan setiap kali mereka berselisih paham dulu.
"Ketika aku marah dan menyuruhmu diam, maka diamlah dan jangan sekali-kali membantahku karena aku takut menyakitimu!"
"Aku tak pernah membohongimu, Cha! Selama ini aku selalu jujur dan tak pernah berbohong padamu karena aku tahu kalau kamu begitu menjunjung tinggi kejujuran. Aku juga sadar, Cha, kalau sebuah hubungan harus di landasi oleh kejujuran, bukan kebohongan!
Soal aku yang mengaku sebagai kuli bangunan? Kenyataannya saat kita kenal aku memang bekerja sebagai kuli bangunan, bukan saat mengenakan pakaian formal seperti ini, bukan pula saat berada di kantor seperti sekarang, tapi sedang bekerja di proyek bersama Ucup, saat aku menjadi bawahan seseorang!" ucap Conan sambil terus menatap Chacha dan menggenggam tangan kekasihnya itu dengan begitu erat.
Chacha balas menatap kedua netra kekasihnya. Semua yang dikatakan oleh Conan memang betul adanya. Dia mengenal Ranma saat pria itu bekerja sebagai kuli bangunan, bukan duduk di belakang meja dengan mengenakan pakaian formal. Tapi sudut hati kecilnya masih belum bisa menerima dan masih merasa dibohongi. Semua karena beberapa kali Chacha bertanya mengenai keberadaan Ranma, selalu dijawab berada di Indonesia. Atau ketika Chacha mulai bertanya mengenai beberapa hal dan Conan selalu menghindar karena hal itu akan membuat Chacha mengetahui jati dirinya yang sesungguhnya.
"Tapi kemarin-kemarin kamu bilang kalau kamu sedang berada di Indonesia, padahal aku jelas-jelas melihatmu di sebuah pusat perbelanjaan? Jangan bilang aku salah lihat atau hanya perasaanku saja karena kedua mataku ini masih bisa melihat dengan normal!" kata Chacha menuntut sebuah jawaban dan kejujuran dari pria di hadapannya.
Ranma melepaskan tangan Khansa dan mulai mengacak rambutnya frustasi. Dia sungguh tak menyangka jika Chacha akan bertanya hingga hal sepele seperti itu. Tapi akhirnya dia kembali menggenggam tangan Chacha dan mengecup punggung tangannya.
"Benar aku berada di pusat perbelanjaan yang sama denganmu beberapa waktu lalu. Aku juga sudah berbohong mengenai keberadaanku saat kamu bertanya, itu adalah kesalahanku. Semua aku lakukan karena belum siap untuk menjelaskan semuanya ...."
"Kenapa kamu gak siapa buat jelasin semuanya? Apakah aku tidak pantas untuk mendampingimu? Kamu malu mempunyai kekasih sepertiku?"
"Tidak! Aku tak pernah malu memiliki kekasih sepertimu, Cha, aku justru bersyukur memiliki kekasih sepertimu yang merupakan perempuan tangguh dan berdiri."
"Lalu kenapa kamu membohongiku kalau begitu?"
"Karena aku takut jika kamu akan marah besar seperti sekarang!"
"Kalau kamu tahu aku akan marah, kenapa kamu melakukan semua ini? Kenapa kamu membohongiku selama ini? Kenapa menyakitiku sedalam ini, Co?"
Air mata Chacha kembali luruh dengan begitu derasnya. Dia terisak merasakan sesak di dada yang begitu menyakitkan. Conan sudah benar-benar menyakiti hatinya, tapi bagaimana pun Chacha tak bisa berbohong akan cinta yang begitu besar untuk lelaki itu.
Conan melepaskan genggamannya, tangan besar itu beralih ke punggung Chacha dan kemudian memeluknya dengan begitu erat. Tangis Chacha semakin terisak dan Conan hanya dapat mengelus punggung gadis itu sambil menunggu tangisnya reda.
"Cha, aku sering kali didekati perempuan hanya karena mereka silau dengan harta yang kupunya. Atau mereka silau dengan jabatanku. Aku lelah dicintai atas dasar duniawi, Cha. Sebagai manusia, aku ingin dicintai dengan tulus, bukan karena apa yang aku punya, tapi karena hati dan mau menerimaku apa adanya. Menemani di saat aku berada di bawah, bukan hanya berada di atas seperti saat ini," terang Conan saat tangis Chacha mulai reda.
Chacha berusaha mencerna apa yang dikatakan kekasihnya itu. Dia mencoba untuk menempatkan dirinya dalam posisi pria itu, tidak terlalu sulit karena selama sekolah banyak orang yang mendekati dia hanya karena kesuksesan sang ayah yang seorang pebisnis. Rasa ingin dilihat sebagai dirinya sendiri, bukan karena sesuatu yang ada didirinya.
"Percayalah, Cha, aku tak ada sedikit pun niat untuk membohongimu, menyakitimu. Apa pun akan aku lakukan untuk memastikan jika kamu baik-baik saja. Aku salah karena tidak mengatakan semuanya dari awal, tapi aku hanya ingin mendapatkan seseorang yang benar-benar mencintaiku dengan tulus," kata Conan sambil terus memeluk Chacha.
***
Tiga sudah berlalu dari kejadian di hari yang menyakitkan buat Chacha, sesuatu yang tak pernah dia sangkakan. Tapi kejadian itu mengajarkan banyak hal bagi dirinya. Dia tahu bahwa apa yang dilihatnya sebuah kebohongan, alasannya bisa jadi sesuatu yang lebih besar dari yang disangkakan.
Marah karena dibohongi oleh seseorang yang disayang adalah sebuah hal yang wajar dan sangat manusiawi. Tetapi hal itu bukanlah sebuah alasan yang harus membuat kita marah membabi buta sehingha tak mau mendengar alasan orang itu melakukan hal tersebut.
"Selamat pagi, Sayang." Sebuah pelukan dirasakan Chacha saat dirinya tengah memasak. Dia hanya membelai wajah pemilik tangan itu lembut.
"Selamat pagi juga, Mas," kata Chacha sambil melanjutkan kegiatan pagi ini dan membiarkan lelaki itu pada posisi nyamannya. Memasak sambil dipeluk orang terkasihnya bukanlah hal pertama bagi Chacha, hal seperti ini selalu terjadi setiap saat dia menyiapkan sarapan sejak resmi menjadi Nyonya Ranma Aditama.
Ya, dia memaafkan kebohongan Conan, bagaimana pun hatinya tak bisa berbohong jika dia mencintai lelaki itu. Dan semua kebohongan yanh dilakuka oleh Conan memiliki alasan yang sangat kuat sehingga bisa dimaklumi dan dimaafkan
The End
Akhirnya selesai juga
KAMU SEDANG MEMBACA
True Love
RomanceCinta sejati sering kali terdengar begitu indah di telinga, tapi perjalanannya tak permah seindah bunga yang bermekaran di taman ataupun kerlip bintang di langit. Cinta sejati selalu memberikan satu pembelaharan, satu kisah yang tak akan pernah dilu...