Suasana Jawa memang nggak akan pernah tergantikan, selalu saja sanggup membawa rindu yang menggebu-gebu untuk pulang. Itulah yang dirasakan Adis sekarang. Sekembalinya dari Papua, dia merasa seperti kembali pulang. Semua teman-temannya dikabari, diajak untuk bertemu. Seperti sore ini, cewek yang sudah melepas masa lajang setahunan lebih itu tengah bersiap-siap untuk keluar rumah. Adis membuat janji dengan Rieke dan Satria yang ternyata sudah wisuda empat bulan lalu. Meski dalam hati Adis iri abis, tapi ia berusaha menutupi.
Alun-alun Magelang menjadi titik temu. Adis sendiri kangen dengan Angkringan Nyolo dan nasi goreng Hongkong buatan Pak Karyo. Setelah memesan sepiring nasi goreng dan es teh, Adis turut bergabung di tikar bersama Rieke dan Satria.
"Jadi, kamu udah nggak balik ke Papua lagi?" Rieke membuka obrolan. Cewek itu baru saja diterima bekerja di BPD sebagai customer service, sementara Satria mendapat pekerjaan di sebuah hotel bintang lima di Jogja. Ah, betapa Adis juga menginginkan hal yang sama. Bisa menyelesaikan pendidikannya, lalu mendapat pekerjaan di perusahaan mana saja. Adis menarik senyum masam mendengar pertanyaan Rieke.
"Aku cuma dua minggu di sini. Abis itu balik lagi ke sana," ujar Adis dengan nada sarat kesedihan yang nggak sepenuhnya bisa ditutupi. Tanpa Adis cerita secara gamblang, Rieke bisa memahami kesulitan yang dialami oleh sahabatnya itu. Rieke hanya bisa mengusap lengan Adis sebagai bentuk support, bahwa sekalipun Adis nantinya kembali ke Papua, ia nggak akan merasa sendiri.
"Banyak cara kok, Dis. Lagian kan skripsimu tinggal dikit lagi," cakap Rieke. Adis melirik ke arah Satria yang sibuk main games di hapenya.
"Kamu kapan mau nikahin Rieke?" tanya Adis. Cowok itu melirik sekilas dengan ekspresi wajah datar. Reaksi lucu justru datang dari Rieke. Cewek itu ketawa setengah geli.
"Sampai lupa nggak ngasih tahu, kan. Kita nikah akhir tahun ini, Dis. Kebetulan kemarin Satria abis ngambil KPR," sahut Rieke. Satria mah begitu. Kalau sudah asik main games susah diajak ngobrol yang dua arah. Adis mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Lancar-lancar sampai hari H," do'a Adis dan langsung diamini kedua temannya itu.
*****
Lain Adis, maka lain juga Davin. Kembali ke Jawa, Davin justru dipusingkan dengan permasalahan yang belum juga tuntas. Sekalipun sudah meminta pendapat Harith, tetap saja Davin merasa nggak tenang. Bukan dia bermaksud membohongi Adis, tapi ada kalanya nggak semua hal di masa lalu perlu diungkapkan di masa kini. Apa yang sudah terjadi di masa lampau, tinggalkan. Apa yang harus dilakukan di masa kini, lakukan. Davin mengemudikan mobilnya setengah melamun. Niatnya mau menjemput Adis setelah menemui Haidar, teman lamanya yang tinggal di Muntilan. Dering ponsel segera membuyarkan lamunan Davin. Cowok itu lantas menyambar benda yang meraung-raung di atas dashboard, setelah melihat nama penelepon, Davin segera mengangkatnya.
"Kenapa, Yah?" tanya Davin dengan fokus yang kini terbagi. Untuk beberapa saat, cowok itu hanya terdiam mendengarkan ucapan sang ayah di seberang telepon. Davin mengatakan iya, sebelum telepon di ujung dimatikan.
Cowok itu lantas memutar balik mobilnya. Sebuah pesan dikirim ke Adis bahwa ia nggak bisa menjemput. Davin menginjak pedal gas semakin dalam, melarikan mobilnya membelah jalanan utama Jogja-Magelang yang nggak begitu padat. Mau disebut apa keadaan seperti ini. Barusan ayahnya menelepon mengabarkan jika Marissa mulai menggila. Selama perjalanan ke Jogja, ingatan Davin berlompatan keluar. Teringat akan saat dimana akhirnya ia melepaskan Marissa begitu saja.
"Aku nggak ada hubungan apa-apa sama Armand!" elak Marissa dengan nada bicara yang sudah mulai frustrasi untuk meyakinkan Davin. Tapi, cowok itu tetap dengan kesimpulannya sendiri. Marissa bahkan nggak mampu untuk sekadar menangis. Hatinya begitu kalut, perasaannya berkecamuk karena takut jika Davin benar-benar meninggalkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dingin Hati
Romansa"Kata siapa tentara nggak boleh patah hati? Kata siapa tentara nggak boleh melankolis? Dan, sejak kapan aturan itu diberlakukan? Tentara juga manusia. Punya jiwa, punya rasa, dan punya hati." -Krysandavin Erlandhyto- "Aku nggak suka sama tentara. Ti...