Kuda-kuda telah disiapkan. Perjalanan panjang para tamu dari Negeri Meanda kembali ke Mewata sebentar lagi akan dimulai.
Seluruhnya, baik tamu maupun tuan rumah berkumpul di aula kebesaran untuk mengantar kepergian Ratu Naila. Pertemuan terakhir sebelum Ratu itu meninggalkan Kerajaan Grandia.
Selama tiga hari dua malam Ratu Naila memasang wajah manisnya.
Itu menurutnya. Dia merasa bersikap manis walau orang di sekitarnya berkata tidak. Bagi orang lain, wajah itu tetap dingin dan serius.
Malangnya lagi, walau Ratu Naila merasa sudah memasang raut wajah manisnya, namun sekali pun dia tidak pernah tersenyum. Sesekali pernah terdengar Ratu Naila tertawa. Tapi tawa itu lebih ditujukannya untuk meremehkan orang lain. Tawa yang tidak pernah serius karena lucu.
Dan lagi, selama kunjungannya, Ratu Naila sama sekali tidak bersedia membicarakan masalah perkawinannya dengan Pangeran Erayoda. Walau telah disinggung beberapa kali dalam beberapa kesempatan, Ratu Naila selalu menghindar, bahkan terkadang menolak untuk membicarakannya.
Hal ini disayangkan oleh Raja Grandia, terlebih Pangeran Erayoda karena sudah tidak sabar lagi untuk dapat segera mengawini Ratu Negeri Meanda.
Akhirnya, pada pertemuan terakhir inilah semua menduga dan mengharap sang Ratu akan memberikan pengumumannya.
Kini tiba juga saatnya bagi Ratu Naila menunjukkan raut wajah aslinya.
Lagi-lagi, itu menurutnya sendiri. Orang lain melihatnya sama saja. Tidak ada beda dari yang sebelumnya dengan yang sekarang.
Di saat semua orang berkumpul di sekitarnya, di hadapan Raja Grandia, Ratu Naila bersiap untuk membuka semua tabir kejahatan Pangeran Erayoda atas kematian ayah dan ibunya.
Ratu Naila dan Raja Grandia duduk pada bangku megah dan mewah terhalang oleh meja besar yang juga mewah dan megah. Hanya mereka berdua yang duduk di bangku. Yang lainnya, yang mengelilingi mereka, duduk bersila di atas lantai ruang kebesaran istana kerajaan Grandia.
"Kalian menanti keputusan kapan perkawinanku akan dilaksanakan, bukan?" tanya Ratu Naila membuka pembicaraan.
Semua yang mendengar langsung merasa lega. Akhirnya!
"Jika anda tidak keberatan memberitahukannya, Baginda Ratu. Kami akan senang mendengarnya," jawab Raja Grandia.
Pangeran Erayoda tersenyum lebar. Jantungnya berdetak lebih kencang. Saat yang dinanti ini akhirnya tiba juga. Dia merasa semakin bahagia. Dan seharusnya akan menjadi semakin bahagia jika Ratu muda itu bisa tersenyum padanya.
"Apakah kalian belum mendapatkan laporannya?" tanya Ratu Naila lagi.
Tidak hanya kening Raja Grandia saja yang mengerut, semua orang yang mendengarnya merasa bingung. Apa maksudnya?
"Laporan tentang jadwal perkawinan?" Raja Grandia menggelengkan kepala. "Maafkan kami, kami belum mendapatkan laporan apa-apa."
"Tentang pasukan perangku yang telah mengelilingi kerajaan ini dari laut?"
Semuanya semakin bingung.
Tapi berbeda dengan Raja Grandia, dia justru tersenyum. "Oh. Kalau mengenai hal itu, kami telah mendapatkannya bersamaan dengan kedatangan anda."
"Menurutmu? Apakah itu belum bisa dijadikan pertanda sebagai kapan waktunya perkawinanku dilaksanakan?"
Kening Raja Grandia mengerut sekali lagi. Otaknya bekerja sedikit keras untuk mencoba mencari hubungan antara pasukan perang dengan jadwal perkawinan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pewaris Terakhir
FantasyTidak hanya cerdas, Putri Naila sebagai Putri Mahkota, juga dikenal bengis, tidak kompromis, sadis dan tidak logis. Tapi semuanya berubah ketika dia jatuh cinta. Besar dalam lingkungan istana dengan aturan yang ketat, membuatnya tidak pernah merasa...