Episode 1. Revan dan Putri Naila
Bagian 5. Siapa Kau Sebenarnya?
Rombongan Putri Naila terus bergerak menyusur jalan tanah yang membelah Hutan Salamna. Berkali-kali rombongan itu harus menghentikan perjalanan karena dugaan adanya jebakan yang akan menghadang. Penghadangan seperti yang biasa dilakukan oleh para perampok.
Putri Naila berulang kali tidak mengindahkan halangan yang menurutnya tidak membahayakan itu. Berulang kali, dia memerintahkan agar segala peristiwa yang mencurigakan tersebut, diabaikan begitu saja. Berulang kali, para pasukan pengawalnya dibuat kelabakan oleh sikap Putri Naila.
Setengah perjalanan waktu dari tengah hari menuju malam, perjalanan rombongan Istana Mewata itu dihentikan lagi untuk beristirahat. Istirahat terakhir sebelum tiba di Simpang Salamna.
“Sepertinya, kita akan tiba terlambat di Simpang Salamna,” ujar Revan setelah memperhitungkan sisa panjang perjalanan mereka dengan kecepatan condongnya matahari.
Medaru menganggukkan kepala. "Kita akan kemalaman di jalan."
“Seandainya saja pengacau itu tidak mengganggu perjalanan kita, kita tidak akan terlambat seperti ini” gerutu Auri.
“Apa yang sebenarnya pengacau-pengacau itu inginkan?” tanya Medaru sembari mencoba memikirkan jawabannya sendiri.
Revan angkat bahu. “Entahlah, Tuan. Saya pikir, orang yang membuat kekacauan yang tidak jelas itu, sepertinya bukan bagian dari kelompok Anjing Malam. Kekacauan yang mereka buat, sepertinya tidak bermaksud untuk menghadang perjalanan kita. Mungkin hanya sekedar menakut-nakuti kita saja.”
Medaru terangguk-angguk. Medaru mencoba untuk menerima dugaan Revan tersebut.
Yikan yang pada mulanya terus memperhatikan Putri Naila dari kejauhan, akhirnya memalingkan wajahnya menghadap para pengawal pribadi Putri Naila lainnya yang tengah berkumpul dalam kelompok yang tersendiri itu. ”Mungkin karena hari masih terang. Masih belum saatnya bagi mereka untuk melakukan sesuatu pada kita.”
“Mereka siapa? Anjing Malam? Kau salah jika mengartikannya seperti itu. Nama kelompok mereka memang Anjing Malam, tapi bukan berarti mereka hanya akan bekerja di malam hari saja. Anjing Malam itu, sepertinya hanya sekedar nama saja. Bisa saja mereka beraksi pada siang hari. Bukan begitu, Revan?” tebak Auri.
Revan angkat bahu. “Entah. Aku tidak tahu asul usul nama mereka itu. Aku juga tidak tahu kapan saatnya mereka beraksi.”
Auri tidak percaya begitu saja kalau Revan tidak tahu apa-apa. “Bukannya kau sering melintasi hutan ini?”
“Iya, memang sering.”
“Kenapa tidak tahu?” desak Auri.
“Karena aku tidak pernah bertanya tentang hal itu pada mereka. Mereka juga tidak pernah menghadang perjalananku,” jawab Revan.
Keempat pengawal pribadi Putri Naila itu, kemudian terdiam. Masing-masing asyik dalam renungan mereka sendiri-sendiri.
“Pesan wanita tua yang kita temui sebelum tengah hari tadi, terasa mengganggu. Wanita itu seolah-olah telah memberitahukan pada kita kalau Perampok Anjing Malam tidak akan mengganggu kita. Aku bingung, bagaimana dia bisa mengetahuinya? Apakah dia bagian dari Anjing Malam?” tanya Medaru dengan pandangan penuh menyelidik pada Revan.
Revan mendesah. Bukan hanya Putri Naila saja yang sepertinya curiga, tapi, Medaru juga. Mungkin, para pengawal lainnya juga telah mencurigainya seperti itu. “Setahu saya, Tuan. Nenek itu bukan bagian dari Kelompok Anjing Malam. Karena selama ini dia tinggal di dalam hutan Salamna, mungkin saja dia menjadi anggota Anjing Malam sekarang. Tapi menurut saya, saya yakin nenek itu bukan anggota. Mungkin nenek itu dengan beberapa anggota Anjing Malam, ada yang telah saling mengenal. Mungkin, dari situlah nenek itu tahu kalau Anjing Malam tidak akan mengganggu perjalanan kita.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Pewaris Terakhir
FantasíaTidak hanya cerdas, Putri Naila sebagai Putri Mahkota, juga dikenal bengis, tidak kompromis, sadis dan tidak logis. Tapi semuanya berubah ketika dia jatuh cinta. Besar dalam lingkungan istana dengan aturan yang ketat, membuatnya tidak pernah merasa...