Bagian 30. Kenapa Bisa Ada Perempuan Seperti Itu

454 50 22
                                    

Epidose 2. Ratu Naila


Bagian 30. Kenapa Bisa Ada Perempuan Seperti Itu


Revan dan Astea masih saja terus melangkah tanpa merasa ada masalah.

Setelah beberapa langkah mendekati pagar halaman rumah, ketika menyadari beberapa pasang memerhatikan dirinya,  Revan tiba-tiba berhenti melangkah.

Baginda Ratu?!! Batinnya terpekik. Tubuhnya langsung terpana kaku, berdiri dengan tegak diam bagai patung.

Astea yang tidak mengetahui siapa tamu di halaman rumahnya, masih melangkah dengan santai tanpa peduli. Hanya Gilam yang dia kenal. Karena masih melangkah sendiri meninggalkan Revan, Astea menoleh. Sejenak bingung melihat Revan tiba-tiba berhenti. Ikut terkesima ketika menemukan Revan menjadi begitu tegang. "Kenapa, Tuan? Anda mengenal siapa mereka?  Apa Anda ada masalah dengan mereka?"

Revan tidak menjawab. Dia masih tidak bisa percaya dengan apa yang menantinya. Dia menduga, yang akan menemuinya adalah Ihgram saja. Bukan Ratu Naila.

Jika sudah seperti ini, Revan jadi bingung sendiri. Geleng-geleng kepala kemudian.

"Kalau tidak ada masalah, ayo. Kita hampiri mereka," ajak Astea yang salah mengartikan gelengan kepala Revan. Meraih lengan Revan dan menariknya untuk kembali melangkah.

Sambil melangkah terseret, batin Revan merasa miris sendiri. Kalau berhubungan dengan hal yang diinginkan oleh orang yang menunggunya itu, Revan merasa tidak ada masalah. Tapi kalau menghadapi Baginda Ratu, apa saja bisa jadi masalah.

Walau tidak mengerti dan belum memahami apa yang terjadi pada Ratu Naila selama beberapa hari menantinya kembali, namun tiba-tiba Revan merasa khawatir. Apakah tadi Baginda Ratu telah melihat kami dari kejauhan? Apa yang dilihatnya? Apa yang akan dikatakan olehnya?

Kekhawatiran Ihgram tidak ada bedanya dengan Revan. Sebuah bayangan gelap terbayang di pelupuk matanya. Terlebih ketika matanya melirik pada Ratu Naila. Bayangan gelap itu semakin pekat menutup perasaannya.

Mata Ratu Naila tidak berhenti memandang tajam pada Astea.

Apakah beliau merasa cemburu? Apakah Baginda Ratu bisa merasa cemburu juga? Ihgram tidak berani menyimpulkan.

"Tuan Gilam, kami sudah menemukan apa yang Tuan inginkan," beritahu Astea dengan perasaan girang. Tanggannya meraih bungkusan yang masih berada di tangan Revan. "Ini. Kepitingnya! Nanti saya akan memasaknya untuk Tuan."

"Oh, ya?! Baguslah," sambut Gilam senang.

Hanya Astea dan Gilam yang bertingkah normal. Yang lainnya masih dalam ketegangan.

Walau dia merasa aneh dipandangi terus-terusan, namun Astea memberikan senyum manisnya pada Ratu Naila. "Saya Astea, saya tinggal disini. Apakah kalian ingin menemui Ayah?"

"Tidak, " jawab Ihgram singkat.

"Hm?" Astea bingung.

"Aaa, mereka sebenarnya ingin menemui Tuan Revan di rumahmu," jelas Gilam. "Kami sudah membicarakannya tadi pagi sebelum kau pergi ke pasar. Ayahmu sudah mengijinkannya."

"Oh." Kepala Astea terangguk. "Mereka ini sebenarnya siapa, Tuan? Apa Tuan memang mengenalnya?" tanyanya kemudian pada Revan.

"Kalau malasah itu," sambar Ihgram dengan cepat sebelum Revan menjawab. "Aku adalah Ihgram, petugas keamanan di istana. Dia adalah Nona Lala, salah satu anak dari bangsawan di Istana dan yang satunya adalah pelayannya."

Pewaris TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang