Bagian 6. Lebah Pohon

3.5K 129 8
                                    

Episode 1. Revan dan Putri Naila

Bagian 6. Lebah Pohon

Begitu memasuki desa Mejana, Revan tiba-tiba berulah. Mata tajamnya yang berhasil menangkap pergerakan seseorang yang tengah mengendap-endap di atas atap rumah warga, dijatuhkan oleh Revan dengan menggunakan sebongkah batu.

Berdasar perintah Revan, beberapa orang anggota Pasukan Pengawal Istana yang mengawal rombongan besar Putri Naila, segera bertindak cepat untuk menangkap orang tersebut.

Karena cedera akibat terjatuh dari atap rumah akibat lemparan batu Revan, orang yang mencurigakan tersebut dengan mudah dapat diringkus oleh Pasukan Pengawal Istana. Berdasar keterangan singkat Revan pada Klaren yang menyatakan bahwa orang yang dijatuhkan oleh Revan tersebut adalah orang yang telah mengganggu perjalanan Putri Naila selama di Hutan Salamna, orang tersebut diserahkan pada Pasukan Keamanan Wilayah untuk segera ditindaklanjuti.

Sebenarnya, untuk sebuah desa seperti Desa Mejana, desa itu hanya memiliki pasukan keamanan yang disebut dengan Pasukan Keamanan Desa. Namun karena adanya kunjungan Putri Naila di desa tersebut, desa itu mendapatkan dukungan penjagaan keamanan dari Pasukan Keamanan Wilayah yang diutus oleh Kepala Wilayah bagian Selatan Negeri Meanda.

Karena pelaku kejahatan telah diserahkan pada pasukan yang lebih berhak, Pasukan Pengawal Istana bahkan Pasukan Pengawal Keluarga Raja sudah tidak lagi berhak menangani permasalahan tersebut. Kedua pasukan yang mendampingi Putri Naila tersebut kini kembali berkonsentrasi pada tugas utama mereka.

Dalam cerita ini, Negeri Meanda memiliki jenjang pasukan keamanan yang berbeda tanggung jawab dan lingkup tugasnya berdasarkan wilayah. Pada tingkat desa disebut dengan Pasukan Keamanan Desa, tingkat kota menjadi Pasukan Keamanan Kota. Di tingkat wilayah, atau setara seperti provinsi, disebut Pasukan Keamanan Wilayah. Sementara itu, pusat pasukan keamanannya atau seperti Mabes Polri, disebut Pasukan Keamanan Negeri.

Untuk TNI/ABRI, dalam cerita ini disebut Pasukan Perang. Baik itu Pasukan Keamanan, Pasukan Perang, Pasukan Pengawal Istana dan Pasukan Pengawal Keluarga Raja, semuanya berdiri sendiri dan tidak tergabung dalam satu kesatuan tertentu.

“Menurut Pasukan Pengawal Istana, kau adalah orang yang mengganggu perjalanan Putri Naila!” jelas seorang anggota Pasukan Keamanan Wilayah ketika orang yang ditangkap mempertanyakan sebab dirinya ditangkap.

“Tidak, Tuan. Saya tidak tahu apa-apa. Sedari tadi saya hanya berada di rumah saja, Tuan,” rintih terdakwa sembari meringis menahan sakit akibat beberapa pukulan yang ditujukan untuk memaksanya memberi pengakuan.

“Lalu apa yang kau lakukan di atas atap pada malam hari seperti ini?” paksa seorang pasukan.

“Saya memperbaiki atap rumah saya sendiri, Tuan.”

“Jangan berdusta!”

“Sungguh, Tuan. Ampun. Saya tidak salah, Tuan.”

Walaupun dipaksa dengan menggunakan kekerasan, terdakwa tetap tidak memberikan pengakuan yang diharapkan. Karena hanya mengikuti perintah dari Pasukan Pengawal Istana, ketika terdakwa meminta bukti bahwa dirinya bersalah, Pasukan Keamanan Wilayah tidak dapat memberikan alasan yang jelas atas penangkapan tersebut.

Demi mendapatkan bukti yang kuat, Pasukan Keamanan Wilayah mempertanyakan kembali penangkapan tersebut pada Pasukan Pengawal Istana. Belum sempat mempertanyakannya pada Klaren, Putri Naila telah mempertanyakannya terlebih dahulu pada seorang pasukan kemanan yang ditugaskan memimpin Pasukan Keamanan Wilayah di desa Mejana tersebut.

Putri Naila tersenyum sinis setelah mendapatkan penjelasan terhadap masalah yang dihadapi oleh Pasukan Keamanan Wilayah. “Kalian semua memang picik! Kalian tidak akan mendapatkan bukti apapun kalau kalian tidak menangkap mereka berdua.”

Pewaris TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang