Bagian 11. Adu Domba

2.9K 106 4
                                    

Episode 1. Revan dan Putri Naila

Bagian 11. Adu Domba

Dari seragam yang digunakan, seragam tebal dan panjang berwarna hijau gelap, Ihgram mengenali orang-orang yang baru saja datang di Kantor Pasukan Keamanan Kota Kirikina sebagai Pasukan Perang Negeri Meanda.

“Apakah mereka adalah musuh yang menyamar sebagai Pasukan Perang?” tanya Revan.

Ihgram mengintip sekali lagi dari balik meja yang terbalik. Mencermati dengan saksama sembilan orang yang tengah meneliti keadaan di halaman depan kantor keamanan. Ihgram menggelengkan kepala kemudian. “Tidak. Mereka itu benar anggota Pasukan Perang Negeri Meanda.”

“Jika Baginda Raja memang tidak memerintahkan mereka untuk berada di kota ini, apakah mereka bergerak sendiri tanpa sepengetahuan Beliau?” tanya Revan lagi.

Ihgram tidak segera memberi jawaban. Lelaki itu merenung sejenak. Apa yang dipertanyakan Revan, dirasa ada benarnya. Kalau bukan diperintahkan oleh Baginda Raja, lalu siapa yang memerintahkan mereka datang? Jika mereka bisa muncul begitu saja setelah penyerangan terjadi, apakah mereka telah berada di kota ini selama ini? Apakah kehadiran mereka telah dipersiapkan?

Ihgram kemudian menggelengkan kepala. “Aku tidak tahu bagaimana mereka bisa berada di sini. Setahuku, tidak ada yang memerintahkan mereka. Dan yang aku tahu lagi, mereka adalah pasukan yang setia pada Baginda Raja. Aku tidak yakin kalau mereka adalah pihak yang ingin menjatuhkan Baginda Raja.”

Revan melirik Ihgram beberapa saat. Dari kalimat terakhir yang diucapkan Ihgram, Revan menyimpulkan bahwa Ihgram adalah orang yang tidak ingin mencurigai orang lain begitu saja. Terhadap tiang-tiang bendera yang telah dicurigai oleh Revan, Ihgram pun tidak ingin mencurigainya.

Dia selalu menaruh kepercayaan pada orang lain, simpul Revan dalam benaknya. Sepertinya, dia pun percaya kalau aku berpihak sepenuhnya pada Raja. Dia tidak akan mencurigaiku kalau begini.

“Apakah anda ingin bertemu dengan pasukan itu, Tuan? Atau, kita harus pergi dari tempat ini tanpa diketahui oleh mereka?” tanya Revan setelah merasa kalau mereka berdua sudah terlalu lama bersembunyi di balik meja tanpa melakukan hal apapun. Sementara itu, sembilan orang anggota Pasukan Perang kini mulai melangkah mendekati pintu masuk kantor.

Ihgram terdiam kembali untuk beberapa saat. Apa yang harus dilakukan sekarang? Apakah Pasukan Perang itu harus diwaspadai sebagai musuh? Ihgram menimbang-nimbang dalam hatinya.

“Aku pikir, mereka berada di kota ini karena mereka memiliki tugas dan kepentingan yang tidak sama dengan kita. Kita tidak perlu berurusan dengan mereka. Kita harus segera menemukan dan mengamankan Baginda Putri. Ayo kita pergi dari sini!”

Revan mengangguk sambil tersenyum lebar. Pemikiran Ihgram ternyata berbeda dengan apa yang dipikirkan Revan. Jika tidak sedang mengikuti Ihgram, Revan akan menemui Pasukan Perang itu untuk mempertanyakan keberadaan mereka dan mencari tahu siapa yang memerintahkan mereka datang ke Kirikina. Pasukan itu harus dicurigai.

Karena Ihgram tidak ingin berurusan dengan Pasukan Perang, kedua lelaki itu kemudian beringsut menuju pintu belakang kantor secara diam-diam agar keberadaan mereka tidak diketahui oleh Pasukan Perang yang kini telah semakin datang mendekat.

Setelah beberapa langkah mengendap, Revan dan Ihgram tiba di pintu belakang. Keduanya terpana sejenak memerhatikan apa yang terbentang di hadapan mereka.

Walaupun masih berada di dalam kantor, namun karena pintu belakang kantor keamanan terbuka lebar karena tidak berdaun pintu lagi, pintu yang diapit oleh dua jendela besar yang juga sudah tidak berdaun jendela, pemandangan luas halaman belakang terpampang jelas di hadapan Revan dan Ihgram.

Pewaris TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang