Bagian 12. Yang Dinantikan

2.7K 109 13
                                    

Episode 1. Revan dan Putri Naila

Bagian 12. Yang Dinantikan

Dalam sebuah pertarungan antara hidup dan mati, besarnya nyali seseorang ternyata juga menentukan dan dibutuhkan. Walaupun memiliki kemampuan, namun jika tidak ada keberanian untuk melawan, maka tidak akan mampu menghadapi pertarungan dengan baik.

Terdesak oleh dua serangan lawan yang datang dari dua arah, tanpa ada kesempatan untuk menghindar dan menangkisnya, Revan memilih untuk membalasnya dengan serangan pula. Pedang di tangan kirinya mencoba menusuk perut lawan yang menyerang dari belakang dengan ayunan pedang menyilang. Sementara pedang di tangan kanannya, mengayun untuk menggorok leher lawan yang menyerang dari depan dengan tusukan pedang.

Hasilnya, tusukan pedang di tangan kiri Revan mengenai sasaran, sementara yang kanan hanya mengayun di tempat yang kosong. Musuh yang menyerang dari depan, ternyata tidak bernyali untuk melanjutkan serangannya. Ketua kelompok Pasukan Perang, memilih mundur menghindar dari tebasan pedang yang mengarah ke lehernya.

Revan membuka mata, aku masih hidup! Aku tidak kalah!

Revan tersenyum sinis pada ketua kelompok setelah menemukan kenyataan baru. Revan selama ini menduga kalau lawan yang bertarung dengan penuh kehati-hatian dan kesabaran itu, hanya bertujuan demi menjaga keamanannya sendiri. Ternyata, dia tidak bertarung dengan cara aman, tapi bertarung dengan kepercayaan diri yang rendah.

“Jadi kau takut padaku?” ejek Revan pada musuh yang seharusnya sudah menancapkan pedangnya di ulu hati Revan.

“Pbeh! Ternyata kau membunuh juga! Kalian memang penjahat! Pemberontak! Pengkhianat!” balas ketua kelompok Pasukan Perang untuk menghindar dari pertanyaan yang dituduhkan Revan.

“Aku tidak peduli. Sekarang kau bersiaplah, kau akan aku bunuh juga sepertinya,” ancam Revan. Ancaman yang lebih ditujukan untuk menakut-nakuti lawan.

“Revan, jangan lakukan!” cegah Ihgram. “Sudah cukup, jangan membunuh lagi.”

Revan menanggapi larangan Ihgram dengan menghadapkan bagian belakang punggungnya pada Ihgram. Revan memperlihatkan luka baru yang didapatkan Revan akibat diserang secara tiba-tiba dari belakang.

Walaupun Revan berhasil menaklukkan lawannya dengan tusukan pedang, namun Revan juga terkena sabetan pedang yang merobek cukup dalam bagian belakang bahu kirinya hingga nyaris memotong tulang bahu. Revan mendapatkan luka luar di belakang tubuhnya sepanjang tulang belikat.

Ihgram terpana sejenak. Luka baru yang ditunjukkan Revan tersebut, akan melengkapi kesulitan Revan. Jika tangan kanan harus digunakan untuk menutup luka di pinggang, jika tangan kiri sudah nyaris tidak bisa digerakkan, maka Revan sekarang sudah seperti tidak bertangan lagi.

Mungkin tangan kanan Revan akan tetap dia pergunakan dalam bertarung seperti yang sudah dia lakukan selama ini. Memang masih bisa digunakan untuk bertarung. Namun dampaknya tidak akan menguntungkan bagi Revan. Kain yang melilit di perut dan pinggangnya, yang semakin melonggar ketika banyak bergerak, tidak akan bisa menghentikan perdarahan tanpa bantuan tekanan dari tangan kanannya.

Menanggapi kesulitan Revan, Ihgram kemudian bergerak mendekati Revan, menghampirinya dan berusaha melindunginya. “Aku akan membantumu menghadapi semua orang ini.”

“Anda akan membunuh mereka semua, Tuan?” tanya Revan.

“Aku tidak akan membunuh pasukan milik Negeri Meanda!” bantah Ihgram dengan tegas.

Revan hanya bisa mendesah berat. Kesetiaannya sungguh tidak terbantahkan. Walaupun tertekan, dia masih saja tidak ingin membunuh.

“Kalau kau tidak membunuh, kami yang akan membunuhmu!” ancam ketua kelompok.

Pewaris TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang