05

1.1K 163 34
                                    

Aster's POV

Sudah dua minggu aku dan Louis menjadi dekat. Kami selalu bersama jika ada waktu senggang dan ia selalu menjemputku sehabis jam kerjaku. Tidak, kami belum resmi menjadi sepasang kekasih. Namun banyak orang yang menyangka kami adalah sepasang kekasih. Aku tidak masalah dengan itu.

Dan ini juga sudah dua minggu aku dan Harry tinggal bersama. Memang, awalnya aku hanya memberinya izin seminggu. Namun aku tahu alasannya tinggal di apartemenku dan akupun merubah pikiranku. Aku memberinya izin untuk tinggal di apartemenku sampai ia mendapatkan tempat tinggalnya sendiri. Sekarang dia juga bukan pengangguran. Ia bekerja di sebuah toko buku. Dia juga mulai mempunyai beberapa teman. Tetapi yang paling dekat dengannya adalah Niall dan Liam. Mereka berdua juga sering bermain ke apartemenku. Sebenarnya teman-teman Harry itu sudah menawarkannya untuk tinggal bersama. Namun Harry menolaknya dengan alasan ia sudah nyaman tinggal di apartemenku.

Well styles, bilang saja kau tidak bisa hidup tanpaku.

"Aster! Look what i brought for you, Dumbass." Teriak Harry begitu ia menutup pintu apartemen. Aku sudah biasa seperti ini. Ia memanggilku dumbass dan aku memanggilnya asshole. Aku mendongak menoleh kepada Harry yang berjalan kearahku dengan dua tangan yang ia sembunyikan kebelakang. Apa yang pria gila ini bawa?

Dia duduk di sampingku menunjukkan senyuman lebarnya.

"Apa yang kau sembunyikan?" Tanyaku berusaha melihat apa yang ia sembunyikan. Ia menjauhkan tangannya dariku dan berdesis menyuruhku untuk diam.

"Santai. Aku akan menunjukkannya padamu," Ucapnya. "Close your eyes, darling."

Sesuai perkataannya, aku pun menutup mataku menunggu intruksi selanjutnya. Namun bukannya suara Harry yang kudengar, aku malah merasakan sesuatu menindih kepalaku. Aku pun membuka mataku. Harry sedang memandangku tersenyum. Aku mengarahkan tanganku keatas kepalaku dan mengambil sesuatu yang bertengger di kepalaku. "Flower crown?"

"Kau suka?" Tanyanya dan aku mengangguk.

"Kau membelinya?" Tanyaku lalu ia menggeleng.

"Tidak, sebenarnya itu buatanku." Ucapnya. Dan w-woah, seorang Harry Styles bisa se-kreatif ini?

"Oh, thank you then." Ucapku berterimakasih. Lalu aku kembali memasang flower crown ini dikepalaku.

"Kau tahu? Aku tidak menyangka gadis gila dan nakal sepertimu sudah berumur duapuluh tiga tahun sekarang." Ucapnya tiba-tiba dan aku pun membelakkan mataku. Aku tidak mengerti apa makdsud— Wait! Ini hari ulang tahunku. Aku mendongak mantapnya yang sedang menatapku juga.

"W-where did you know?" Tanyaku. Sungguh, aku sendiri lupa kapan ulang tahunku.

"Dear Zayn Malik, hari ini, di hari ulang tahunku, aku menangis mendapati kau tidak mengucapkan selamat ulang tahun kepa—" Dengan cepat aku membekap mulutnya. Sialan, ternyata dia mebaca buku diary ku sewaktu aku masih berumur sebelas tahun.

"Lancang sekali kau membaca diary ku!" Ucapku namun ia hanya terkekeh.

"I'm sorry," ujarnya. "But, happy birthday, Aster." Ucapnya. Aku menatapnya yang sedang tersenyum kepadaku. Entah kenapa senyumannya sangat menggemaskan. Aku menyukai dimplesnya yang muncul ketika ia sedang tertawa ataupun tersenyum. But, jangan lupakan senyuman Louis juga.

Aku tidak mengerti kenapa aku bisa mempercayai Harry. Kau tahu? Bahkan kami belum mengenal lebih dari sebulan. Dan bahkan awalnya dia berkelakuan seperti orang mabuk yang memohon kepada seorang wanita untuk tempat tinggal. "Can i give you a kiss?"

Mataku langsung terbelak. "Huh? But, aku ti—" Dan tanpa berbicara apapun, pria keriting ini sudah lebih dulu melumat bibirku yang membuat kalimatku terpotong.

"Our second kiss." ucapnya. "How it feels?"

"N-ni-nice."

»

"Happy birthday." Louis menghampiriku dan mengecup dahiku singkat. Aku tersenyum kepadanya. Well, walau telat satu hari tapi aku memakluminya. Dia tidak tahu kapan ulang tahunku. Florence lah yang memberitahunya. Kini aku dan Louis akan menghabiskan waktu kami di taman kota. "So, apa yang kau sukai sebagai hadiahmu?"

"Suprise me?" Jawabku dan dia terkekeh lalu mengangguk.

"Okay, i will." Ucapnya. "Tapi maafkan aku jika nantinya kau tidak suka dengan hadiahku."

"Aku menyukai semua pemberian orang, Lou." Ucapku. Dia tersenyum kepadaku lalu menjalankan mobilnya menuju ke taman kota.

Sesampainya di taman kota, kami berdua duduk di salah satu kursi yang menghadap ke perkebunan bunga yang indah. "Kau suka?"

"Sangat suka." Jawabku.

Lalu kami memulai perbincangan kami. Kami sesekali tertawa karena perbincangan ini. Lalu, kami saling diam karena tawa kami yang mereda. Kami saling bertatapan. Louis mengarahkan tangannya ke rambutku dan mengelusnya.

"I think i love you."

Dan percayalah, lidahku kelu untuk mengatakan 'I think i love you too' entah kenapa.

Bukankah aku sangat mendambakannya untuk menjadi kekasihku?

»

Such a bored chapter 🙄

Just for your information love, maybe i'll update this story when i have no work to do so if i'm not updated yet, it mean that i was busy with my school. Fuck school. 9th grade fuck me up🖕

Vomments Love

All the fookin' love
—Nida

All the fookin' love—Nida ✨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Him And I » Styles [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang