Aster's POV
"Mau kemana kau?" Tanya Harry melangkahkan kakinya masuk ke kamarku. Aku hanya menoleh sekilas kepadanya lalu kembali menatap cermin. Pria ini pelupa. Padahal aku sudah bercerita kepadanya kalau Louis akan mengajakku dinner malam ini.
"Dinner bersama calon suami." Jawabku bercanda. Aku tidak serius, memangnya sudah tentu aku akan menikah dengan Louis? Belum tentu.
"Dinner bersamaku? Seingatku aku belum merencanakan dinner romantis untuk kita berdua." Ucapnya melantur. Oh, jadi dia mengasumsikan perkataanku ini untuknya? Jika Harry yang akan jadi suamiku, maka lebih baik aku tidak menikah.
Aku berdecak kesal memutar badanku menghadapnya. "Bukan kau. Tapi Louis." Lau aku kembali menatap cermin berkutik dengan alat make up ku.
"Aku tidak mengerti kenapa pria itu sangat pendek." Ucapnya menghina Louis. Tidak apa Louis mempunyai tinggi badan yang minim. Daripada Harry? Otaknya yang minim.
"Dan aku juga tidak mengerti mengapa kau mempunyai otak yang pendek," ucapku seraya meratakan lipstick merah ku lalu berdiri dan berputar menghadap Harry. "Bagaimana? Tidak aneh kan penampilanku?"
"Tidak. Tapi wait," Dia berjalan mendekatiku. Mau apa dia? "Tutup matamu."
"Hah?"
Dia berdecak, "Tutup saja matamu." Aku pun menuruti perintahnya. Aku tidak tahu apa yang akan dia laku- oh, dia menciumku. Fuck, Harry. Apa yang kau lakukan, sialan.
Setelah ciuman lembut itu terlepas, aku pun membuka mataku perlahan dan menatapnya, "Better. Tadi bibirmu terlalu merah." Ucapnya. Lalu dia memegang kedua bahuku, lalu memutarnya sehingga kini aku dan dia menghadap kearah cermin. "See? Sekarang pergilah. Kurasa pria minim tinggi badan itu sudah menunggumu di luar. Semoga dia membuatmu senang."
"T-thanks." Oh sialan, kenapa aku malah gugup? Tidak, aku tidak gugup karena akan bertemu dengan Louis. Tapi karena pria gila ini.
"Tidak usah gugup. Pergilah. Aku akan mengajakmu dinner lain waktu. Aku ingin belajar dulu untuk bisa menjadi pria yang romantis sepertinya."
»
"Wow, ini sangat indah." Ucapan itu keluar dari mulutku ketika aku melihat sebuah danau yang berhiaskan lampion dan terdapat meja makan dengan dua kursi disana. Ini sungguh indah, aku tidak berbohong. "Lou, kau melakukan ini semua untukku?"
Dia tersenyum dan mengangguk. Aku kembali memandang danau dan berjalan mendekati tepi danau. "Lou, tapi bukankah ini terlalu merepotkan?"
Aku bisa mendengar kekehannya dari belakang. "Tentu tidak, honey. Aku melakuakannya demi kau. Dan by the way, ini hadiah ulang tahunmu."
Mataku terbelak. Jadi ini masih dalam rangka ulang tahunku? Kukira ia sudah melupakannya. "Benarkah? Thank you so much, Louis. You know? You're the sweetest man i've ever meet."
Dia tersenyum lebar lalu menghampiriku dan mengulurkan tangannya kepadaku. "May i?"
Aku tersenyum lalu mengangguk. Louis menggenggam tanganku dan membawaku ke sebuah jembatan yang dipinggirnya sudah dihiasi oleh lilin-lilin kecil. Louis mengarahkan tanganku menuju ke pundaknya sedangkan ia mengarahkan tangannya ke pinggulku. Persis sekali dengan posisi saat orang ingin melakukan dansa. Apa kita akan berdansa?
"Gerakkan kakimu sesuai irama lagu yang kunyanyikan." Ucapnya. Aku hanya mengangguk mengerti. Lalu ia mulai menyanyikan sebuah lagu.
"Would you know my name? If i saw you in heaven. Would it be the same?If i saw you in heaven. I must be strong and carry on. Cause i know, i don't belong. Here in heaven. Would you hold my hand? If i saw you in heaven. Would you help me stand? If i saw you in heaven? I'll find my way. Some other day. Cause i know. I just can't stand. Here in heaven..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Him And I » Styles [COMPLETED]
Fanfic[WRITTEN IN INDONESIAN] » Story between crazy girl and annoying boy that loves each other but something tearing them apart. [Direvisi hanya sebagian part saja] 2.02.18 - 27.05.18 © 2018 by s0ciopath