Rein pov
Kembali. Namanya terngiang-ngiang dikepala gue. Seakan-akan namanya tak pernah hilang dari pikiran.
Gue tau siapa orang yang ditunggu Dimas diparkiran. Ya,dia adalah Tania, Si Ratu Iblis. Engh. kapan sih kejahatan dia terbongkar?
"Woy. Kok lo sering banget sih.............................................. menung gak jelas kayak gini?" Bintang memukul bahu gue.
"Ehhh. Enggak. Biasa aja kok."
"Udah ah. Balik ke kelas kuy?" Iza narik tangan gue.
"Iya. Udah mau bell ini mah."
Gue berjalan melewati koridor koridor kelas yang kini tengah ramai. Lalu gue liat kebelakang. Lah? Mana temen-temen gue?
Bugh.
Gue jatoh. Dan pantat gue berhasil nyium lantai. Siapa nih yang udah berani nabrak gue.
"Aw. Lo kalo jalan liat-liat dong. Maen tab-"
What? Gue terpelongo dengan gaya jatoh yang lumayan ekstrim. Bayangin aja jatoh yang ekstrim gimana. Gue kaget,yang nabrak gur gak lain dan gak bukan adalah Dimas. Akh. Kenapa disaat begini dia malah muncul. Kapan move on kalo gini terus. Huft.
"Eh Rein. Aduh sorry sorry. Gue gak sengaja. Aduhh. Pasti sakit kan? Sini gue tolongin." Dimas mengulurkan tangan kanannya ke gue.
Awalnya sih ragu, bangkit sendiri apa ditolongin Dimas, tapi ya karna ini adalah kesempatan. Ya gue bales deh uluran tangan Dimas. Lagian gue kangen banget sama dia.
"Makasih Dim." Ucap gur seadanya.
"Sama-sama Rein. Em. Gue luan ya Rein,mau ke kelas Tania dulu. Bye Rein." Ya. Dimas pergi berlalu meninggalkan goresan itu lagi.
Gue masih menatap kepergiannya dengan senyum perih. Apa ini yang namanya Takdir? Mencintai tanpa Dicintai?
Lalu gue lanjut berjalan dengan pandangan yang didalamnya masih terdapat wajah Dimas. Ish. Dim, wajah lo ituu. Kenapa sih masih ada dipikiran gue.
Gue nutup wajah dengan telapak tangan gue sambil jalan. Semoga aja gak nabrak orang.
Bugh.
Aduh. Nabrak orang lagi. Siapa lagi ni yang jalan gak liat-liat? Minta ditabok ni orang kali ya? Eh tapi kok pantat gue gak sakit ya? Kok ada yang megang pinggang gue? Eh apa ini?
Perlahan-lahan gue buka mata. Dan.... ternyataaa.... orang.... itu.... adalah.... Angga.
Dia nahan tubuh gue yang mau jatuh. Lalu dia melepaskan tangannya dari pinggang gue. Ya otomatis gue jatuh lagi. Karna gue belum sempat menyeimbangkan diri.
Bugh.
"Aw. Sakittttt... aduhhh. Goblok banget sih es batu." Aduh sakitt. Sakitnya melebihi sakit hati gue. Gue megangi pantat gue.
Kemudian gue berdiri menatap Angga si es batu dengan wajah kesal.
"Ih. Lo tuh ya. Kalo mau nolongin orang jangan setengah-setengah." Gue nunjuk-nunjuk muka dia.
Pada saat ini, saat gue lagi marahin Angga, banyak banget cabe-cabean yang ngeliat gue dengan tatapan sinis. Apalagi yang kelas 12 nya tuh. Engh. Gue congkel juga mata lu cabe busuk. Ya kalian pasti tau dong cabe yang gue maksud itu siapa? Penggemar Angga.
Penggemar Angga tu banyak banget. Bahkan yang dari sekolah lain juga ada. Famous banget kan dia? Tapi ya gitu,Es batu. Songong.
"Awas aja lo. Sekali lagi lo nabrak gue. Gue bakalan-"
KAMU SEDANG MEMBACA
I Like Rain
Genç Kurgu"Lo tau gak, dulu gue itu benci banget sama hujan." Kekeh Rein sambil memainkan jari dipahanya. Pemuda yang disamping Rein tadinya hanya diam tak berkutik kini dia pun menoleh ke sumber suara. "Karna hujan itu selalu menghalangi aktivitas gue, tidak...