Bagian 15 || Emosi

10.7K 867 24
                                    


Sebab emosimu mampu membuatku semakin tersiksa

■¤■

"Kak," panggil Anna.

Saat ini Siska tengah berdiri di depan kaca dengan kedua mata yang tertuju ke luar jendela. Sudah berulang kali Anna memanggil Siska, tapi wanita itu bahkan tidak menoleh kepadanya. Ini membuat Anna sedikit khawatir.

"Kakak kenapa seperti ini?"

Siska tetap diam, seolah-olah keberadaan Anna tidak diketahuinya.

"Kenapa Kakak berubah? Kenapa Kakak diam? Apa yang terjadi, Kak?"

Siska tetap diam. Anna mulai lelah. Apa yang harus ia lakukan agar Siska tidak seperti ini. Apa sebaiknya ia pergi?

"Aku akan pergi, Kak. Kakak harus makan makanan yang kubawa. Aku sudah bertanya pada dokter dan Kakak bisa memakannya." Terlepas dari keinginannya untuk berada di sisi Siska, Anna akan pergi.

"Mereka kejam."

Disaat Anna berbalik, Siska mulai berbicara dan membuat Anna kembali menoleh ke arah Siska yang juga sudah menatapnya.

"Mereka memberitahu kebenarannya dan membuatku melakukan hal ini."

"Kak..."

Siska berjalan ke arah Anna yang sedikit bingung dengan ucapan Siska. Kemudian Siska memperlihatkan pergelangan tangannya yang terluka pada Anna. "Goresan yang kulakukan masih belum sebanding dengan apa yang sudah mereka lakukan, Anna. Pria berengsek itu membohongi kita selama bertahun-tahun dan hidup dalam sandiwara. Kamu pikir ini yang mau aku dengar?"

"Kakak bicara apa?" tanya Anna bingung.

"Bahkan aku semakin membenci mereka, Anna."

"Kak Siska..."

"Aku harus membalas mereka, Anna. Kamu juga harus begitu."

"Siapa yang Kakak maksud?"

"Keluar, aku mau sendiri." Tiba-tiba Siska memintanya untuk keluar dari ruangan.

Anna diam. Ia masih tidak mengerti dengan maksud perkataan Siska. Mereka itu siapa? Dan apa yang telah mereka lakukan pada Siska?

"Baik, Kak." Anna memilih untuk pergi. Sepertinya Siska membutuhkan waktu lebih banyak untuk menyendiri.

Ia menghela napasnya dan keluar dari kamar Siska. Dengan perlahan ia berjalan menuju koridor rumah sakit. Kedua matanya terlihat kosong dan helaan napasnya keluar. Siska wanita yang kuat. Kakaknya itu bahkan lebih kuat daripada siapapun, dan kejadian yang menimpa Siska saat ini membuat ia bertanya-tanya. Mengapa kakaknya itu berani menggoreskan pergelangan tangannya dengan silet seperti itu? Apa yang menyebabkan Siska melakukan hal gila ini?

Memikirkan semuanya membuat Anna bingung. Ia berhenti sejenak dan mencoba untuk menghilangkan pikiran anehnya. Kemudian ia lanjut berjalan, tapi langkah kakinya kembali berhenti. Bukan tanpa sebab.

Ia segera berjalan ke kiri lorong dan bersembunyi dengan cepat. Disaat seseorang yang ia lihat berhasil melewatinya, Anna segera memalingkan diri. Namun, napasnya perlahan mulai tercekat. Tenggorokannya serasa kering dan kedua matanya tidak percaya dengan apa yang dilihatnya barusan.

Ia keluar dari persembunyiannya dan melihat dengan jelas sekali lagi punggung pria yang tadi melewatinya.

Anna tidak dapat berpikir. Kenapa ayahnya ada di sini? Di Jakarta. Di rumah sakit ini. Apa yang ia lakukan? Rasanya Anna ingin segera mengikutinya dan menampar wajah yang sangat ia benci itu. Ia ingin menampar wajah pria yang sudah menghancurkan keluarganya hanya karena wanita jalang. Ia ingin mengikuti dan menamparnya dengan keras.

Annasya KyleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang