Hatimu beku, tapi rindumu tidak
●¤●
Selepas pulang sekolah pukul 1 siang, Anna langsung berkunjung ke rumah sakit untuk menjenguk Nick. Sebenarnya Anna tidak ingin menemui Nick saat ini setelah apa yang terjadi semalam. Anna mulai takut dengan satu hal yang membuat tidurnya kurang semalam, tapi Nick terus menghubunginya dan memohon supaya dirinya ke rumah sakit. Nick bahkan berkata bahwa hari ini ia akan segera keluar dan ingin Anna menjadi orang terakhir yang mengunjunginya di hari terakhirnya.
Alhasil Anna menurut. Lagipula sepertinya ada yang harus ia bicarakan juga dengan Nick.
Setelah mengetuk pintu kamar dengan perlahan, Anna masuk dan melihat Nick masih berbaring di ranjangnya dengan bacaan berupa komik. Ia pun berjalan ke sisi Nick dan mengganggu pria itu.
"Kamu suka baca komik?"
"Kenapa?" tanya Nick seraya meletakkan komiknya dan meminta Anna untuk duduk.
"Aneh, udah kerja suka baca komik."
"Nggak ada yang aneh, Anna," ralat Nick. "Kamu ke sini naik apa? Naik taksi, kan?"
"Iya, sesuai perintah kamu." Anna mulai mengingat lagi bagaimana cerewetnya Nick di telepon ketika meminta Anna menggunakan taksi, padahal Anna lebih suka menggunakan kendaraan lainnya. Setidaknya lebih irit.
"Anna, kemari."
Anna mengerutkan keningnya karena permintaan Nick agar dirinya mendekat. Anna hanya menggeleng. Ia tidak tahu apa yang akan Nick lakukan.
"Anna, aku hanya ingin mengecek sesuatu."
"Sesuatu?" Kening Anna kembali mengerut.
Nick mengangguk dan tepat saat itu juga tangan kanan Anna ditarik paksa oleh Nick. Pria itu menariknya dengan kuat sampai Anna benar-benar mendekat kepada Nick dan membuat napas mereka beradu di hadapan wajah mereka.
Ketika tangan kiri Nick masih memegang tangan Anna, tangan kanan Nick pun mulai bergerak ke kerah seragam sekolahnya dan mulai membukanya perlahan.
"Apa yan--"
"Kenapa nggak dipake?"
"Eh?"
"Kalungnya. Kenapa nggak kamu pakai?"
Anna tiba-tiba saja ikut menyentuh lehernya dan ia ingat jika dirinya memang tidak menggunakan kalung pemberian Nick semalam. Alasannya sederhana; Anna hanya merasa bahwa ia tak pantas mendapatkan kalung itu dari Nick. Ia bukan perempuan spesial yang bisa mendapatkan barang bagus dari Nick.
"Anna, aku tanya kenapa kamu nggak pakai kalungnya?"
Anna menatap ke mata Nick yang juga sedang menatapnya; menanti jawaban atas pertanyaan Nick mengenai kalung pemberiannya. "Aku hanya merasa nggak pantas, Nick."
"Nggak pantas?" Nick kembali bertanya. "Itu hadiah dan kamu nggak bisa ngukur pemberian seseorang karena pantas atau nggak untuk kamu miliki."
"Tapi tetap saja, Nick," jelas Anna. "Pemberian kalung darimu memiliki arti yang spesial. Hanya orang spesial yang bisa terima itu."
"Darimana kamu tahu?" Pertanyaan Nick sudah membuktikan bahwa apa yang dikatakan kedua kakak Nick benar adanya.
Anna mengembuskan napasnya dan mencoba untuk menjauh, akan tetapi Nick tidak berniat untuk melepaskannya. "Nick, kita harus bicara dengan normal."
"Ini sudah normal," ralat Nick. "Sekarang jawab aku kenapa kamu merasa nggak pantas dan siapa ya---"
"Aku diberitahu Kakakmu dan aku hanya merasa nggak pantas. Lagipula aku sudah punya kalung." Nada suara Anna semakin menurun. Tepat saat itu juga Nick melepaskan cekalannya dan Anna mulai menjauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Annasya Kyle
RomanceKlise. Pertemuan gadis miskin dengan pria kaya. Namun, ini bukan bagaimana takdir menguji cinta mereka, tapi bagaimana Takdir mengatur beberapa orang untuk terlibat dalam masalah. Bagaimana takdir membuat Annasya Kyle berada di tengah masalah itu.