Halaman 6

4.6K 238 1
                                    

Ruth tidak tau apa yang ia rasakan. Melihat Andrew berada di sisinya ketika ia terbangun tidak pernah di bayangkannya sekali pun. Bahkan ia hampir mengalami serangan jantung ketika tangan pria itu membelit tubuhnya.

Ia memutuskan untuk bangun dan membersihkan diri terlebih dahulu. Permainan yang mereka lewati cukup membuat tubuhnya dibasahi keringat dan cairan yang mereka keluarkan. Ruth masih dapat mengingat bagaimana pria itu memanggil namanya saat gelombang kenikmatan menghampiri Andrew.

Saat bibir pria itu mencumbu permukaan kulitnya, Ruth sudah kehilangan akal sehatnya. Andrew sejenis pria perayu dan dapat menakhlukan apapun, termasuk dirinya sendiri.

Ruth selesai, ia berjalan ke lantai bawah menuju dapur. Mengambil coke diet dari lemari es, dan menenguknya dalam sekali tegukan. Ada piano besar di tengah ruangan ketika dirinya berdiri di depan meja pantri.

Ruth belum memikirkan mengenai pengaturan uang yang akan Andrew bayarkan kepadanya, hingga ia hanya diam sambil memikirkannya untuk beberapa hari ke depan.

Sejak kedatangannya kemarin malam, Ruth belum mengamati penthouse Andrew seperti sekarang ini. Dindingnya terbuat dari kaca sehingga membuatnya dapat melihat langit dan gedung-gedung tinggi yang terletak berdekatan.

Sebongkah kayu yang terbakar meletup hancur menjadi abu di perapian raksasa yang terbuat dari batu alam. Jam antik berada di atas perapian tersebut, di beberapa bagian dinding yang terbuat dari beton memamerkan lukisan khas dari banyak negara. Dan terdapat sebuah foto keluarga Rusell yang diletakkan di tempat terbuka. Di tengah lantai bawah terdapat sebuah meja persegi panjang dan satu set sofa yang terbuat dari kayu jati berbahan beludru. Di depannya terdapat sebuah tv plasma dan pemutar DVD, pemutar CD, serta tumpuan buku dan majalah bisnis---yang kebanyakan membahas Andrew---tersusun rapi.

Ruth berjalan tanpa mengenakan alas kaki, menyusuri tempat tersebut dengan seksama. Melihat semua yang ada di tempat ini, membuat Ruth berpikir bahwan Andrew bukan hanya pria kaya tapi seseorang yang tidak akan pernah kehabisan uangnya. Untuk setiap perabotan rumahnya saja, seharga dengan sebuah apartmen untuk orang-orang menengah.

Sebuah suara mengejutkannya. "Apa kau ingin minum bersamaku?"

Ruth berbalik, mendapati Andrew yang berdiri beberapa meter darinya sambil memengang dua gelas dan sebotol anggur tanpa mengenakan pakaian atasnya.

Ruth tertawa. "Orang waras mana yang minum di pagi hari."

"Kau keliru, Smith. Ini sudah jam sebelas siang."

Ia menatap jam antik yang tadi dilihatnya. "Baiklah, tuan. Apa saja yang kau minum aku akan meminumnya."

***

Andrew membawa Ruth duduk di atas sofa, menuangkan minuman tersebut ke dalam dua buah gelas kristal miliknya. Ia tersenyum lebar saat memberikan segelas anggur kepada wanita itu. Mereka bersulang sebelum Ruth menyesap cairan tersebut. Wanita itu tidak tersedak atau pun batuk. Ruth mungkin terbiasa dengan minuman keras jenis apa pun.

"Apa kau tidak bekerja?" Ruth bertanya.

Dan Andrew hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

"Biasanya bos besar akan selalu berkerja walaupun di hari libur."

Andrew tertawa seketika. "Kupikir kau terlalu banyak tidur dengan pembisnis hingga kau tahu apa yang mereka kerjakan."

Ruth mengangkat bahu, "Setidaknya 76 persen dari mereka orang-orang yang berkelebihan."

"Aku tidak terkejut. Orang-orang akan mengeluarkan uang untukmu tanpa harus berbikir panjang."

"Seperti dirimu." Andrew tahu, apa yang dikatakan Ruth bukanlah sebuah bertanyaan melainkan pernyataan. Dan itu memang benar adanya.

"Aku bukan pria yang gila bekerja. Jadi tidak ada bedanya antara diriku dan seluruh karyawanku."

Andrew menyambung. "Kami sama-sama berlibur di hari jum'at dan sabtu."

Ia dapat melihat Ruth mengangguk setelah mendengarkan penjelasannya. Wanita itu kembali menyesap anggurnya. Ketika bibir Ruth berada di bibir gelas, ada keinginan di dalam dirinya untuk menempelkan bibir itu di atas bibirnya. Persetan dengan malam yang baru saja mereka lewati. Selamanya pun tidak akan cukup untuk memenuhi harinya bersama Ruth.

"Apa kau ingin menonton film?"

Ruth menatapnya. "Kau punya film apa?"

"Apa pun yang kau inginkan."

"Lynette pernah mengatakan padaku bahwa aku harus menonton film me before you, tapi aku tidak ada waktu untuk menontonnya. Apa kau mempunyai filmnya?" Ruth bertanya.

"Ya. Tapi mengapa kau memilih film itu?"

"Aku hanya penasaran."

"Mengapa kita tidak menonton seri fifty Shades saja?" senyum jahil terlukis diwajahnya.

Ketika Ruth menggelengkan kepalanya, Andrew tertawa. Ia tahu bahkwa Ruth akan menolaknya. "Aku yakin kita akan kembali berakhir di ranjang, Rusell."

"Aku tidak keberatan, kau bagai candu, Ruth."

***

Mendengar Andrew menyebut namanya, membuat sesuatu berterbangan di dalam perutnya. Pria itu selalu menyebut nama belakangnya ketimbang nama depannya jika mereka tidak sedang bercinta. Seharusnya ia merekam Andrew di detik-detik terakhir pria itu mengatakannya. Ini sebuah sejarah, seharusnya seseorang menulisnya.

Pretty Woman (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang