Halaman 13

2.8K 169 0
                                    

Ruth sedang melihat-lihat pakaian ketika Evans tiba-tiba keluar sambil menempelkan ponsel di telinganya. Ia mengerinyit bingung, siapa yang menelepon sampai-sampai Evans harus pergi sejauh itu?

Ruth melanjutkan kegiatannya, melihat-lihat baju musim panas---tanpa berniat membelinya. Bukannya tidak menyadari, tapi Ruth bersikap seolah tidak peduli ketika banyak orang yang menatapnya aneh. Entah karena pakaian yang ia kenakan, atau karena prilakunya yang berbeda dengan orang-orang Seattle.

Tidak lama, Evans kembali. Berdiri di belakangnya, sambil mengawasinya seoalah Ruth adalah seorang buronan pemerintah.

"Apa kau sibuk?" Ruth memberanikan diri untuk bertanya.

Ruth menggigit bibirnya, saat Evans hanya diam tanpa berniat menjawab pertanyaannya. Ia pun menambahkan, "Maksudku, kau baru saja menerima telepon. Kupikir itu dari orang yang penting, mungkin kau sibuk, Evans."

"Tidak, nona."

Ia hanya mengangguk, "Baiklah."

Ruth berjalan ke arah pakaian-pakaian seksi yang menggoda. Di dalam dirinya, ia tergoda untuk membeli beberapa lingrie atau hanya gaun malam yang menggiurkan. Tapi mengingat ada seseorang yang selalu mengikutinya, Ruth mengurungkan niatnya. Ia pasti akan terlihat begitu bodoh di hadapan Evans jika dirinya membeli pakain seperti itu.

"Jika kau ingin memilikinya, maka ambil lah."

Ruth terdiam. Pendengarannya tidak mungkin salah ketika ia merasa mendengar suara Andrew di sekitarnya. Sial! Apa dia sudah gila?

Ruth berbalik untuk memastikan bahwa dirinya tidak gila seperti yang dikatakan oleh dewi batinnya. Betapa terkejutnya saat ia mendapati pria tinggi dengan kemeja biru muda yang lengannya digulung hingga ke pergelangan tangan dan dua kancing teratas yang dibiarkan terbuka. Rambut Andrew terlihat berantakan sangat kontras dengan dasi yang terikat longgar di sekitar leher pria itu. Andrew benar-benar terlihat seperti visualisasi nyata seorang dewa yang begitu seksi.

"Kau disini?" keterkejutan keluar dari mulutnya.

"Tentu saja."

Ia menatap Andrew. "Bagaimana bisa?"

"Apa yang tidak bisa dilakukan oleh ku, sayang."

Ruth mendengus saat kepercayaan diri pria itu mulai terbangun tinggi. Matanya terputar, sambil memasang wajah datarnya. "Kau masih sama seperti pria yang kutemui pertama kali."

"Terlalu percaya diri," sambung Ruth.

Ruth mengalihkan tatapannya sejenak dari Andrew, dan beralih pada pakaian seksi yang tadi ia amati. Mungkin ia memiliki uang untuk membeli beberapa pakaian sekaligus. Uang yang dimiliki Andrew pasti tidak akan habis jika dirinya membeli tiga sampai lima pakaian sekaligus. Tapi ia perlu berpikir seribu kali lagi sebelum menggunakannya. Ia bahkan belum menetapkan bayaran yang akan diberikan Andrew kepadanya. Lagi pula ia cukup tau diri untuk tidak menggunakan uang seseorang dengan sembarangan.

***

Andrew mengamati Ruth yang masih terdiam sambil melirik beberapa kali pada pakaian seksi yang begitu menggoda untuk Andrew hancurkan di malam hari. Tanpa sengaja, ia menatap sekelilingnya. Tempat ini dipenuhi dengan pakaian dan beberapa orang yang sibuk berlalu-lalang.

Satu hal membuatnya bingung. Para lelaki menatap fokus pada satu arah. Ia mengikuti pandangan pria-pria itu dan berakhir tubuh Ruth yang mengenakan jumpsuit tanpa lengan dengan bagian celana yang begitu pendek.

Sial! Kenapa ia tidak menyadarinya. Ruth memakai pakaian terlalu terbuka di tempat umum. Dan Andrew tidak suka melihatnya. Ia benci ketika pria lain menikmati tubuh pria itu.

Bergerak cepat, Andrew pun menutupi bahu terbuka Ruth menggunakan jasnya, memandang tajam pria-pria yang menatap, Ruth.

Ruth terkejut dengan tindakannya. Wanita itu menatapnya aneh, lalu berkata. "Ada apa?"

"Biasakan untuk mengenakan pakaian yang tidak terbuka, Ruth!"

Suaranya terdengar memerintah. Andrew terlihat marah. Namun ia begitu mudah untuk mengontrol amarahnya, sehingga hal ini tidak akan membahayakan hubungannya dan Ruth.

"Ini musim panas. Orang waras mana yang mengenakan baju tertutup di musim panas."

Bagaimana Andrew mengatakan, kalau dirinya benci ketika wanita itu ditatap seakan hidangan terlezat di meja makan. Bagaimana ia berkata bahwa dirinya terlalu marah, di saat pria lain menikmati apa yang sudah dirinya miliki. Andrew tahu, bahwa dirinya tidak bisa mengatakan hal itu---setidaknya untuk saat ini.

"Hanya terlihat tidak sopan, sayang." Andrew melembutkan suaranya.

Ruth seperti tidak peduli. Bahkan wanita itu memutar bola matanya kembali. "Dimana Evans," tanya Ruth saat wanita itu tidak menyadari keberadaan pria besar yang selalu mengikuti Ruth.

"Aku menyuruhnya pergi. Lagi pula kurasa kau merasa tidak nyaman dengan keberadaannya."

"Demi tuhan, Andrew. Pria itu membuatku gila. Aku selalu diawasi seperti buronan." Ruth berkata frustasi.

Andrew hanya terkekeh. Lalu ia menggiring wanita itu pada pakaian yang lebih sopan. Memilih beberapa pasang baju lalu diberikan kepada Ruth untuk mencobanya.

"Cobalah." Andrew berkata.

"Haruskah sebanyak ini?!" Ruth memprotes.

"Tidak ada bantahan sayang, aku yang akan membayarnya."

"Dengan bayaranku?"

Andrew menggeleng. "Tidak."







Pretty Woman (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang