PLM 13 ~ This is My Room!

1.2K 58 0
                                    

"Aku tidak suka berbagi tempat tidur. Terlebih dengannya. Ini kamarku! Hanya milikku!"

-Oliver Leinster-

❤️❤️❤️

Pagi itu Joanna sudah berada di rumah mewah nan megah milik suaminya. Rumah yang dulu pernah ia tempati sebelum menikah dengan Oliver. Rumah yang menjadi saksi bisu mengapa ia harus menikah dengan pria itu.

Joanna melangkah mengikuti Oliver yang berada di depannya. Mereka menaiki tangga yang meliuk indah itu. Ketika sampai di ambang pintu kamar pria itu, Oliver berbalik menatap Joanna dengan dahi mengerut.

“Ngapain kau mengikutiku?” tanya Oliver dengan nada tak suka.

Joanna gelagapan. Ia bingung mau menjawab apa atas pertanyaan itu. “Emm… sa-saya me-mengikuti Tuan…”

“Dasar bodoh!” Oliver mengejek. “Kau lupa? Kamarmu bukan di sini, tapi di depan!” sambil tangannya menunjuk keluar dengan sedikit kasar.

“Tapi…”

“Jika kau ingin mengatakan bahwa kita sudah menikah dan harus sekamar atau seranjang, maka saya akan berkata… saya tidak mau berbagi tempat tidur denganmu!” potong Oliver tajam.

Joanna memandang Oliver nanar. Secara tidak sadar ia tersenyum bodoh, namun tidak dengan hatinya. “Maaf, saya lupa, Tuan.” Joanna berbalik hendak meninggalkan Oliver.

“Tunggu!”

Langkah Joanna terhenti. Lalu berbalik kembali. “Ya?”

Oliver memandang Joanna datar. “Mulai sekarang jangan panggil saya ‘tuan’! Apalagi di depan papa saya. Kau mengerti maksudku, bukan?”

Joanna mengangguk. “Ya, saya mengerti, Tuan. Emm… maksud saya… Oliver.”

Good. Sekarang kau boleh keluar!” usirnya secara tidak langsung.

Setelah kepergian Joanna, Oliver mengempaskan tubuhnya ke ranjang sembari menghela nafas kasar. Sungguh pagi yang melelahkan baginya. Melebihi hari-hari dimana ia bekerja.

Pikiannya melayang pada istrinya itu. Sejak kemarin, Joanna terlihat sangat tenang dan seperti tidak ambil pusing dengan pernikahan mereka ini. Tidak ada raut kesedihan di wajah gadis itu. Apakah pernikahan ini menjadi keuntungannya bisa mengambil harta kekayaan Oliver? Pikirnya geram.

Oliver mengusap wajahnya frustasi. Waktu acara resepsi pernikahan kemarin, ia tak menduga Cynthia akan datang. Cinta di masa lalunya itu kembali dengan penampilan yang sangat berbeda. Yang membuat Oliver tambah tidak suka dengannya.

Ia sengaja meninggalkan Joanna karena ada hal penting yang harus disampaikan kepada Cynthia. Dan itu tentunya tidak boleh diketahui oleh Joanna. Ia belum mengenal betul gadis yang sekarang telah menjadi istrinya itu.

Tanpa sadar, matanya sudah terpejam dan menyambut alam mimpi yang sangat indah, seolah menghilangkan beban berat yang melandanya sejak kemarin.

❤️❤️

Setelah berkutat di kamarnya, Joanna hendak menuju ke dapur mencari makanan. Karena sedari tadi ia belum memasukkan apapun ke dalam perutnya.

Sesampainya di dapur, ia mengecek meja makan. Namun hasilnya nihil, tidak ada apapun di sana. Ia pikir mungkin Nency belum datang dari cuti pulang kampungnya. Lalu, ia beranjak menghampiri kulkas. Hanya ada air mineral dan beberapa buah segar di sana. Tidak ada bahan makanan yang ingin ia masak.

Joanna duduk di mini bar. Memikirkan bagaimana caranya ia bisa makan pagi ini? Tidak mungkin dirinya meminta Oliver untuk membelikan makanan.

Sejenak ia terdiam. Hingga sebuah suara berhasil membawanya ke alam sadar.

"Sedang apa kau di sini?"

Joanna terkesiap. Ia memandang orang di depannya dengan pandangan kagum. Seakan tidak mendengar pertanyaan itu, Joanna hampir tidak pernah mengedipkan matanya barang sejenak.

"Kerjaanmu hanya bisa melamun, ya?" Sindir Oliver ketus.

Joanna menjawab, "Emm... saya mencari makanan, tapi tidak ada. Apa kau tidak memiliki bahan makanan untuk di masak?"

Oliver membuka kulkas dan menuangkan air mineral untuk ia minum. "Mungkin sudah habis. Karena sejak Nency pulang kampung, tidak ada yang belanja."

"Bukannya pelayanmu banyak? Mengapa tidak mereka saja yang belanja?" Joanna bertanya heran.

Oliver menaruh gelas dengan cukup keras di meja mini bar. Berhasil membuat Joanna tersentak kaget. "Sudahlah! Kalau kau memang lapar, tinggal panggil delivery saja. Beres, kan?"

"Kalau kau mengizinkan, biar saya yang belanja. Sekalian membeli perlengkapan rumah tangga yang belum ada."

Oliver mengernyit tak suka. "Perlengkapan rumah tangga?" Pertanyaannya seperti ejekan jika terdengar di telinga Joanna. "Apa kau menganggap pernikahan ini seperti pernikahan sesungguhnya?"

"Maksudnya?"

Oliver mendengus tak suka. "Jangan sok polos! Kau tahu maksudku!"

Joanna menggeleng  tak mengerti. "Saya memang tidak mengerti maksudmu."

"Sudahlah, lupakan! Intinya, jangan pernah menganggap pernikahan ini dengan serius!"

Joanna memandang Oliver yang hendak pergi meninggalkannya dengan tatapan sedih. Lalu, ia menunduk dalam. Mulai mengerti maksud kalimat suaminya itu.

"Saya akan memanggil delivery. Setelah itu, silahkan kau belanja bahan makanan. Masalah uang, biar kau gunakan kartu kreditku!" ucap Oliver sebelum menghilang di balik pintu dapur.

Joanna memandang kepergiaan Oliver dengan tidak percaya. Seulas senyum menghiasi bibir merah mudanya.

Sepertinya aku mulai mencintai sikapmu, Mr. Leinster... gumam Joanna dalam hati sambil terus mengembangkan senyum manisnya.

❤️❤️

Joanna baru keluar dari supermarket tatkala hujan langsung membasahi bumi. Ia mencari tempat berteduh yang bisa melindunginya dari air hujan. Tak lupa matanya selalu mengarah pada jalan raya seraya berdoa semoga ada taksi yang lewat untuk ia tumpangi. Namun, sepertinya tak ada.

Joanna menghela nafas lelah. Tangannya meraih ponsel hendak menelpon seseorang. Tapi, jarinya terhenti memencet tatkala ia mengingat sesuatu. Diurungkannya niatnya itu, dan kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas.

Sudah hampir setengah jam ia menunggu tatkala sebuah mobil yang ia kenali menghampirinya. Seseorang keluar dari pintu kemudi sambil membawa payung.

"Nyonya... maaf. Saya diperintahkan Tuan Oliver untuk menjemput Anda." Dani menyerahkan payung berwarna biru itu pada Joanna.

Joanna menerimanya. Lalu, ia memasuki mobil dan pergi meninggalkan supermarket.

Ditengah perjalanan, seketika Joanna meminta Dani untuk berhenti di sebuah cafe di pinggir jalan. Entahlah... rasanya ia sangat ingin bertemu seseorang yang sangat ia rindukan.

"Kau tidak keberatan menungguku, bukan?" tanyanya pada supir Oliver.

Dani mengangguk patuh. " Tentu saja, Nyonya."

Joanna melangkahkan kakinya masuk ke dalam cafe itu. Setelah sampai di dalam, ia merasakan kehangatan di saat cuaca yang sedang hujan itu. Harum kopi pun tercium di hidung mancungnya.

Seketika ingatannya melayang pada kejadian dimana ia menumpahkan kopi pada seorang pria yang tak di sangkanya akan menjadi suaminya saat ini. Dan itu semua karena... kopi.

"Joan? kau kah itu?"

❤️❤️❤️

24 Februari 2018

Hmmm... akhirnya bisa update juga. Happy reading guys...
Vommet jangan lupa!

Please, Love Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang