PLM 15 ~ I Don't Believe You!

1.2K 71 6
                                    

"Aku tidak akan pernah percaya padamu. Sekali pun! Perempuan yang kucintailah yang lebih kupercaya."

-Oliver Leinster-

❤️❤️❤️

Oliver melangkah memasuki rumahnya dengan tenang. Gelap. Itulah kata pertama yang menghinggap dibenaknya. Kakinya mulai menaiki anak tangga hendak menuju kamarnya yang ada di lantai atas tatkala Nency memanggilnya.

“Tuan.” Nency menghampiri majikannya itu.

“Nency…” lirihnya. “kau sudah kembali dari cutimu?” Oliver membuat pertanyaan retorik.

“Ya, Tuan,” jawab Nency pelan.

“Ada apa?”

“Nyonya, Tuan…” Nency berhenti sejenak hanya untuk melihat ekspresi Oliver. Namun nihil. Pria itu masih menunjukkan wajah tenangnya. “Nyonya sakit. Badannya sangat panas. Saya sudah mengecek, dan suhunya sangat tinggi, yaitu 39 derajat. Saya takut dengan suhu yang tinggi seperti itu bisa membuat Nyonya kejang-kejang, Tuan. Saya ingin menghubungi Tuan, tapi dilarang sama Nyonya.”

“Sejak kapan?” tanya Oliver datar.

Awalnya Nency tidak mengerti dengan pertanyaan itu. Namun, sejenak kemudian ia mengerti. “Pagi. Waktu saya baru sampai di sini.”

Oliver mengernyit heran. Setahu dia, Joanna dalam keadaan baik-baik saja waktu pagi tadi. Tapi mengapa sekarang bisa sakit?

“Dimana dia sekarang?” tanyanya lagi dengan wajah yang masih sama – datar!

“Di kamar bekas nona Olivia,” jawabnya. “Maaf, Tuan. Saya sudah ingin membawa Nyonya ke kamar utama, tapi Nyonya bilang kamarnya bukan di situ.”

Oliver tidak menjawab lagi. Ia tahu sebenarnya itu adalah sebuah pertanyaan yang tersirat di benak Nency. Wanita itu pasti bertanya-tanya, mengapa mereka tidur terpisah. Kemudian, ia melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti itu.

❤️❤️

Terdengar derap langkah menghiasi kamar sunyi itu. Hanya ada cahaya lampu tidur yang menerangi. Oliver memandang Joanna yang tertidur dengan wajah yang terlihat pucat. Tatapannya datar tanpa ada rasa kasihan atau pun khawatir di sana.

Dalam tidurnya, Joanna sempat mengeluh kesakitan dengan dahi mengerut dan bibir yang sedikt terbuka. Lalu, kembali tenang tatkala sebuah tangan mengelus rambutnya dengan lembut.

Ya! Siapa lagi kalau bukan tangan Oliver, suaminya sendiri. Pria itu mencoba menenangkan Joanna dalam tidurnya. Ia terus mengelus sampai akhirnya Joanna terbangun dengan wajah pucatnya.

“O…liver?” lirih Joanna dengan suara seraknya.

Oliver menjauhkan tangannya. Ia sedikit terkejut ketika mengetahui Joanna terbangun memergokinya sedang mengelus rambut perempuan itu. Wajahnya kembali datar mencoba menyembunyikan rasa terkejutnya.

Joanna mencoba duduk, tapi ia merasakan badannya sangat lemah. Menyadari itu, Oliver membantunya agar bisa terbangun.

“Kau sakit apa?”

Apa barusan ia mengkhawatirkanku?

“Hanya demam. Sejak kapan kau pulang?”

“Sudah minum obat?” tanya Oliver lagi tanpa mengindahkan pertanyaan Joanna.

Rasa-rasanya Joanna ingin memecahkan es di wajah dingin itu agar terlihat lembut sedikit saja. Mana mungkin seseorang mengkhawatirkannya dengan tatapan dingin seperti itu?

Please, Love Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang