LIMA PULUH

21 1 0
                                    

"Astaga.. Rizky gaunnya jangan di buat jalan-jalan kayak gitu nanti kotor" Teriak Mama dengan kencang. Aku hanya cengengesan. Gaun ini berat dan aku heran gimana orang-orang bisa tahan memakainya lama.

"Yudhis jas kamu udah siap?" tanya Mama. Mengalihkan tatapan membunuhnya dariku pada Pak Yudhis.

"Udah ma"
"Bagus.. Kalian jangan buat ulah.. Tunggu sampai tukang fotonya datang" pesan Mama.
"Ma kita bukan anak kecil lagi jadi jangan bersikap seolah-olah kami suka buat onar" kesalku.
"Yudhis emang nggak tapi kalau kamu.. Mama nggak yakin kamu nggak buat ulah" jawab Mama. Dan sontak aku mengrucutkan bibirku sebal.

"Udah lah.. Mama keluar dulu mau ngecek apa semuanya udah beres apa belum" Mama keluar Ruangan. Meninggalkan aku dan Pak Yudhis yang sibuk dengan jasnya.

Coba tebak kami mau ngapain.? Kami bukan mau foto praweding tapi kami mau persiapan foto untuk acara Wisuda krabatku. Dan Mama lah yang paling sibuk dan heboh.. Bahkan aku memakai gaun yang astaga.. Aku sendiri nggak bisa bayangain kenapa banyak yang tahan dengan gaun seberat ini. Gaun yang lebih cocok untuk acara pernikahan bukan acara wisuda kayak gini. Tapi aku nggak bisa nolak apa yang udah Mama kehendaki atau aku akan...

Tubuhku menegang saat nafas itu menerpa tengkukku. Tangannya melingkar di pinggangku. Dia menaruh kepalanya di lipatan leherku.

"Jangan melamun.." tegurnya. Aku mengulum senyumku. Aku kangen Pak Yudhis. 2 minggu terahir ini sejak keluarga Admaja membahas pernikahan kami dia ke Bandung ngurus proyek yang katanya udah hampir selesai dia nggak pulang sama sekali bahkan dia nggak ngasih kabar meski sebuah chat di aplikasi warna Hijau seperti biasanya.
Dan hari ini dia bahkan nggak bilang kalau udah pulang kami aja ketemu di butik ini. Tapi aku maklumi aja lah lagian aku bukan tipe pacar possesive yang butuh kabar 24 jam. Cukup dia baik-baik aja aku udah lega.

"Nggak kangen.?" tanyaku.
"Nggak" jawabnya sambil mengeratkan pelukakannya di pinggangku. Aku tersenyum. Memutar tubuhku menghadapnya.

Cup.

Aku mencium pipi kirinya.

"Aku juga kangen kamu"ujarku. aku tersenyum kecil dan buru-buru lari saat kurasa rangkulan dipinggangku terasa longgar.

Ku tinggalkan Pak Yudhis di sana sendiri. Ku lihat-lihat suasanan luar Butik. Hari ini mall tampak ramai yahh walau sekarang hari kamis.

Banyak yang datang berdua dengan pasangan. Ada yang dengan teman-teman ada yang bareng keluarga. Dan ada yang sendiri.

Mataku jatuh apa arah eskalator. Ada wanita patuh baya yang tampak takut naik banyak yang mengantri dan memaki di belakangnya. Sedangkan anak di gendongannya tampak menangis. Bukannya membantu ibu itu banyak yang memilih menunggu dan memakinya.

Aku menghampiri ibu itu. Kubiarkan saja tatapan orang-orang yang menatap aneh padaku yang berlari-lari dengan gaun panjang.

"Mari bu saya bantu'' aku mengulurkan tanganku membantu ibu itu naik eskalator.

''Adek jangan nangis. Nanti cantiknya hilang lho" tegurku tak lupa dengan senyum manis agar gadis kecil di gendongan ibu itu berhenti menangis.
Dan berhasil dia berhenti menangis.

"Makasih ya dek'' ujar ibu itu tulus.
" sama-sama bu" aku tersenyum lagi.
"Ibu dari kampung. Nggak pernah main ke sini. Tadi sama suami juga tapi nggak tau kemana kok ngilang''
"Coba di telvon dulu aja bu."
"Hp saya sama dia. Dia juga sama anak sulung saya."
"Waduhh.. Saya juga nggak bawa ponsel. Ponsel saya di butik tadi"
"Adek mau nikah.? Lagi rancang bajunya.?"
"Nggak bu. Saya mau ke acara wisuda saudara. "
"Adek cantik lho"
"Aduhh bu makasih lho.." ujarku dengan malu-malu.

"Bunda" teriak anak kecil dari arah belakang kami. Sontak kami menengok.

"Sayang... Kamu dari mana aja, ngilang. Udah tau aku nggak pernah kesini" omel Ibu itu pada suaminya.
"Maaf sayang.. Aku nggak tau kalau kamu ngilang"
"Untung ada adek ini. Aku tadi kejebak di bawah. Nggak berani naik eskalator. Untuk di bantu"
"Makasih yaa dek"
"Sama-sama" jawabku

My TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang