Pengagum

75 7 0
                                    

Kringgg...

"Yeayyy." Sorak semua siswa dikelas, yang sedari tadi menunggu bel pulang. Untung saja di jam terakhir tak ada gurunya. Jika ada... kami semua pasti akan kena hukuman karna membuat kegaduhan.

"Rani, ni makasi ya." Steven memberikan bolpain yang tadi dipinjamnya padaku. "Hah!? Iya." Aku buru-buru merapikan semua perabotan lenongku atau bisa disebut peralatan sekolah.

"Lu buru-buru banget? Tumben? Biasa santai lu Ran?" Steven heran kepada diriku yang ribet sendiri. "Ada perang," ucapku berbisik.

"Perang? Emang kita lagi di jalur gaza apa?" Tanyanya tak mengerti. "Yasudahlah kalo lu gak ngerti."

Aku melirik kearah Syifa, ia sedang merapikan buku-bukunya dengan santai. Tiba-tiba ia menengok kearah ku dengan refleks ku alihkan pandangan ku ke lain arah.

"Lu kenapa lagi?" Buset dah! Ni orang dari tadi masih disini ternyata?!

"Ish banyak tanya lu Stev, udah ah gua mau balik dulu. Bye," ucapku lalu berlalu meninggalkannya. Yang masih mematung disana.

Aku tak melihat kearah Syifa lagi. Takut kalau dia nanti teringat balas dendamnya.

***

···Kelas XII-Ipa1···

Dan disinilah sekarang diriku. Menunggu kak Zarbika keluar dari kelasnya yang berada dilantai tiga.

Ia tadi memberikan ku pesan yang berbunyi. "Jemput gua dikelas. Sekarang!" Singkat jelas padat plus menyebalkan. Emang dia pikir aku assistennya apa?! Minta dijemput? Emang dasar manusia.

Sudah lima menit ku menunggu. Tetapi orang yang bersangkutan tak kunjung terlihat.

"Aduh lama banget si! Gua balik aja dah." Baru saja kaki ini ingin menjauh. "Mau kemana lu?" Tanya seseorang dibelakang.

"Go home."

"Oh... jadi lu gak mau denger penjelasan gua ni." Langkahnya terdengar mendekat kearahku. Dengan tepat ia berhenti dihadapanku.

"Lama banget lu! Lu gak tau apa? Gua buru-buru tau." Tukasku. Terburu-buru ingin pulang karna takut dengan Syifa yang akan membalas dendam. Dalam benatku.

"Ngapain lu buru-buru? Kek orang sibuk aja, biasanya juga bengong lu dirumah," ucapnya dengan nada mengejek.

Ni anak satu! Udah ditungguin malah ngeledek lagi. Dengan sepenuh tenaga dan ku kerahkan seluruh tenaga dalam yang ku miliki. Ku injak kaki kanannya dengan keras dan menekannya. "Aduhhh!!!" Teriak kak Zarbika. Seketika semua siswa-siswi kelas XII melihat kearah kami. Tetapi kemudian melanjutkan aktivitasnya kembali, seperti tidak terjadi apa-apa.

"Gila lu ya!? Ini kaki! Bukan mainan timezone." sambil meringis kesakitan

"Bodo! Sapa suruh buat gua gondok?" Kataku tak mau kalah.

"Lu anaknya samson ya!? Apa lu anak gorila!?" Ucapnya sambil memojokkan diri pada balkon depan kelasnya.

"Syukurin! Emang enak," ucapku yang masih kesal dengan dirinya.

Ia duduk di lantai memperhatikan kakinya yang terinjak. Aw... ss... aw... tampak diwajahnya bahwa ia menahan rasa sakit. Aku mulai khawatir apa sesakit itukah?

"Hm... gimana?" Ia memandang ku yang sudah dalam posisi berjongkok dihadapannya.

"Au," ucapnya ketus, masih dalam posisi memperhatikan kembali kakinya.

"Sorry," hanya satu kata yang terucap dari mulutku. Tak ada kata lain yang bisa ku keluarkan. Menyesali perbuatanku.

"Hm. Gapapa, gua maafin lu tapi dengan dua syarat." Ia membuka suara dan membuat aku memikirkan perkataanya "syarat?"

Avontur RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang