Author pov
Rani berbaring dibawah rindangnya pohon di taman yang berada di belakang rumah sakit. Dengan kedua tangan sebagai tumpuan dikepalanya, memejamkan mata menikmati senja yang menyelinap dari baliknya daun-daun yang renggang.
"Rani!!!" panggil seseorang yang kini telah melihat keberadaan Rani. Zarbika berlari menghampirinya.
Zarbika canggung tak tahu harus memulai percakapan dari mana. Ia memutuskan untuk ikut berbaring disebelah Rani. Baginya yang terpenting sekarang bahwa Rani telah ia temukan.
"Ganggu waktu gua santai aja lu." tutur Rani pelan, perlahan ia membuka matanya mengatur intensitas cahaya yang menyelusup pada pupil matanya.
Zarbika memiringkan badan menghadap pada Rani. "Lu ga laper?" tanya Zarbika.
Rani memunggungi Zarbika. "Engga." ucapnya.
Zarbika menghela nafas, mengatur emosi pada ABG yang sedang ia hadapi ini.
Zarbika berdiri. "Mau es goyang?" tanya Zarbika lagi berharap Rani akan berkata 'iya'.
Rani berdiri mengibas-ngibaskan celananya yang kotor karna beberapa daun kering yang menempel. "Mau lah, masa rezeki gua tolak." Rani menarik tangan Zarbika menuntunnya pada pedagang keliling yang ada didepan rumah sakit.
Zarbika hanya mengikuti langkah dari kekasihnya. Menelusuri jalan setapak yang Rani tunjukan pada Zarbika. "Ini jalan pintas, jadi jangan protes kalau jalannya nyusahin kek gini." jelas Rani.
"Iya iya my princess." jawab Zarbika yang diikuti dengan senyumnya yang mengembang.
"Dasar pedofil." celetuk Rani pelan.
***
Kini aku sedang duduk dirumputan nan hijau tua dibawah pohon yang rindang, terlindung dari teriknya sinar sang surya.
Hukum Netton
"Taman belakang sekolah, istirahat. Tunggu."Pesan singkat ku terima dari Zarbika, dan seperti perintah yang mutlak aku menuruti saja.
Aku menunggunya disini sambil melihat beberapa siswa yang duduk tak jauh dari tempat ku, menghilangkan rasa kesal karna Zarbika tak kunjung datang, sudah 10 menit aku menunggu disini.
"Awas aja nanti. Gua bikin perhitungan." gerutu ku sendiri.
Ku pejamkan mata untuk meredam rasa marah yang ku rasakan padanya, mengingat memori kebaikannya padaku.
"Sorry, gua telat. Tadi ada tugas." ucap Zarbika yang telah duduk disebelah ku. Aku hanya berdeham sebagai jawaban sambil membuka mata menatap kedepan.
"Ni." Zarbika menyodorkan sebuah tas tangan pada pangkuan ku.
"Apaan ni?" ku lihat tas berwarna biru laut itu, menebak gerangan apa yang ada didalam.
"Buka aja."
Aku membukanya. "Buat gua?" tanya ku memastikan. Isi dari tas itu ada satu tempat makan, dua kotak susu dengan rasa coklat dan full cream.
Zarbika mengambil tempat makan dan membukanya menyerahkan sendok pada tangan ku.
"Engga, suapin in." titah Zarbika.
Hah! Ish kalo bukan di lingkungan sekolah udah gua gorok ni anak satu. Gerutu ku dalam hati.
"Aaa..." Zarbika telah membuka mulutnya sambil memejamkan mata meminta untuk diisi.
Ku lihat isi bekal ada nasi, sayur, nugget, sosis, dan sambal.
Aku tersenyum bak iblis yang akan melakukan dosa. "Mau pake apa ni?"
"Nasi plus sayur aja."
Ku Sendokkan seperti permintaannya tapi dengan tambahan ekstrak sambal didalamnya. Aku tersenyum kembali.
"Ayo buka mulutnya... Truk sampah mau masuk..." sambil menggerakkanya bak pesawat terbang.
Zarbika mengernyitkan keningnya, ia mengunyah dengan ragu. Ia menelan dan seperti dugaan ku ia kepedasan.
"Kok pedes si?" sambil mengambil kotak susu terburu-buru.
Aku hanya tertawa terbahak-bahak tak memperdulikan ucapannya.
Ia menepuk nepuk pahanya sendiri, meminum susu coklat dengan rakus tanpa mengambil nafas.
"Lu udah ga waras ya?! Sesendok lu ngasih gua ya." hardik Zarbika sambil menjulurkan lidahnya, aku tak bisa menanggapi ucapannya, tak bisa berhenti tertawa untuk sekedar menjawabnya.
Aku mulai menetalisir, mencoba untuk menjawab pertanyaannya. Ku ambil nafas lalu ku keluarkan kembali.
"Makanya jangan ngerjain gua. Enak 'kan dapet sambel gratis dari suapan spesial gua."
"Dasar bogel."
Aku kembali tertawa, ia tampak kesal dengan apa yang ku perbuat. Wajahnya tertekuk melihat kelain arah tanpa melihat ke arah ku.
"Janganlah kau bersedih wahai kakanda, muka mu begitu jelek bagaikan para gepeng yang ada diluar sana." hibur ku padanya walaupun masih dengan nada mengejek.
Ia terlihat tersenyum. "Sini gua suapin in jangan ngambek. Muka lu jauh lebih jelek kalo ngambek."
Ia berbalik menghadap ku kembali. "Nah gitu dong."
"Udah lu makan aja, itu emang buat lu. Gua cuman mau ngerjain lu tadi." jelasnya.
"Hah. Ngobrol kek dari tadi, ga tau apa cacing dalem perut gua udah pada demo."
Setelah membaca doa aku menyantapnya dengan perlahan, tak ingin terburu-buru karna waktu istirahat masih panjang.
Tidak semua aku memakannya karna sesekali aku menyuapi Zarbika, tak enak hanya makan sendiri sedangkan dia hanya memperhatikan.
Setelah selesai makan kami enggan untuk kembali ke kelas, kami pun berbaring dirumputan menunggu jam istirahat usai, sesekali kami saling berbincang dari yang berfaedah sampai yang unfaedah.
.
.
.
.
.
.
.
Thank you for attention
Jangan lupa vote and comment
•love Hikari.
~Hikari
KAMU SEDANG MEMBACA
Avontur Rasa
Teen FictionMengerahkan seluruh usaha guna dipandang takdir. Bukan hal pasti nan mudah dalam melakukannya. Aku kerap ragu akan perasaanku. Gelisah terus membebani pikiranku. Haruskah bertindak atau diam. Zarbika Ibra, bagaimana aku bisa menghadapinya.