"Jadi gimana hubungan kamu sama Zarbika?" tanya Sakti ditengah-tengah sarapan pagi.
Aku seketika tersedak saat papah menanyakan hubungan ku dengan Zarbika.
"Apa si papah, ga jelas." jawab ku asal sambil tertunduk.
Sakti tertawa kecil. "Kamu sudah besar ya," ucap Sakti sambil tersenyum.
"Habisin makannya ya." Sakti berdiri dari kursi, merapihkan dasi bersiap untuk bekerja kembali.
"Papah pulang jam berapa?"
"Papah ga tau sayang, kamu di rumah aja ya. Istirahat. Jangan kecapean." ucapnya sambil mencium pucuk kepala ku.
"Iya pah." ucap ku dengan nada sendu.
"Yaudah papah pergi ya. Mama lusa nanti pulang, nanti kita pergi sama-sama. Okey, tempatnya kamu yang pilih deh..." hibur Sakti.
"Janji." ucap ku antusias.
"Iya janji."
Sakti pun meninggalkan Rani yang sarapan sendirian disana, Rani selalu berusaha memaklumi kesibukan kedua orang tua 'nya. Walaupun terkadang ia merasa terasingkan tapi ia tahu bahwa kedua orang tua 'nya sangatlah menyanyangi Rani.
Aku memutuskan untuk berdiam diri di kamar, seperti perintah papah aku tidak akan keluar rumah, toh ini juga untuk kebaikan ku tak ada salahnya menuruti perintah papah.
Ping ping ping
Baru saja ingin mengambil novel yang ingin ku baca ponsel yang ada diatas nakas berbunyi. "Bodo ah." gerutu ku sendiri.
Aku tidak jadi mengambil novel yang ku ambil buku sketsa dan pensil entah mengapa aku merasa ingin menggambar untuk hari ini.
Ping ping ping ping ping ping ping
"Siapa sih?!"
Ku ambil ponsel dan memeriksa siapa gerangan yang mengganggu minggu pagi ku.
Notifikasi :
Hukum Netton
"Woi."
"Oiii."
"Oi oi oi."
"Lama bet kek siput."
"Woiii bogel."
"Istigfar dah ni gua."
"Woiii bangun woiii."
"Eta teh terangkan lah terang kan lah aaa..."
"Gua samperin juga ni."
"Woiii turun gua udah ada di depan gerbang."Setelah membaca pesan terakhir aku berlari pada balkon dikamar ku. "Mana?" ku alihkan pandangan kebawah mencari keberadaan Zarbika.
Hukum Netton
"Ke kanan."Ku alihkan padangan ke kanan dan benar saja ia sudah disana dengan menaiki sepeda.
Ku ketik pesan kepadanya. "Ngapai lu?"
Hukum Netton
"Turun."Aku menggeleng sebagai isyarat aku tidak mau turun.
Hukum Netton
"Turun atau lu bakal tau akibatnya.""Ga takut gua sama lu."
Aku menatapnya dengan menantang, ia membalas dengan senyum merehkan.
Hukum Netton
"Dibelakang lu ada putih-putih."
"Lumayan tinggi si."
"Ati-ati ya disana."Dengan cepat ku tengok kebelakang, memastikan apakah benar atau tidak. "Kok merinding ya?" ku rasakan angin yang berhembus dari belakang tengkuk.
Aku jadi teringat dengan film The Counjuring yang semalam ku tonton sendirian dilaptop, betapa seramnya sang valak yang muncul lewat lukisan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Avontur Rasa
Teen FictionMengerahkan seluruh usaha guna dipandang takdir. Bukan hal pasti nan mudah dalam melakukannya. Aku kerap ragu akan perasaanku. Gelisah terus membebani pikiranku. Haruskah bertindak atau diam. Zarbika Ibra, bagaimana aku bisa menghadapinya.