Keyakinan

17 2 0
                                    

"Gua ke taman sebentar ya." Rani berjalan melewati Stiz yang tengah menonton TV di ruang tamu.

"Lu mau ngapain?" Stiz bertanya pada Rani.

"Kepo."

"Gua ikut." Stiz mematikan TV lalu beranjak menghampiri Rani yang tengah mengikat tali sepatu.

"Ngapain sih lu? Udah lu jaga rumah aja. Ga lama kok gua."

"Bosen kalau ga ada lu. Hampa rasanya." Stiz mulai mendramatiskan suasana.

"Seriously?"

"Engga juga sih."

Rani memberikan tatapan tajam ke dalam mata Stiz. "Bercanda my princess." Cengengesan konyol kini terpancar diwajahnya.

Rani melangkah keluar menuju garasi untuk mengambil sepeda miliknya. Stiz berjalan mengikuti Rani seperti anak ayam yang mengikutinya induknya dari belakang.

"Kalau lu mau ikut. Lu lari ya." Rani memakai perlengkapan bersepedanya.

"Kok gitu?"

"Sepedanya cuman satu."

"Ya boncengan lah."

"Gua ga kuat boncengin manusia kayak lu."

"Gua yang bawa dah, lu yang jadi penumpang."

"Hmm..." Rani lamat berfikir jikalau dia dibonceng oleh Stiz. Terakhir saat Rani berumur sembilan tahun ia dibonceng oleh Stiz mereka berdua tersungkur ke dalam selokan.

"Ga ah."

"Emangnya kenapa?"

"Lu ga ingat? Kejadian delapan tahun yang lalu?"

"Oh... itu, gua ingat," Stiz menahan tawa saat mengingat kejadian itu.

"Udah ah, lu di rumah aja."

"Yaudah gua naik motor aja." Tutur Stiz dengan santai.

Rani memandang Stiz lalu beralih pada motor sport Stiz berwarna merah darah yang terparkir tepat di teras depan rumah Rani.

"Terserah lu." Rani berjalan menuntun sepedanya menuju pagar.

"Oiya. Pintu rumah tolong dikunci ya," Rani meminta tolong pada Stiz yang baru saja memakai helmnya. "Iya." Stiz menyetujui perintah Rani. Berjalan kembali menuju pintu lalu mengeceknya, mendorong pintu dan memainkan gagang pintu. "Loh? Kok kekunci?"Stiz menengokkan kepalanya menuju Rani namun hasilnya nihil. Rani telah lenyap dari sana. "Bagus. Gua dikerjain."

"Kena nanti lu ya, liat aja." Stiz menyalakan mesin motornya dan mulai menyusul Rani ke taman.

***

"Hey." Zarbika menyapa Rani yang baru saja sampai di taman komplek, ditambah dengan senyumnya, namun yang terukir bukanlah senyum yang biasa ia keluarkan hanya senyum canggung yang tampak disana.

"Hm." Rani mejawabnya dengan dehaman singkat tanpa ekspresi sedikit pun.

"Lu bawa sepedakan?" Tanya Rani to the point.

"Bawa." Zarbika menunjuknya dengan mengarahkan pandangan.

"Kita ngobrol sambil sepedaan aja."

"Hmm oke." Zarbika berdiri dari bangku taman mengambil sepedanya yang disenderkan di bawah pohon pinus.

"Ayo." Ajak Rani setelah melihat Zarbika yang telah menaiki sepedanya sambil melihat kebelakang apakah Stiz telah menyusulnya sampai kesini.

"Ayo," Zarbika mengikuti arah pandang Rani yang menengok beberapa kali kebelakang saat sebelum mangayuh sepeda dan saat sudah mengayuh sepeda seperti sekarang.

Avontur RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang