Zarbika Pov
Aku berjalan meninggalkannya yang hanya diam membisu setelah kunyatakan persyaratan yang harus ia lakukan, ia hanya berdiri disana seorang diri. Mungkin sedang berpikir keputusan apa yang harus ia ambil.
Setelah sekian beberapa langkah kumenengok ke arahnya yang masih berdiri pada tempatnya sedari tadi, dengan menundukkan kepalanya entah apa yang ia pikirkan saat ini. Apa begitu sulit untukmu menghabiskan waktu untukku? Entah mengapa terasa menyakitkan saat memikirkannya, hanya dia yang bisa membuatku tertawa setelah sekian lama, dan membuat dada ini terasa sesak saat melihatnya dengan pria lain.
Baru kaki ini ingin melangkah kembali namun langkahku terhenti karna sebuah tangan menarik pergelangan tanganku. "Lu mau ninggalin gua," ucapnya berbisik.
Aku membalik arah tubuhku kearahnya dan bisa kulihat ia sedang tertunduk lesu. "Sorry, gua udah buat lu kesel sama sikap gua yang kekanak-kanakan." Ucapku lembut. Ia yang awalnya menunduk perlahan memperlihatkan wajahnya.
"Sorry kalau gua egois, gua ga mau lu kenapa-napa, izinin gua buat jagain lu." Lanjut kataku.
Ia tidak menjawab dan aku tau arti dari kebungkamannya. "Oke, kalau lu mau kita end gapapa gua terima keputusan lu karna gua tau lu terpaksa nerima gua karna persyaratan konyol gua yang ga masuk akal itu," aku menarik nafas panjang sebelum melanjutkan kalimat.
"Dan sekarang gua bakalan nganterin lu pulang." Kuraih kunci rumahnya didalam saku jaket.
"Ni." Kuserahkan kunci rumahnya yang tadi kusimpan.
Ia mangambil kuncinya lalu dimasukannya ke dalam jaketnya.
"Masa udah mau pulang." Ucapnya tiba-tiba seperti tidak terjadi apa-apa.
"Tadi lu bilang apa? end? Emang lu pikir ini permainan PS yang bisa lu mainin sendiri dan lu putusin sendiri."
Apa? Tadi dia bilang apa? Gua ga salah dengar kan? Aku dibuat bingung dengan sikapnya sekarang.
"Entar aja kali pulangnya, ini masih sore. Besok juga libur." Lanjutnya kembali. Ia membenarkan pegangan tangannya yang awalnya hanya memegang pergelangan tangan berubah menjadi sebuah genggaman tangan antara aku dan dia.
"Beginikan lebih enak peganganya." Ucapnya sehabis membenarkan lalu tersenyum kepadaku.
Apa? Di-dia? Te-ter-senyum? Untuk ku? Dia semakin membuat ku bingung sendiri, sebenarnya apa yang sedang terjadi sekarang ini?
"Ayo kita naik bialalang, gua mau naik itu yayayaya pleaseee..." ucapnya memohon.
Tunggu. Barusan dia memohon? Sejak kapan ia meminta sesuatu dariku? Apa yang sebenarnya terjadi ya Tuhan...
Ia memukul lenganku menyadarkan ku dari rasa kebingungan ini. "Lu kok bengong si? Kesambet lu." Ucapnya seperti menahan emosi.
Ku jitak pada keningnya lalu ia mangaduh kesakitan. "Sakit bego."
"Ternyata lu waras." Ucapku tanpa sadar.
"Hah? Maksud lu apa?!" Hardiknya.
"Eh engga engga bukan itu maksud gua."
"Terus apa?"
"Kita masih pacaran?"
Ia hanya menjawab dengan dehaman sambil memaling wajahnya kearah lain. "Beneran?" Tanya ku lagi memastikan.
Namun yang ditanya hanya menjawab dengan dehaman kembali. Tanpa sadar aku tersenyum dengan jawabannya yang tidak jelas sebenarnya.
"Siapa nama cowo lu?" Tanya ku ingin menggodanya kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Avontur Rasa
Teen FictionMengerahkan seluruh usaha guna dipandang takdir. Bukan hal pasti nan mudah dalam melakukannya. Aku kerap ragu akan perasaanku. Gelisah terus membebani pikiranku. Haruskah bertindak atau diam. Zarbika Ibra, bagaimana aku bisa menghadapinya.