"Tunggu gua didepan rumah lu. Jam delapan. Jangan telat." Begitulah pesan yang ku terima darinya.
Selalu seperti ini. Dia selalu memerintah seenaknya. Emang aku ini pesuruhnya apa. Suatu saat nanti akan ku buat dia menuruti semua perintah ku.
Dan disinilah aku berada didepan gerbang. Tepat jam delapan. Menunggu sang pemerintah.
"Mana si jangkung? Udah jam delapan juga." Gerutu ku sendiri. Menengok ke kanan dan kiri mencari keberadaannya.
Kuraih ponsel yang ada di saku jaket, ku cari kontak Zarbika berniat untuk menelfonnya.
Tin. Tin. Tin.
Terdengar suara klakson motor dari kejauhan. Ku tengok ke arah kiri dan benar saja ia adalah Zarbika yang sedang mengendarai sepeda motor sport hitamnya dengan helm putih yang melindungi kepalanya.
"Akhirnya ojek online gua dateng juga." Kalimat pertama yang ku lontarkan setelah ia tepat berada dihadapan ku. Niatnya ingin meledek namun ia tidak merespon sama sekali.
Oke kalau gitu. Gua cuekin lu. Aku hanya berdiri disampingnya menunggu sampai ia berbicara.
"Ni." Ucapnya dibalik helm putih dengan kaca hitam yang menutup wajahnya. Ia menyerahkan helm berwarna senada dengan miliknya kepada ku.
Ku raih helmnya dan hanya ku pegang. "Pasang di kepala." Titahnya.
Aku pun menuruti perintahnya. "Udah."
"Naik." Titahnya lagi.
Aku menuruti perintahnya lagi.
Aku hanya berdeham sebagai respon."Udah siap?" Tanyanya. Aku hanya berdeham sebagai respon.
"Pegangan." Titahnya lagi.
Ni jangkung kebanyakan merintah. Emang dia presiden apa!? Merintah gua terus. Pegangan? No. Gua ga mau pegangan sama dia.
"Kok diam?"
"Gapapa."
"Pegangan."
"Ga mau."
"Pegangan. Nanti lu jatuh."
"Jangan ngebut lah lu bawanya."
"Lu mau panas-panasan."
"Ga lah."
"Yaudah makanya pegangan. Biar kita cepat sampai."
Dengan hati terpaksa aku memegang jaketnya. "Peluk."
"Lah. Ga mau gua." Hardik ku.
"Peluk."
"Ga."
"Peluk."
"Ga."
Dan tanpa aba-aba ia menge-gas motornya sehingga membuat ku hampir terjatuh jika tidak cepat memeluknya.
"Nah gitu." Ucapnya dengan nada kemenangan didalamnya.
Dengan perasaan kesal aku mengumpat sendiri. "Jangan komat-kamit. Emang lu dukun." Ledeknya.
"Udah jalan. Lama lu." Ucapku kesal.
Ku dengar dia tertawa. Senang sekali yaaa ngeliat gua kesel bin dongkol. Liat aja lu nanti, gua bales.
"Ayo kita jalan sekarang ya. Sayang."
Wait. Dia bilang apa? Sayang?
"Pegangan ya Rani March Ibra." Ucapnya dan memulai mengendarai motornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Avontur Rasa
Teen FictionMengerahkan seluruh usaha guna dipandang takdir. Bukan hal pasti nan mudah dalam melakukannya. Aku kerap ragu akan perasaanku. Gelisah terus membebani pikiranku. Haruskah bertindak atau diam. Zarbika Ibra, bagaimana aku bisa menghadapinya.