Kia pov*"Ya Allah tukarkan saja rasa sakit suamiku padaku ya Allah,biar aku saja yang merasakannya.. karna melihatnya terbaring lemah itu lebih menyakitkan dari apapun."
Buliran airmata jatuh begitu saja, pandanganku terasa kosong, demi apapun, aku tak sanggup melihat revan menanggung rasa sakit itu.."Mah...." aku bediri kesamping revan dengan mukenah yang masih kukenakan
"Kamu mau apa? Mau minum?"Hening
"Mamah papah pulang, aku yang nyuru mereka pulang, soalnya kasian dari bandung langsung kesini" revan sedikit menggerakan punggungnya,
"Mau duduk?" Tanganku sedikit menyentuh lengannya"Jangan......." hanya satu kata namun mampu membuatku diam mematung. Aku sedikit mundur dan melipat sejadahku, melepas mukenah
Revan pov*
Aku merasakan rasa pegal dipundakku,
"Mah..."
"Kamu mau apa? Mau minum?"
Hening
Huaa... kenapa selalu ada dia sih!
"Kenapa cuma ada wanita ini? Dimana mamah?" BatinkuRasanya aku ingin pergi jauh dari wanita ini, tapi kenapa ia begitu tahan dengan sifatku, sifat yang mungkin sangat asing menurutku, sifat yang timbul begitu saja setelah shila benar-benar pergi dari hidupku.
Dan laki-laki bajingan itu! Ia memanfaatkan kepolosan shila untuk rencananya, dan itu semua demi wanita ini!"Mamah papah pulang, aku yang nyuru mereka pulang, soalnya kasian dari bandung langsung kesini" aku sedikit menggerakan punggungku
"Mau duduk?" Tangannya sedikit menyentuh lenganku"Jangan.........." ucapku agak menjauhkan lenganku. Kulihat ia hanya diam mematung kemudian membereskan sejadahnya
"Elo terlalu naif kalau mikir gue bakal nganggap elo jadi istri gue" pergerakannya berhenti, beralih menatapku ia begitu cengeng sekarang
"Aku tau" ucapnya sambil berjalan kedekatku "aku tau itu!" Lagi-lagi tekanan kata-katanya menandakan kesakitan dirinya, aku mengerti, aku paham ia sangat tertekan dengan sikap dan sifatku. Tapi ini pelajaran, karena bagaimanapun aku korban dari pria keparat itu demi dia.
"terus kenapa masih berusaha untuk dianggap" jawabku santai
"Dianggap atau tidak tapi inilah kewajiban istri, aku berdiri disini karna allah"
"Memang kewajiban istri itu apa aja?" Aku menaikan alisku menatapnya, wajahnya berubah serius.
"Merawat, melayani dan mendoakan suami dengan baik"
"Kalau salah satunya gak elo kerjain dosa gak" ia hanya mengangguk, rasanya aku ingin tertawa melihat pipinya begitu merah
"Tapi urutan no.2 belum pernah gue dapat dari lo" tantangku lagi, pipinya tambah memerah, entah menahan tangis atau menahan malu karena terjebak sendiri dengan ucapannya
"Diam? Kenapa gak bisa jawab lagi? Jangan pernah nutupin semuanya dengan kalimat kewajiban istri. Karena elo belum seutuhnya ngerti arti dari kewajiban istri itu"
"Terus kamu mau apa"
"Gue mau shila"
"Sesempurna itukah shila dimata kamu? Apa yang dia buat sampe kamu gak bisa lepasin dia"
"Dia itu gadis impian, dia itu gadis idaman yang selalu buat gue taat dengan aturan Allah agar gue bisa berdoa untuk hidup bersamanya. Tapi semenjak allah gak ngabulin doa gue itu, rasanya gue males berdoa lagi"
"Astagfirullah, jadi ibadah kamu salama ini bukan tulus karena allah? Tapi karena shila? Ya allah"
"Gue tulus karena allah, tapiii.... ah sudahlah,kenapa gue mesti cerita sama lo" kenapa cerita mengalir begitu saja, ntah apa yang aku rasakan. Logikaku ingin marah, tapi tatapan senduh itu membuat aku melupakan logikaku, dia membuang nafas kasar dan menatap nanar kearahku, perlahan tapi pasti airmatanya mengalir deras
"Mungkin harga diriku sudah gak ada lagi didepan kamu, tapi percayalah, aku akan secepatnya menyadarkan kamu kalau yang kamu inginkan itu hanya obsesi. Aku akan memantaskan diri" aku tersenyum miring mendengar ucapannya
"Elo gak akan pernah pantas"Author pov*
Revan terlihat begitu angkuh, bahkan air mata kia tak membuat revan berhenti mengeluarkan kalimat-kalimat yang tajam.
"Semenjak nikah sama lo kehidupan gue berubah 180derajat, dan itu karena elo hadir dalam hidup gue sebagai perusak hari-hari gue"
"Dan kamu pikir nikah sama kamu gak buat hidup aku berubah? Aku gak pernah perduli dengan orang diluar, bahkan aku nyaris nutup diri aku agar aku selalu terlihat kuat. untuk menangispun aku tak pernah menampakan depan banyak orang. Dan sekarang? Kamu liat? Seberapa lemahnya aku didepan kamu? Seberapa peduli aku dengan kamu? Semuanya berubah revan!!" Kia benar-benar tidak bisa menahan amarahnya, bagaimanapun dia masih boleh membelakan?
"Dengan elo nangis gini bisa buat gue simpati sama lo? Enggak kia, gak akan bisa"
Kia tersenyum miris "dengar kamu manggil kia aja buat hati aku sedikit hangat. Karena semenjak kamu sadar kamu nyebut nama shilla terus" lirih kia nyaris tak terdengar
"Karena dia yang gue harapkan ada disini"
"Tapi nyatanya yang diharapkan gak ada kan?"
"Stop!gue muak dengan airmata elo! Gue muak dengan kepedulian elo. Setelah apa yang elo dan bajingan itu lakuin ke gue dan shilla"
"Bajingan? Reza bukan bajingan. Dan aku gak tau apa-apa tentang itu"
"Cuuiihh... bullshit!!!" Revan memalingkan wajahnya
"Van, aku gak tau apa-apa. Aku ngak tau apa yang reza lakuin van. Percaya sama aku" kia mendekat dan menyentuh tangan revan menyakinkan. Tatapan revan tetap fokus kedepan, tak ada kata yang keluar lagi hingga dokter masuk untuk memeriksa
Berada didekatmu itu menurutku adalah hal yang paling menakutkan, takut kehilangan
Takut tak diperhatikan
Takut terlihat tak sempurna
Yang lebih parahnya lagi takut tak dianggapMencintaimu itu seperti menulis diatas kaktus
Sulit,
Perih,
Dan Mustahil...Airmata bukanlah tanda lemah
Tapi bukti ketulusan yang tak terbalaskanVote+comment, please!
Typo bertebaran, maaf gak sempet revisi lagi
KAMU SEDANG MEMBACA
cinta khayalan
Spiritualmenghayal? mungkin terdengar manusiawi.. tapi bagaimana jika khayalan itu menjadi nyata? "apakah wanita hina sepertiku bisa mendapatkan imam yang mampu memperbaiki jalan hidupku?" ~ adzkiyah humairah "aku menginginkan dia, dia begitu sempurna dimat...