part 33

1.3K 60 2
                                    

Ttiiiinnn..... tiiinnn....
"Nunggu siapa shil?"
.....
Hening.. shila mengalihkan pandangannya kalau saja taksi muncul, namun nihil. Laki-laki itu sudah turun dari mobil dan menghampiri shila, membuat shilla mundur beberapa langkah kebelakang
"Van, gak enak kalau ada yang liat nanti"
"Aku gak ada niat apa-apa, aku cuma nanya kamu nunggu siapa disini?"
"Nunggu taksi"
"Oh... mau pulang?" Shila kembali menunduk dan mengangguk, entah kenapa shila sangat resah berhadapan dengan revan. Takut dilihat orang atau yang lebih parahnya dilihat reza?
"Bareng aku aja gimana?

"Haa? Ngg nggak usah"
"Gak papa, Kamu gak usah takut, hubungan aku dengan kia sudah membaik, rencananya aku mau beli rumah lewat komplek rumah kamu. Jadi sekalian lewat" revan berusaha menjelaskan niat baiknya, walaupun sebenarnya hati tidak bisa bohong
"Kamu beli rumah?"
"Iya.. udah nikah gak enaklah tinggal diapartement terus. Kalau sendirian gak papa" shilla sedikit tersenyum lega dan mengangguk.
"Mau bareng gak ni?"
"Boleh"

Heningg..... didalam mobil suasana menjadi dingin, tak ada kata awalan yang muncul. Deruh mesin membuat suara paling dominan saat ini

Revan pov*

Jujur, aku bahagia bisa duduk bersampingan dengan shila. Tapi aku harus tau diri. Ada hati yang harus aku jaga.
Tujuan kukekantor tadi hanya mengantarkan surat risgh, karena mulai saat ini aku yang akan mengantikan posisi papah, mengurusi semua perusahaan papah. Dulu aku selalu menolak gabung diperusahaan papah, karena kerja dalam perusahaan orang tua itu seperti anak bawang, gak ada tantangan dan rintangan tapi tetap menang.

"Jadi kapan kamu pindah kerumah baru?" Suara shilla memecahkan keheningan
"Belum tau kapan, yang pasti secepatnya. Kia juga belum aku kasih tau,biar jadi kejutan"
"Ohh... jadi kamu kekantor tadi ngapain?"
"Ngantar surat risigh, aku gantiin papah diperusahaan"

"Nah... kenapa gak dari dulu aja van,"
"Gaklah,gak ada tantangannya"
"Emang sekarang ada tantangannya?"

"Wahh... berat banget tantangannya, hahaah"

"Gak papalah, kan kia juga ngerti urusan kantor. Bisalah suami istri duel dalam urusan kantor"

"Bisa aja kamu, udah.. nyampe ni"

"Tapi duelnya dikantor aja, kalo dirumah lain cerita yaa, hehehe. Makasih ya van tumpangannya aku masuk, assalamualaikum"

"Waalaikumsalam"

*******

Author pov*

"Assalamualaikum.."
"Waalaikumsalam, masuk aja van mamah ditaman" revan menghampiri mamahnya dan mencium tangan mamahnya, kebiasaan ini yang sering membuat selli tersenyum. Ajaran papah yang selalu melekat dalam diri revan sampai saat ini
"Kia mana mah?"
"Dikamar, cuma nganter surat pengunduran diri lama banget? Sampe tengah hari lho"

"Revan tadi nganterin shilla pulang dulu" wajah seli berubah datar
"Tapi mamah jangan salah paham dulu, revan kesana mau ngecek rumah kebetulan lewat rumahnya shila, dianya juga lagi nunggu taksi, yaudah sekalian"
"Kamu masih ada rasa sama dia?"
"Mahh... kok mamah berubah serius gini sih?"
"Gak usah ngalihkan pembicaraan kamu van"
"Mah... revan juga manusia, jujur rasa itu masih ada. Tapi revan pasti bakal berusaha ilangin mah, revan udah janji sama papah, revan gak mau buat papah sedih disana"
"Bagus kalau kamu ngerti"

"Mahh..... "

"Sudahlah, ayo kita makan. Kamu panggil kia dikamar"

"Makanannya udah kia siapin, ayo kita makan" kepala revan refleks beputar kebelakang, melihat sosok wanita yang berdiri sempurna diambang perbatasan antara taman dan dapur

"Kia... kia aku bisa jelasin. Semuanya gak kayak yang kamu denger ki"

"Apaan sih van? Denger apa? Aku gak denger. Udah makan yuk, mahh... ayoo"

"Ki...."

"Nanti aja kita omongin dikamar, jangan ngomongin masalah depan makanan, sekarang kamu makan ya. Aku sama mamah tadi masak semur ayam"

Kia pov

Apa yang kalian rasakan ketika tau ternyata suami kalian sedang berjuang mati-matian menghilangan rasa cintanya pada perempuan yang sangat ia cintai hanya demi janji. Terlebihnya lagi ia baru saja mengantar perempuan itu pulang, secara otomatis mereka pasti ngobrol, pandang-pandangan?
Membayangkan saja hatiku terasa nyeri.

"Kiaa.. sayangg" cepatku hapus airmata yang seenaknya turun begitu saja tanpa melihat lawan bicaraku
"Kia.. aku bisa jelasin yang tadi, kamu jangan salah paham dulu" revan duduk tepat disampingku, berusaha meraih jemari yang kugunakan untuk menghapus sisa-sisa airmata
"Jelasin apa sih van, aku gak dengar apa-apa tadi" kulihat wajah revan, ia menatap kedua mataku senduh, mengelus pipiku dengan telunjuknya. Mataku terpejam menikmati kenyamanan yang tercipta saat ini, perlahan tubuhku ditarik dalam peluknya. Isakan terlepas begitu saja dari bibirku,

" kenyamanan ini? Raga ini? Bahagia ini? Apa boleh aku memilikinya selamanya?"

"Semuanya milik kamu, dan selamanya tetap akan jadi milik kamu"

"Tapi kenapa? Kenapa gak ada rasa sedikit saja untuk aku van?"
Heningg.... tak ada jawaban apapun yang kudengar dari mulutnya, memang benarkan? Hati revan milik shila seutuhnya! Aku ingin menjerit, memukul revan kuat-kuat! Ia membuat aku berharap akan sikap manisnya beberapa hari ini, tapi apa? Dia gak berani jawab sedikitpun jika ditanya soal hati.
"Kenapa diam?" Aku mendorong kuat dadahnya menjauh dariku "gak bisa jawab?! Takut aku sakit hati? Aku udah sakit duluan van!"

"Kia..  dengerin aku dulu"

"Apa yang harus didengerin? Penjelasan kamu yang lagi berusaha menghapus cinta kamu tapi gak bisa? Bullshit tau gak!"

"Istigfar ki, aku ini suami kamu. Bisa kamu bicara sedikit sopan?" Aku meluruh kelantai, entah setan apa yang sudah memasuki tubuhku hingga seperti ini. Biasanya aku lebih diam dan menangis dalam diam, tapi saat ini, rasanya aku ingin meluapkan semuanya didepan revan.
Revan menghampiriku dan mengangkat tubuhku duduk diatas kasur, sedangkan ia duduk dilantai sambil memegang tanganku.

"Sekarang udah bisa denger aku? Aku mohon! Lupakan itu, aku ingin kita mulai Dari nol. Tadi itu gak ada niat lain kecuali kasian, karena hampir setengah jam taksi gak ada, shila tadi dari kantor ngantar berkas ayahnya. Aku nganter dia karenaa...."

"Pengen ngobrol berduaan"

"Heii.... gak gitu, aku juga kebetulan mau lewat komplek rumahnya"
"Kamu pikir aku bodoh van. Rumah  mamah beda jalur dengan rumah shila, apartement? Kejauhan dari apartement itu"
"Iya, aku mau..."

"Sudahlah.." aku muak dengar penjelasan revan, ia seakan sedang mencari alasan. Tapi sayangnya alasannya sangat tidak masuk diakal

"Beli rumah" aku kembali menoleh, aku menatapnya bingung, lagi-lagi ia menarik tanganku agar kembali ketempat semula

"Aku mau beli rumah buat kita, buat kita mulai dari nol lagi, buat kita belajar mandiri dan buat kita bagun rumah tangga kita secara sempurna dengan anak-anak kita nanti" tiba-tiba nafasku tercekat mendengar penuturannya "sebenernya aku mau ngasih kamu kejutan nanti pas ulang tahun kamu, tapi kamu nya keburu ngambek"

"Yang aku butuh cinta bukan rumah"

"Hargai proses aku ya sayang, aku janji cinta itu akan hadir secepatnya"
Aku terdiam menatapnya, laki-laki didepanku ini berubah manjadi malaikat yang selama ini aku dambakan. Apa itulah sebenarnya atau hanya sebuah rangkaian agar hatiku tidak tersakiti lagi?


Kita tidak pernah tau isi hati seseorang
Mulut? Bisa saja berucap
Hati bisa saja bicara dalam diam
Mata bisa saja membenarkan semuanya

Semuanya tergantung kita,
Menetapkan hati untuk percaya atau ragu

Sorry for typo

Vote+comment, please!!

cinta khayalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang