part 31

1.3K 60 14
                                    

Cahaya menerobos masuk lewat celah jendela, mata kia sedikit berkedip mengumpulkan kesadarannya, memicingkan sebelah matanya mengintip cahaya yang masuk. Jam sudah menujukan pukul 8 tapi rasanya malas sekali bergerak dan itu artinya kewajiban shubunya tertinggal kali ini

"Aauuhhh.. "kia meringis menahan rasa ngilu ketika hendak duduk
"Sakiitt?.." wajahnya berubah tegang seketika sambil menoleh kesumber suara yang berasal dari kamar mandi. Perlahan revan mendekat dan duduk disisi kasur lebih tepatnya disamping kia.

"Mau digendong?" Mata kia masih terpaku pada sosok revan disampingnya saat ini. Ia terlihat sangat fresh setelah mandi, rambut basahnya membuat aurah sexynya keluar

"Eemhh... engg nggakk," kia menggeleng dan membuang pandangannya, tak ingin lama-lama terperangkap oleh pesona revan. secepat kilat kia menghindar. Namun gagal, rasanya begitu nyeri,sakit. Lagi-lagi ringisan keluar dari mulut kia.
Revan tersenyum menatap gerak geriknya "Sini aku gendong"

"Gak mauuu!"

"Sok jual mahal banget sih, gak inget tadi malam udah aku sentuh semuanya"

"Apaan!! Sanaa!!" Wajah kia berubah merah padam

"Udah berani sama akuu yaa!" Revan memainkan jari-jarinya seakan ingin menggelitiki, kia berdiri dan berlari dari kasur. Revan tak tinggal diam, ia ikut berdiri dan memeluk kia dari belakang sambil menggelitiki kia hingga mereka terdorong lagi keatas kasur
"Van... ampunn.. hahaha am pun" kia terpingkal begitu saja tanpa mengingat apa saja yang telah terjadi antaranya dan revan "ampunnn" revan menghentikan gelitikannya setelah ia maupun kia merasa lelah. Mata mereka saling menatap sambil bertukar oksigen.
"Masih sakit?" Kia menunduk dan tersenyum malu
"Yang makein aku baju siapa?"
"Mang tatang  hahaha" lagi-lagi mereka tertawa melupakan sejenak masalah apa yang terjadi.
"Kok mang tatang gak sopan makein aku baju gak dipakein daleman lagi" revan terbahak menanggapi ucapan kia, sepertinya saat ini kia sudah mulai enjoy dengan perubahan sikap revan.

Revan pov*

Heniingg....

Tatapanku belum lepas dari binar matanya, masih saling menatap dan memeluk, ketulusan begitu jelas dimatanya. bodohnya aku terpaku dalam anganku untuk memiliki shila, wanita yang selalu kuanggap sempurna. Tapi aku sadar, disini aku ditakdirkan untuk menuntun tulang rusukku, memperbaikinya dan menjaganya.
perlahan kudekatkan wajahku, sedikit membuatnya geer tidak ada salahnya, benarkan? Matanya terpejam seakan rela saja apa yang akan aku lakukan...

"Ya allah mungkin hanya ini makhlukmu yang paling bau" ucapku sambil menutup hidung menggunakan jempol dan telunjuk, membuat kia sadar dan membulatkan mata

"Jaahhhaatt! Pergi sana"

"Hahahaa..  berharap dicium yaa??"

"Enngggakkkkk"

"Ngaku aja dehhh!! Emang tadi malem belum puas ya?😅😅😅"

"Terserah kamu deh!!" Wanita itu berdiri dan melarikan diri kekamar mandi, membanting pintu begitu saja.. hahaha mungkin dia tidak kuat dengan godaanku yang bertubi-tubi. Wanita itu sangat lucu, pipinya begitu merah. Gemes!!

Hampir 30menit aku menunggu kia, tapi pintu kamar mandi belum juga menandakan kalau orang didalamnya akan keluar.

"Heboh banget sih van diatas, ada apa?" Pertanyaan itu yang pertama kali aku dapat ketika turun  kemeja makan
"Gak papa ma, asik aja godain kia"

"Mamah harap kamu bisa nepati janji kamu sama papah. Supaya papah gak disiksa disana karena salah didik anaknya" wajah mamah berubah serius, sedangkan aku terdiam seribu bahasa, kesalahan besar yang kuperbuat selama ini sudah cukup jadi siksaan papah disana, aku akan menjadi revan yang dulu, aku akan menjaga perintahNya lagi.
Belajar mencintai orang yang begitu tulus mencintaiku dalam diam selama ini.

"Pagiiii"

"Eh kiaa... udah mandi"

"Udah mah, mamah mau masak apa? Kia bantu"

"mamah capek banget ki, gak usah masak ya, tadi mamah udah beli sarapan diluar, makan gih ajak revan sekalian. Paling tante riana bentar lagi dateng mau nyiapin bumbu untuk makanan yasinan malem ini" kia hanya mengangguk dan tersenyum menanggapi mamah, sedangkan aku masih setia dengan keterdiamanku.

"Mau makan gak?"

"Maulahh, kan habis olahraga tadi malem. Jadi laper" sepertinya aku tidak bisa kalau tidak menggodanya sebentar saja

"Makan semen mau?!"

"Idihh.....sekalian aja sama krikilnya"

"Iyaa... biar dijadiin rumah!!"

"Gak papa, yang penting mah bisa lindungin kamu, EAAKK"

Kia pov*

Jujur saja aku sangat heran dengan perubahan sifat revan, ia sangat sering membuatku tersipu malu sekarang.

"Van...." aku menghentikan aktivitas mulutku sejenak menatap revan yang masih lahap tanpa memperdulikan suaraku
"Revann....."

"Hmm... makan gak boleh ngomong"

"Lahh... itu ngomong"

"Kenapa hmm?"

"Aku boleh nanya gak?"

"Boleh aja, sanggup bayar berapa?" Kini revan menjauhkan piringnya yang sudah kosong
"Serius"

"Iya deh. Apa?"
"Sebenernya papah kenapa bisa jantungan, maksud aku kan pasti ada penyebabnya" wajah revan berubah sendu, membuang nafas kasar dan mengalihkan pandangannya
"Penyebabnya apa van?"
"Akuu" aku menaikan sebelah alisku, apa maksudnya aku? Dia? "Aku yang menyebabkan papah jantungan, lebih tepatnya kelakuanku"

"Aku gak ngerti"
"Papah tau dari bian, dia cerita semua sama papah kejadian dari awal malam pertama kita sampai kamu dibawah reza. Papah marah besar dan datang keapartement tanpa ngasih kabar, dan yang lebih parahnya lagi pas papah datang shila juga disitu"

"Shila? Diapartement? Kamu bedua disi......"
"Tunggu dulu, aku belum selesai. Aku memang datang kerumah shila buat nanyain keberadaan reza, dan dugaan aku benar kamu diculik reza"

"Kenapa kamu bisa menduga seperti itu?"
"Karena saat malam kamu hilang tu bian datang keapartement ngasih tau kalau reza yang bawak kamu kerumah sakit. Aku cari kerumah sakit dan keliling gak ada. Jadi besok paginya aku putuskan ketemu shila, dan benar. Reza juga gak ada kabar"

"Terus kenapa kamu bawa shila keapartement? Kalian bedua aja" entah kenapa, terbesit rasa ngilu ketika mendengar revan membawa perempuan lain masuk saat apartement kosong

"Niatnya mau cari kamu, tapi hp aku tinggal. Karna inget mamah sama papah mau pulang hari itu jadi aku putusin buat ambil hp dulu diapartement, jadi gak susah jemputnya kalau mereka sampai bandara." Revan menjeda ucapannya "tapi semuanya terjadi begitu saja, papah sama mamah malah minta jemput sama bian dan ngambil mobil disini" revan memijat pelipisnya, aku paham rasa bersalahnya, penyesalannya dan bahkan aku merasakan kekecewaan pada dirinya sendiri
"Aku udah janji sama papah buat jagain kamu"
"Van....  kalau kamu benar-benar mencintai shila, perjuangkan dia. Dia memang pantas diperjuangkan" aku menggenggam tangan revan, tak ada balasan dari revan, ia hanya memberi tatapan yang sulit diartikan
" ketika aku mau belajar mencintai kamu, kenapa kamu malah nyuruh aku memperjuangkan dia?"
"Karna dia pantas diperjuangkan"

"Apa kamu rela aku poligami?"
aku menunduk menahan air mataku, istri mana yang mau dipoligami walau surga sekalipun jaminannya, tak ada yang benar-benar ikhlas. Jujur, sakit..tanganku terangkat hendak menghapus airmata namun ditahan revan, "jawab aku! Apa kamu ikhlas dipoligami?"

"Aku ikhlas" mulutku kaku, aku menyesal mengucapkan 2 kata sialan itu.  air mataku benar-benar tidak dapat ditahan lagi, mereka mengalir beriringan.
"Shila memang pantas diperjuangkan, tapi kamu.. kamu lebih pantas dipertahankan" revan menarik daguku agar menatapnya, mengecup kedua mataku dan mengelus pipiku menghapus sisa airmata

Tulus itu ikhlas
Ikhlas itu tulus

Ketika tak ada kata lagi yang mampu terucap,
Langkah tak mampu lagi bergerak

Biarkan takdir bermain sendiri
Hingga permainan itu membawa kita kelevel berikutnya sampai ending

Sorry for typooo,,

Author juga manusia


cinta khayalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang