3 - Nana?

85 10 0
                                    

Pagi ini cukup mendung.

Laki-laki dengan tas ransel berwarna abu-abu itu melangkahkan kakinya dengan terburu-buru setelah turun dari angkutan umum. Sesekali dia berhenti untuk sekedar mengatur nafasnya.

Pagi ini dia bangun cukup terlambat, mungkin karena kelelahan pada hari MOS yang terakhir. Sebagai laki-laki, dia memiliki tubuh yang terbilang lemah. Dia seringkali sakit hanya karena kelelahan. Tetapi itu tidak membuat semangat laki-laki ini hilang. Demi membahagiakan orangtuanya, dia rela sakit berkali-kali. Meskipun orangtuanya terbilang sangat berkecukupan, sebagai anak tunggal, dia cukup tahu diri. Siapa lagi yang akan membahagiakan orangtuanya kalau bukan dia sendiri? Maka dari itu, laki-laki ini selalu bersemangat.

Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah. SMA, ya, dia sudah menginjak SMA. Tidak menyangka, padahal sepertinya baru saja kemarin dia menduduki bangku SMP. Waktu memang berjalan begitu cepat.

Saat hendak menyebrangi jalan untuk menuju halte bis diseberang sana, tiba-tiba dari arah kanan, ada sepeda motor yang melaju kencang dan menyerempetnya hingga terjatuh. Laki-laki itu menatap nanar bapak-bapak pengendara motor yang tadi menyerempetnya.

"Heh, Dek! Kalo mau nyebrang tuh liat-liat dulu!"

Bapak-bapak itu malah memarahinya. Padahal dia sudah menengok kanan-kiri, bapak-bapak ini saja yang ngebut di jalanan.

"Woy! Jangan kabur lo!"

Suara teriakan khas seorang perempuan mengagetkan pengendara sepeda motor itu, bapak-bapak tersebut langsung melajukan motornya dengan sangat kencang.

Laki-laki itu hanya mendongakkan kepalanya memperhatikan seorang gadis yang kini berdiri di dekatnya dengan berkacak pinggang.

"Sialan! Kalau ketangkep, udah gue beri pake jurus Taekwondo tuh orang!"

Laki-laki itu terkekeh melihat gadis yang kini sibuk memamerkan jurus Taekwondonya. Mungkin dia memang anak Taekwondo.

"Eh? Lo gak apa-apa?" gadis itu kini berjongkok didepannya. "Aduh, ini lutut lo berdarah tau" lanjutnya ketika melihat luka yang cukup lebar di lutut si laki-laki.

Gadis itu merogoh sesuatu didalam tasnya, kemudian ia mengeluarkan kotak kecil yang sepertinya berisi plester, obat merah, perban, dan alat-alat pertolongan pertama lainnya. Gadis itu menempelkan plester pada lutut laki-laki didepannya dengan penuh kehati-hatian. Terdengar ringisan tertahan dari laki-laki itu.

"Udah selesai. Sini gue bantu berdiri" ucap gadis itu seraya menarik tangan laki-laki didepannya dan membantunya berdiri.

"Makasih" ucap laki-laki itu dengan senyuman canggung di wajahnya. Dia sama sekali tidak mengenal gadis ini, tetapi gadis ini sudah baik sekali mau menolongnya.

"Sama-sama" balas gadis itu dengan senyuman lebarnya.

Sejenak laki-laki itu terpaku ketika melihat senyuman dari gadis di hadapannya. Kalau boleh jujur, memang gadis ini tidak cantik. Tapi sungguh, senyuman gadis ini adalah senyuman termanis yang pernah ia lihat setelah senyuman milik Ibunya.

Gadis itu memperhatikan laki-laki didepannya dengan seksama. "Ternyata lo satu sekolah sama gue. Tapi kok gue baru liat lo, ya?"

Laki-laki itu mengusap tengkuknya, tanda bahwa dia sedang gugup. "Gue...baru. Maksudnya, gue anak kelas sepuluh. Lo sendiri?"

Gadis itu menganggukkan kepalanya paham. "Jadi lo adek kelas gue, toh?"

Laki-laki itu menautkan alisnya. "Lo kakak kelas ya? Eh--sorry, Kak." ucapnya dengan nada tidak enak setelah menyadari bahwa gadis didepannya ini adalah kakak kelasnya.

Younger // Mark Lee Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang