I'm Sorry

129 26 1
                                    

"Bagaimana hubunganmu dengan gadis itu? Sepertinya kurang baik, karna kau terlihat murung akhir-akhir ini." ujar Tn. Lee, saat mereka makan bersama.

Mark hanya diam, ia tak memperdulikan ocehan ayah kandungnya itu. Lagipula ia malas menjawab pertanyaan ayahnya itu, karna ayahnya pasti lebih tau dari siapapun tentangnya. Karna itulah kemarin Saeron ada disini, ayahnya itu pasti telah mengawasi Saeron.

"Kenapa tak menjawab? Apa Appa salah?" tanya Tn.Lee sambil menatap Mark yang tak sedikitpun mengubah ekspresinya, membuat Mark terdiam.

"Kau pasti sudah tau semuanya, tanpa perlu bertanya padaku." ujar Mark, datar.

"Ah, apa salah aku bertanya pada anakku sendiri tentang pacarnya itu?" tanya Tn. Lee, membuat Mark menatapnya.

"Dia bukan pacarku, dia juga bukan temanku." ujar Mark, dingin.

"Ah, begitu rupanya. Wah, aku salah telah menilai, anakku ini sudah dewasa rupanya." ujar Tn. Lee, tersenyum.

Mark menatapnya, tajam. "Dia bukan temanku, aku tak mau berteman dengan gadis berisik itu." ujarnya sambil beranjak dari duduknya, lalu pergi meninggalkan Tn. Lee yang tersenyum sinis menatapnya.

"Dia akan jadi senjata untuk mengendalikanmu, Mark." ujarnya, pelan.

***

Mark menutup bukunya yang sejak beberapa jam yang lalu dibacanya, ia menghela nafas pelan. Ia menatap nakasnya, lalu mengambil ponselnya. Ia menatap layar ponselnya yang menunjukkan no ponsel Haechan, teman pertamanya.

Ia memeriksa pesan yang dikirimkan Haechan, sejak mereka resmi jadi teman. Ia tersenyum, saat Haechan mengomel karna pesannya hanya dibaca atau balasan darinya begitu singkat.

"Dia ini pria atau bukan, sih? Mengirim pesan sebanyak ini, apa dia punya perusahaan pulsa?" gumamnya, sesekali ia tersenyum.

Ia menghela nafas, lalu memegang bibirnya yang sedikit terluka karna pukulan teman pertamanya itu. Ia merasakan Haechan tulus padanya dan Saeron, pria itu mendukungnya bersama Saeron. Hanya saja ia belum siap untuk membuka hati, apalagi ayahnya juga sudah mulai menggunakan gadis itu untuk menekannya.

Mark menutup wajahnya, ia menggigit bibirnya pelan. "Apa yang harus kulakukan untukmu, Sae? Aku tak bermaksud membuatmu menangis, aku benar-benar tak ingin membuatmu terluka. Berada di dekatku hanya akan membuatmu menderita, bahkan aku juga tak berani menghubungi Haechan karna takut dia mengetahui semua ini."

***

Mark memasuki kelasnya dengan wajah datar dan tak tersentuh miliknya, membuat semua penghuni kelas sedikit menjaga jarak padanya. Seperti biasa, Saeron tampak menutup matanya, padahal hari masih pagi.

Mark memperhatikan Saeron diam-diam, meskipun matanya tak lepas dari buku yang dibacanya. Haechan menyadari hal itu, rasa bersalah kembali menghantuinya. Pria itu beranjak dari duduknya, lalu menghampiri Mark.

"Mark, kamu gak papa kan?" tanya Haechan, saat ia sudah ada dihadapan Mark.

Mark hanya bergumam, pelan.

"Aku... Mau minta maaf soal yang kemarin, aku emosi." ujar Haechan, yang dijawab gumaman pelan Mark. "Semalam aku mau nelpon buat minta maaf, tapi kupikir kamu butuh waktu sendiri."

Mark menghela nafas, lalu menatap Haechan. "Saya udah maafin kamu, bisa gak kamu pergi?" ujarnya, tajam.

Haechan menghela nafas, lalu menyodorkan minuman untuk Mark. "Maafin aku ya, aku udah beliin minuman ini buat kamu."

Mark menatap minuman itu, lalu menghela nafas. "Saya gak butuh, kasih ke yang membutuhkan aja." ujarnya, pelan.

"Maksud kamu,..."

Mark menatap Haechan, kesal. Haechan kembali mengambil minuman itu, lalu berjalan menghampiri Saeron. Mark kembali membaca, sebenarnya pura-pura tak peduli.

"Sae, bangun! Saeron, Kim Saeron..." ujar Haechan, sedikit berteriak.

Saeron bergumam, malas. "Apaan sih, Chan?"

Haechan menyodorkan minuman yang tadi akan diberikan pada Mark, membuat Mark meliriknya. "Ini, dari Mark." ujarnya, lalu ia bergegas menuju kursinya.

Saeron yang tadinya malas-malasan membuka matanya, dia menatap Mark yang duduk disampingnya. Pria itu tampak tak melakukan apapun, Saeron menatap Haechan yang pura-pura mengobrol dengan yang lain.

"Aku gak butuh ini, maaf." ujar Saeron sambil menyerahkan minuman itu pada Mark, membuat Mark menatapnya.

"Emang siapa yang ngasih? Bukan saya kok, tapi Haechan." ujar Mark, tak perduli.

"Katanya ini dari kamu." ujar Saeron, membuat Mark menatapnya.

"Saya gak bilang kasih kamu, saya bilangnya kasih ke yang lebih membutuhkan. Itu bukan salah saya dong, itu karna Haechan..."

Dugh!!!

Dengan kasar, Saeron menaruh minuman kaleng itu ke meja Mark. "Kamu pikir, setelah apa yang kamu lakuin, aku takut sama kamu?" ujarnya, membuat Mark menghela nafas.

Mark tersenyum, lalu dia berdiri membuatnya berhadapan dengan gadis kurus itu. "Kenapa? Kamu gak terima saya tolak, hah?"

"Tolak? Yang bener aja, dari awal aku gak pernah suka sama kamu, aku gak caper sama kamu, aku gak pernah..."

"Tapi kamu sekarang mulai suka kan, sama saya?" tanya Mark, membuat Saeron terdiam. "Kenapa? Kamu kaget, saya tau?"

Saeron menghela nafas, pelan. Ia membuang muka, lalu menatap Mark lagi. "Aku--"

"Kamu suka sama saya, kamu baper sama saya, kamu jatuh cinta sama saya, karna itu kan kamu marah sama saya?"

Saeron terdiam, lalu tersenyum. "Kamu kebanyakan baca buku atau gimana sih? Atau kamu suka nonton drama?"

"Bukannya kamu yang suka sama begituan? Kamu pasti mengharapkan saya jadi tokoh drama-drama itu, kan? Sama kayak harapan mereka, mereka lagi nonton drama yang kita buat. Iya kan?"

Saeron menatap Mark, tatapannya menajam. "Kamu manusia dengan tingkat kepedean yang tinggi, Tn. Lee, hati-hati sama itu." ujarnya sambil menabrak bahu Mark, lalu meninggalkan kelasnya.

"Sae, mau bolos lagi?" tanya Yeri, tapi Saeron tak memedulikannya.

Mark memasang wajah datar kembali, lalu ia duduk dikursinya. Ia mengambil headphone, lalu menempelkannya dikedua telinganya. Dengan kasar, ia kembali membuka bukunya. Maaf, tapi kamu harus menjauh dari saya.

PROMISE (ft. Sherly Diah) (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang