10 - Confession

113K 3.4K 54
                                    

Anne lelah menunggu. Ia harus terus menerus memasang senyum di wajahnya ketika berhadapan dengan banyak orang. Apalagi ketika Charles mengenalkannya pada orang-orang dari universitas lain yang juga anak football. Ia harus tersenyum seperti patung lalu diam mendengarkan ocehan mereka yang tidak dimengerti oleh Anne.

Tampaknya Sydney memang tidak hanya terkenal di kalangan universitasnya. Buktinya saja banyak anak universitas lain yang berkeliaran di pesta ini.

Demi apapun juga Anne sangat bosan sekarang. Charles sibuk mengobrol begitupun dengan Emma. Bukannya ia tak suka mengobrol, hanya saja topik yang sedang mereka bahas tidak menarik perhatian Anne. Contohnya saja Charles yang membahas football dan Emma yang membahas clubbing bersama teman-teman yang lain.

Berbicara tentang Emma dan clubbing, kedua hal itu memang tidak bisa dipisahkan. Anne sendiri tidak mengerti mengapa Emma menyukai clubbing, sama halnya seperti Emma yang tidak mengerti mengapa Anne tetap melanjutkan perselingkuhannya.

Pukul berapa ini?

Oh, benar.

Anne harus pergi sekarang. Ia sudah berjanji akan menemui Julian. Tapi Charles masih mengobrol asyik dengan teman-temannya. Anne tidak mau mengganggu.

Anne memanggil Emma pelan dengan menyentuh lengan perempuan itu "Emma"

Emma mengangkat alisnya

"Aku akan menemui Julian. Apabila Charles bertanya katakan saja padanya bahwa aku pergi ke toilet" bisik Anne. Emma mengangguk paham dan memberikan jempolnya.

"Thank you, Em. Aku berhutang banyak padamu" ucap Anne

Wanita itu kemudian berjalan melewati banyak orang menuju ke ujung hall. Dimana terakhir ia melihat Julian berdiri disana.

Tidak ada. Dimana laki-laki itu? Anne sama sekali tidak melihat jejak keberadaan Julian di sekumpulan manusia di dalam hall ini.

Wanita itu akan mengambil handphonenya ketika sebuah tangan menariknya.

Anne hampir saja teriak jika ia tidak menyadari bahwa orang yang menariknya adalah Julian. Laki-laki itu menariknya melalui pintu yang menuju balkon kecil di ujung hall.

"Kau membuatku terkejut" gumam Anne menenangkan jantungnya

"Maaf" Julian terkekeh sembari menunjukkan rentetan giginya.

Anne mengikuti pandangan Julian "Apa yang kau lakukan disini di saat semua orang berpesta di dalam"

"Memandang langit" Julian menjawab singkat

"Lebih tepatnya memandang warna langit" Laki-laki itu meralatnya

"Warna langit? Kenapa?" Perempuan itu melipat kedua tangannya. Angin malam mulai menyalurkan dinginnya melalui lengan dan punggungnya yang terbuka.

"Karena warnanya mengingatkanku pada gaunmu" jelas Julian

Anne sontak menoleh ke bawah melihat warna gaunnya kemudian mendongak ke atas dan membandingkannya dengan warna langit malam.

"Kau benar. Warnanya sama" gumam Anne.

"-hanya itu alasannya?" tanya Anne kemudian. Julian mengangguk membuat Anne terkekeh.

Anne tau Julian merasa bosan. Namun laki-laki itu tidak mengatakannya dengan terus terang. Anne jadi merasa bersalah sudah memaksa laki-laki itu untuk datang ke pesta yang tidak bisa dinikmatinya.

"Kau tidak bersama Charles? Bagaimana kalau dia mencarimu?" tanya Julian membalik tubuhnya untuk berhadapan dengan Anne

"Aku sudah menitip pesan pada Emma. Lagipula aku sudah berjanji akan menemuimu"

Julian melihat perempuan di hadapannya mulai bergetar kedinginan.

Tiba-tiba Julian melepaskan jasnya dan menutupi tubuh Anne dengan jas tersebut. Ia mengoceh "Apa sih yang kau pikirkan dengan memakai gaun terbuka seperti ini di cuaca malam sedingin ini?"

Anne terkekeh "Wanita memang harus seperti itu, Julian"

"Kenapa? Apa tidak bisa kau datang dengan kemeja lengan panjang dan jeans panjang saja? Dengan begitu kau tidak akan kedinginan" ujar Julian

Anne menggeleng kemudian berucap "Wanita memang sudah ditakdirkan untuk mengenakan gaun seperti ini agar ada seorang pria yang datang dan memberikan jasnya. Seperti ini"

Julian tersenyum simpul mendengarnya "Baiklah. Kau menang"

Suasana seketika menjadi hening kembali, angin malam terus berhembus menyelimuti keduanya. Entah kenapa tiba-tiba malam ini berhadapan dengan Julian membuatnya menjadi gugup dan canggung.

Julian akhirnya bersuara setelah terdiam dengan pikirannya "Anne.." Wanita yang dipanggil itu menoleh.

"Ada yang ingin aku katakan padamu. Tapi cukup dengarkan saja dan jangan berkata apapun sampai aku selesai"

Anne mengangguk paham.

Julian memulai perkataannya "Akhir-akhir ini, hidupku yang biasanya hanya berjalan satu arah tiba-tiba dikacaukan oleh kehadiran seseorang."

"Seseorang yang bukan siapa-siapa bagiku. Seseorang yang bahkan tidak bisa aku miliki itu, entah mengapa dan bagaimana tiba-tiba berubah menjadi seseorang yang paling penting bagiku."

Laki-laki itu terdiam untuk sesaat, menarik nafas sebelum melanjutkan perkataannya.

"Seseorang itu bagaikan pusat yang mengendalikan sistem tubuhku. Setiap saat bersamanya adalah momen paling bahagia bagiku. Aku menyukai senyumnya ketika aku menyapanya setiap pagi, aku menyukai raut wajah malu-malu yang dimilikinya, aku menyukai humor dan semangatnya dan aku selalu ingin merangkulnya ketika ia bersedih."

"Ketika kami bercinta, aku selalu mendambakannya, aku sangat menyukai tiap inchi tubuhnya, aku juga menyukai rintihan yang keluar dari mulutnya, meneriakkan namaku ketika aku lepas di dalam dirinya"

"Lambat laun aku semakin terbiasa dan merasa memiliki. Aku merasa dia adalah milikku seutuhnya. Dan aku mulai merasa cemburu ketika ia bersama laki-laki lain."

"Aku tidak tahu harus berbuat apa. Semakin aku memikirkannya semakin aku tak bisa melepaskannya."

Julian menatap matanya intens dan penuh perasaan "Aku tahu ini salah, Anne. Tapi kurasa aku mencintaimu"

"Benar-benar mencintaimu tulus sebagai seorang wanita bukan karena kita pernah bercinta atau semacamnya"

Anne bergumam, pandangan matanya sayu "Julian... aku-"

"Kau boleh mengabaikannya. Aku tidak memaksamu, Anne. Aku hanya ingin kau mengetahuinya." ujar laki-laki itu.

Anne menggeleng, kembali ia hendak mengatakan sesuatu namun sebuah suara menghentikannya.

Dering telepon Anne berbunyi, ia melihat nama Charles pada layar handphonenya. Anne ragu untuk mengangkatnya dan kemudian ia menatap Julian.

Julian tau siapa yang menelepon dan tersenyum kecil "Pergilah. Dia mencarimu"

Anne tampak ragu untuk berbalik.

"Pergilah. Tidak apa-apa"

"Tapi kita.."

"Aku tidak akan kemana-mana. Pergilah dan temui dia"

"Julian.. maaf" Akhirnya Anne berbalik dan meninggalkan balkon kecil itu untuk kembali masuk ke dalam hall.

To be continued

AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang