24 - Back

59.5K 2.7K 57
                                    

"Kau tidak ingin tinggal lebih lama?" Suara seorang wanita paruh baya terdengar sedih

Julian menggeleng sembari membawa kopernya keluar. "Aku harus kembali ke New York. Lagipula urusanku di Chicago sudah selesai dan masa dispensasi liburku sudah akan habis"

Maretta mengangguk kemudian memeluk pria tampan di hadapannya itu. "Aku tidak tau masalah apa yang sedang kau hadapi. Tapi bila kau membutuhkan tempat untuk pulang. Kembalilah kesini. Meskipun aku dan ayahmu membuat suasananya buruk, tapi kami tetap keluargamu."

Julian sudah hampir terharu mendengarnya sampai ibunya melanjutkan perkataannya "-dan ketika kau kembali, bawalah wanita cantik untuk diperkenalkan padaku"

"Mom, please.."

"Aku serius. Aku butuh teman" ujar Maretta

"Aku harus pergi sekarang. Titip salamku untuk Dad dan Julie" ujar Julian merengkuh tubuh kecil ibunya.

"Iya. Hati-hati, sayang"

"Jangan lupa pesanku!"

***
"Aku mendapat kabar dari Joe bahwa Julian pulang hari ini. Dan Zack akan menjemputnya di bandara hari ini" kata Emma menghampiri Anne di depan pintu lokernya

"Apa? Kenapa?" tanya Anne kaget

"Kau terlihat tidak senang mendengarnya" ucap Emma sarkatis

Anne menggeleng mengubah raut wajahnya "Bukan. Aku penasaran. Bukankah Kim bilang dia pindah?"

"Astaga, aku lupa mengklarifikasinya padamu. Julian tidak pindah, ia hanya dikirim ke Chicago untuk mengikuti training football disana sekitar sebulan lebih" jelas Emma

Anne tercengang.

"Mendengar bahwa dia pulang hari ini dan kau akan bisa melihatnya lagi. Kabar yang sangat baik, bukan?" Emma bertanya sembari menaikkan alisnya dan tersenyum lebar

Anne tersenyum. Suatu sensasi yang tidak bisa ia jelaskan dengan kata-kata muncul di dalam dirinya. Seperti menemukan sebuah oasis di tengah padang pasir setelah satu bulan kehausan.

"Apanya yang kabar baik, girls?" Suara bariton itu mengagetkan Anne, begitu pula dengan Emma. Charles yang tampaknya hanya mendengar kalimat terakhir Emma datang dengan wajah sumringah.

"Uhh.. ya. Itu rahasia wanita. Kau tidak boleh mengetahuinya kecuali kau berubah menjadi wanita" ucap Emma.

Charles terkekeh lalu mengusap puncak kepala Anne sembari bergumam "Kau akhirnya kembali tersenyum"

"Apakah kau punya waktu malam ini, Anne? Ada yang ingin kubicarakan padamu. Bagaimana dengan makan malam?" tawar Charles

Anne mengangguk "aku juga ingin membicarakan sesuatu"

"Baiklah, aku akan menjemputmu jam 7 malam. See ya" Charles melambaikan tangannya kemudian berlalu pergi

"Apa kau siap?" tanya Emma setelah Charles menghilang dari pandangan mereka

"Entahlah. Aku tidak tau apakah aku sanggup mengatakannya" Anne terlihat ragu

"Pikirkan saja yang terbaik untuk Charles. Dia tidak akan bahagia bersama dengan wanita yang tidak mencintainya-"

"Dia berhak bersama wanita yang benar-benar mencintainya. Dan itu bukan kau. Kau tau itu, Anne. Mungkin dulu kau adalah wanita itu. Tapi sekarang kau bukan lagi wanita yang mencintai Charles." ucap Emma serius. Anne mengangguk paham kemudian menghela nafas panjang.

Baru saja setelah kebahagiaannya mulai sedikit ada harapan, ia harus kembali dijatuhkan akan kenyataan.

Mau tidak mau, cepat atau lambat. Ia tetap harus dan akan mengatakannya. Ia tidak bisa berbohong tentang hal ini seumur hidupnya.

Setidaknya, Charles berhak tau kebenarannya.

Tentang dia dan perasaannya.

***
"Bagaimana Chicago?"

"Masih tampak sama seperti beberapa tahun lalu kita kesana"

"Keluargamu?"

"Masih sama. Hanya saja Julie semakin dewasa dan orangtuaku sudah tidak bertengkar lagi"

"Oh! Bagus mendengarnya"

"Lebih buruk. Mereka sudah tidak saling berbicara satu sama lain"

"Uh. Maaf mendengarnya"

"Tidak apa. Sudah biasa"

"Lalu, bagaimana pelatihannya?"

Julian menyeret kopernya di antara kerumunan orang "Ya. Setidaknya aku mengerti kenapa banyak orang yang bermimpi menjadi bagian tim nasional itu"

Zack bertanya penasaran "Apa kau menjadi bagian mereka sekarang?"

"Apa aku harus melakukannya?" tanya Julian heran

"Jangan bilang kau menolaknya, bro"

"Aku memang menolaknya" ujar Julian santai

Zack tercengang. Entah temannya ini bodoh, sombong atau memiliki kelainan langka.

"Aku sudah pernah bilang padamu, aku tidak berniat bergabung dengan mereka" ujar Julian benar-benar tidak tertarik.

"Uh"

"Lupakan tentang itu. Bagaimana denganmu? Aku dengar Kim hamil"

"Hu-uh. One month." Zack mengangguk

"Congrats, bro" Julian menepuk pundaknya bangga

"Daddy Zackie~" panggil Julian tertawa geli

"Kau tak tau betapa melelahkannya mengurus wanita hamil." Zack memutar bola matanya tampak lelah

Julian terkekeh

Zack mulai mengoceh. Ia bukan tipe pria yang suka mengeluh. Tapi kali ini, tampaknya pria itu sudah terlalu lelah. Ia menggerutu dan menceritakan keluh kesahnya sebagai calon ayah. Julian mendengarkannya dengan seksama sebagai teman yang baik.

"-karena dia begitu cerewet dan kerap membuatku pusing. Aku jadi sering mengandalkan Anne dan Emma untuk menjaganya dan mengajaknya shopping."

"Oh! Berbicara tentang itu. Atas permintaanmu, aku selalu memastikan bahwa dia baik-baik saja. Hubungannya dengan Charles juga tampak baik-baik saja." ucap Zack tiba-tiba mengganti topik

Julian mengangguk "Baguslah"

"Tapi" tambah Zack

"Ada apa?"

"Dia tidak bahagia, Jul" ucap Zack. Nadanya terdengar serius.

"Dia baik-baik saja tapi dia sama sekali tidak bahagia" Zack memperjelas kata-katanya

"Apa maksudmu?"

"Bila kau melihatnya sendiri. Ketika mereka bersama. Aku rasa bahkan orang asing pun bisa menebak bahwa Anne yang sekarang tidak bahagia bersama Charles" ujar Zack

Julian menggeleng "Itu sudah keputusannya, Zack. Aku menghargainya. Lagipula tidak ada jaminan bahwa ia bahagia bila bersamaku. Aku dan hubungan kami adalah bebannya"

"Aku tau. Tapi dia wanitamu. You and her already had sex. Dan kau bahkan masih mencintainya sampai detik ini. Bila dia tidak bahagia bukankah kau harus melakukan sesuatu?" tanya Zack mulai geram dengan temannya itu.

"Mungkin terdengar pengecut. Tapi tidak ada yang bisa kulakukan. Pintunya terkunci dari dalam." 

***

Kita saling mencintai.
Tidak bisakah kita bersatu saja dan mengabaikan apa kata dunia?

Kita saling mencintai.
Tidak bisakah kita berhenti membohongi diri masing-masing?

Kita saling mencintai.
Tidak bisakah dunia berhenti menghakimi hubungan kita?

Kita saling mencintai.
Tidak bisakah kita bersama?

Bukankah.. cinta itu seharusnya sesuatu yang sederhana?

Lantas mengapa begini?

AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang