16 - Broken

79.8K 2.6K 19
                                    

Ibu Charles meninggal.

Berita itu sampai di telinga Anne sesaat setelah wanita itu turun ke lobby untuk menyantap sarapan.

Tapi Charles sama sekali tidak menghubunginya. Kenapa? Dimana pria itu sekarang? Anne harus menemaninya, Charles sedang membutuhkannya.

"Tenanglah Anne. Charles pasti baik-baik saja. Aku sedang menghubungi Joe" Emma menepuk pundaknya

"Hello"

"..."

"Kami baru saja mendengar kabarnya. Charles baik-baik saja?"

"..."

"Dia sedang berbicara dengan pelatih? Dimana?"

"..."

"Baiklah kami kesana sekarang" Emma segera mematikan teleponnya

"Ayo, Anne. Mereka di lantai dua"

***
-Anne PoV

Aku tidak tahu. Pikiranku dipenuhi oleh Charles. Aku sungguh khawatir padanya.

Kami tiba tepat ketika Charles keluar dari sebuah ruangan. Di luar ruangan itu sudah berkumpul teman-teman timnya.

Charles menyampaikan sesuatu pada mereka yang intinya bahwa ia mungkin tidak bisa mengikuti Helix Cup karena ia harus pulang sekarang juga. Pelatih akan memberikan instruksi lebih lanjut pada mereka.

Aku masih berdiri di samping Emma. Charles tiba-tiba menoleh dan menangkap kehadiranku. Wajahnya tampak sayu dan... hancur.

Aku tahu itu. Betapa Charles sangat mencintai ibunya.

Aku melebarkan tanganku dan Charles secara otomatis mendekat dan masuk ke dalam pelukanku. Aku menepuk punggungnya pelan.

"Semua akan baik-baik saja. Aku bersamamu" bisikku.

Charles hanya diam. Tubuhnya sedikit bergetar. Sesaat kemudian ia bersuara "aku harus pulang sekarang"

"Aku ikut bersamamu" ucapku

Ia memandangku ragu tapi tanpa banyak berdebat Charles lalu mengangguk. Ia memesan tiket pesawat dan kami berkemas untuk segera cepat pulang dengan jalur udara karena jalur darat membutuhkan waktu yang lama.

Aku tidak tahu apa yang terjadi pada yang lainnya. Pikiranku sibuk dipenuhi oleh Charles. Yang aku ingat terakhir kali adalah Emma yang membantuku membereskan pakaian lalu mereka mengantar kami ke bandara. Termasuk Julian. Iya, kurasa pria itu juga ikut mengantar kami.

***
Kami tiba di New York satu jam kemudian dan langsung menuju ke rumah sakit tempat dimana ibu Charles menghembuskan nafas terakhirnya.

Koridor rumah sakit itu sudah dipenuhi oleh keluarga dan kerabat Charles yang aku sama sekali tidak hafal. Mereka semua menangis, raut sedih dan duka jelas tergambar di wajah mereka.

Aku mengikuti Charles memasukki ruangan ibunya. Di dalam sana tubuh ibunya sudah terbujur kaku diselimuti oleh kain putih. Hatiku terasa teriris melihatnya, air mataku mulai mendesak keluar.

Charles duduk bersujud di depan tempat ibunya berbaring. Tangannya ia genggam erat hingga buku jarinya tampak memutih. Tapi Charles tidak menangis, air matanya tidak keluar. Dia benar-benar hancur.

Aku benar-benar tidak sanggup melihatnya. Aku tau betapa Charles menyayangi satu-satunya wanita dalam keluarga mereka itu. Keluarga Charles hanya terdiri dari ayah, ibu, dia dan kakak laki-lakinya. Kakak laki-lakinya sudah menikah yang sekarang tampak sedang menguatkan ayahnya.

Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku ingin merengkuh Charles dan menenangkannya. Tapi kurasa aku tidak pantas melakukannya sekarang.

Air mataku jatuh, hatiku perih dan aku terisak dalam tangisan. Seorang wanita menghampiriku, ia menepuk punggungku pelan dan mengajakku keluar ruangan. Aku mengikutinya. Sepertinya ia adalah istri dari kakak Charles.

"Pacarnya Charles?" tanya wanita itu mengajakku duduk. Aku mengangguk

"Salam kenal. Aku istri kakaknya" wanita itu mengulurkan tangan dan aku menerimanya.

"Anne"

"Sally"

Aku menyeka air mataku "Maaf"

"Tidak apa-apa. Semua orang merasa sangat terpukul atas kepergian ibu" ujarnya. Wanita itu terlihat sangat tegar dan tulus.

"Anne, untuk sementara ini tolong selalu temani Charles ya.." ucap wanita itu lagi. Aku langsung mengangguk.

"Iya. Tentu saja"

***
Sudah dua hari penuh Anne menemani Charles. Wanita itu hanya sempat pulang untuk mandi dan berganti pakaian saja. Ia bahkan menemani Charles berjaga malam.

Hari ini hari pemakaman ibunya. Semua orang berpakaian serba hitam. Beberapa dosen dan teman kampus Charles tampak hadir disana memberikan dukungan untuk Charles. Charles sendiri semenjak mereka tiba di New York tak banyak berkata apa-apa, ia hanya menurut ketika Anne menyuruhnya makan atau ketika kakaknya menyuruhnya pulang dan mandi, Charles pun hanya bisa menurut.

Charles sendiri tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Air matanya pun sama sekali tidak keluar ketika melihat ibunya.

Satu persatu kerabat dan keluarga mendiang memberikan penghormatan terakhir bagi ibu Charles. Termasuk juga orang-orang terdekat turut memberikan penghormatan terakhirnya. Setelah selesai satu persatu dari mereka pun mulai pamit pulang.

Pemakaman itu berangsur-angsur sepi. Anne masih setia berdiri di samping Charles yang berjongkok memandangi pemakaman ibunya.

Pria itu tampak masih tidak percaya akan apa yang telah terjadi. Pria itu masih tidak percaya bahwa ia telah kehilangan salah satu permata di dalam hidupnya.

"Mom.." Charles bergumam. Tangannya menyentuh makam ibunya.

"Maafkan Charles..." suara pria itu berubah parau. Anne berjongkok di sampingnya, wanita itu kemudian merengkuh Charles dalam pelukannya.

Anne mengelus punggungnya pelan. Dalam hitungan detik kemudian Charles menumpahkan air mata yang selama ini tidak kunjung keluar dari matanya. Kesedihannya tumpah saat Anne memeluknya. Hatinya goyah dan pertahanan pria itu roboh seketika. Ia hancur.

Charles menangis.

"Aku sama sekali belum membahagiakannya, Anne. Dia bilang  akan menonton pertandinganku. Dia bilang akan melihatku memegang piala dan medali emas. Dia bilang akan melihatku menjadi pemain football terbaik. Tapi kenapa dia pergi bahkan saat aku belum memulai apa-apa?"

"Kenapa Anne??!?" Suaranya meninggi frustasi

"Kenapa.." Charles terisak dalam tangisannya.

"Kenapa dia pergi?"

"Ibuku.."

"Why? Kenapa secepat ini?"

"Semua ini terlalu tiba-tiba untukku, Anne. Selama ini dia tampak sehat dan tak menunjukkan sakit apapun. Tapi kemudian dia.. tiba-tiba.." Charles tak mampu melanjutkan perkataannya. Ia tenggelam dalam lautan duka dan air mata.

"Dia tidak pergi, Char. Dia selalu ada disana memantaumu. Ibumu sangat mencintaimu, aku tahu dia tidak akan meninggalkanmu" Anne menepuk punggung Charles yang semakin bergetar karena isak tangis. Pertama kalinya bagi Anne melihat pria itu menangis, dan rasanya sangat menyakitkan.

"Jangan menyesali apapun, Char.."

Sangat menyakitkan sampai Anne berharap rasa sakit Charles bisa pindah ke dirinya saja agar pria itu tidak merasa sedih lagi.

"Aku menyayanginya, Anne. Aku sangat mencintainya" Charles terus bergumam dalam tangisannya

"Iya, aku tau. It's okay. Menangislah sekarang dan jangan menangis lagi besok. Ibumu tidak akan suka melihat anak kesayangannya menangis" ucap Anne

Anne mengusap punggung pria itu dengan lembut. Memberikan pria itu kekuatan "Tidak apa-apa"

Tubuh Charles bergetar "Anne..."

"Semua akan baik-baik saja"

"Tidak apa-apa, Charles"

"Aku disini bersamamu" ucap Anne lembut.

To be continued..

AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang