Teman Bicara - Part 11

719 14 0
                                    

Joseph terduduk lemas di dalam apartemennya. Ia menepuk dahinya dan merasa dirinya sangat rendahan.

"Wanita itu membawaku ke hotel? Bagaimana caranya?" sejenak, logikanya mulai berjalan mulus seperti biasa.

Pagi ini, kepala Joseph terasa ingin pecah. Ia terbangun di sebuah tempat tidur yang sangat asing baginya. Ia mandi dan merapikan dirinya, saat turun ke lobi, ia mendapatkan tagihan kamarnya. Baru siang saat makan siang, ia sadar apa yang terjadi padanya. Ia segera mengambil mobilnya yang tertinggal di bar. Kemudian, terduduk lemas seperti sekarang sepanjang hari. Ia terbangun pukul sembilan pagi dan sama sekali tidak memikirkan sekolah hari ini.

Tak lama, Ayahnya menghubunginya via Skype.

"Oh, hai, Ayah," sapa Joseph berusaha bersemangat walaupun tubuhnya masih letih.

"You okay, son?" tanyanya dengan logat British yang sudah kental. Keduanya sama-sama sering menggunakan bahasa Inggris karena bertahun-tahun tinggal di London dan mereka seolah tak memiliki pilihan lain.

"I am," Joseph berusaha mengatakannya seolah-olah ia benar-benar baik-baik saja. Ia sedang sangat pusing dengan hidupnya saat ini.

"Bagaimana suasana di apartemen?" layaknya seorang Ayah yang perhatian.

"Di sini, sepi sekali," jelas Joseph dan itu nampaknya menjelaskan seluruh keadaan yang sebenarnya terjadi.

"Mengapa kau tak pulang ke rumah dan tinggal bersama Ibumu?" Bernard, Ayahnya, masih bersikeras mempersatukan Joseph.

"Kau masih berhubungan dengannya?" terdengar suara lemas.

"Iya. Ayah bahkan tahu kalau Ibumu sedang membuat olahan ayam kalkun. Kau terlihat lebih kurus. Kau harus makan yang bergizi," jelasnya dengan nada tegas.

"She's not my Mom," jawab Joseph singkat.

"Joseph...kau terlihat sangat buruk," Ayahnya segera mengalihkan pembicaraan dan mengamati wajah lesu anaknya.

Joseph mengusap wajahnya dengan telapak tangannya.

"Dad, dengan ide bodoh ini, kau setuju?" maksud Joseph adalah pertukaran perannya dengan adiknya sendiri.

Bernard menundukkan kepalanya dan ada kilatan rasa bersalah yang tergambar jelas, "Ini takkan lama. Setelah Anto terbangun, kau akan segera kembali ke sini," jelasnya.

Sudah lama sekali Bernard kembali menetap di London karena ia masih bekerja. Bernard bekerja di sana sendirian, tanpa pasangan sama sekali selama ini.

Joseph menghela napas dan menggelengkan kepalanya dengan frustasi.

"Ini hukumanku?" tanyanya dengan wajah kesal.

Ayahnya segera menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Bukan, tentu saja."

"Tunggu. Kau begitu menderita sehingga merasa dihukum?" Bernard melanjutkan kalimatnya dan mengamati Joseph lebih dalam lagi.

Joseph mengangguk, "Um...yes."

"Ada apa? Kau butuh dana? Ayah akan mengirimkan uang lagi untukmu minggu ini. Kau butuh berapa?" Bernard segera menegakkan posisi duduknya.

"Bukan tentang uang. Aku bisa mencari uang sendiri dengan magang," Joseph cepat-cepat membantahnya.

"Kau mau magang? Astaga," Bernard prihatin sekali dengan kondisi Joseph yang terbiasa hidup nyaman di London.

"Aku sedang melamar menjadi jurnalis koran harian lokal," Joseph menjelaskannya.

PAINFUL LIES (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang