Saatnya Telah Tiba - Part 28

569 14 0
                                    

Keadaan dalam bar, antara Joseph dan Bianca bisa jadi keadaan paling tidak menyenangkan. Bar itu gelap dan seharusnya romantis. Tetapi, Joseph dengan tangan diperban dan Bianca berwajah masam hanya bertatapan. Mereka baru meneguk satu gelas minuman itu tetapi rasanya sudah mual.

"Tanganmu baik-baik saja?" Bianca berusaha menyentuhnya tetapi Joseph menghindar. Tatapannya tertuju pada meja kayu di hadapan mereka. "Mengapa kau mengajakku kemari? Setelah wanita itu...," Bianca mengamati wajah Joseph dalam-dalam.

"Bianca," pria itu menahan ucapannya. Ia menghabiskan beberapa tetes minuman yang tersisa dalam gelasnya. "Aku kemari untuk mengatakan sesuatu padamu."

Wajah Bianca tak karuan. Ia tak berani berharap apa-apa, selain sebuah kejujuran. Pria itu tak mungkin mencintainya dalam satu malam. Ia diam, duduk dengan manis untuk mendengarkan.

"Kau tahu siapa wanita yang selama ini aku suka. Hari ini, aku memutuskan untuk berhenti menyukainya," Joseph mengangguk-angguk dengan pasrah. Namun, wajah Bianca sedikit lebih cerah.

"Anastacia...?" Bianca memberanikan diri menyebut nama gadis itu.

"Iya. Wanita itu, aku ingin berhenti menyukainya. Itu artinya, aku akan berhenti berada di dekatnya dan mengenalnya," ia menarik napas panjang. "Jadi, aku ingin satu permintaan darimu."

Bianca menyipit, "Sebuah permintaan?"

"Jangan ganggu Anastacia dalam bentuk apapun. Jika kamu membencinya karena aku menyukainya, kini aku sudah tidak menyukainya dan kamu tidak memiliki alasan lagi untuk membencinya," Joseph menjawabnya.

Bianca mengernyit. Jantungnya mendadak berdegup kencang tak karuan. "Menurutmu aku akan senang mendengarnya?"

Joseph menatap Bianca dengan gugup, "Kamu tidak selalu mendengar semua yang ingin kamu dengar, bukan?"

Bianca mengepal tangannya dan matanya mendadak berkaca-kaca, "Tapi Anto, aku menyukaimu sejak awal! Sejak kita pertama bertemu dan kamu tidak bisa menyukai wanita itu begitu saja."

Joseph menelan ludahnya. Ia berusaha menahan rasa gugupnya. Karena situasinya semakin rumit. Saat esok ia sudah tidak ke sekolah, melainkan Louis Antonio yang sebenarnya.

"Jika kamu tidak menyakitinya dan bersikap manis, aku memiliki peluang menyukaimu, Bianca," Joseph terpaksa berbohong demi meredam gadis itu. Ia tidak mau dibanjur atau ditampar di muka umum saat ini.

Bianca tertawa sinis, "Oh, manis sekali!" ia meledek dengan kesal. "Tapi, mengapa kau berhenti menyukainya?"

"Karena aku tidak pantas untuknya." Joseph tidak pandai mengarang. Ia hanya mengatakan apa yang ada dalam otaknya.

"Asal kau tahu keburukan Anaz. Wanita itu sangat jalang dan tidak berkelas sama sekali," Bianca segera menyambarnya dengan kesal.

Joseph mengacungkan telapak tangannya yang artinya meminta Bianca berhenti berbicara. "Aku tidak ingin tahu."

"Kau harus mendengarnya! Aku mendengarkan semua omong kosongmu, Anto," Bianca tak mau kalah dan ia segera berdiri. Suasana bar yang sepi itu semakin tegang.

Joseph pun ikut berdiri, "Maafkan aku, Bianca. Keburukan Anaz dan kebaikannya, semuanya sudah aku ketahui. Tidak satupun dari mereka yang membuatku mundur. Aku mundur karena aku hanyalah kasta ketiga sementara ia kasta pertama."

Bianca tersenyum sinis dan mengangkat kedua bahunya. Ia mengambil tas tangannya dan segera berbalik. Ia berjalan meninggalkan Joseph. Bianca berjalan dengan penuh amarah keluar dari bar. Hal itu menyadarkan Anaz dari lamunannya.

PAINFUL LIES (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang