Anaz berlari menghampiri Joseph sepulang sekolah. Anaz berusaha mengabaikan beratnya tas sekolah itu. Melihat Joseph berjalan, ia segera berlari menghampirinya. Joseph menoleh saat merasakan seseorang mengejarnya. Ia benar-benar membalikkan tubuhnya saat melihat Anaz yang berlari.
"Mengapa kamu melakukannya?" Anaz bertanya berusaha menutupi senyumnya.
Joseph terdiam dan membenarkan posisi ranselnya. Ia menyipit menatap wanita itu dan mengangkat kedua bahunya, "Kurasa kau memberitahu Diondy untuk itu."
Anaz mendadak lemas, "Pikiranmu panjang sekali."
"Apa kataku, Sherlen bermasalah, bukanmu," Joseph mengucapkannya dengan wajah bangga.
Anaz tersenyum dan mengangguk, "Setidaknya kamu berhasil membuat seorang bertanya mengapa aku berada di apartemenmu."
"Bukankah kau suka mendapatkan perhatian?" Joseph memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.
Anaz memukul pelan tangan Joseph sambil tertawa, "Kehidupanku lima persen lebih cerah saat ini."
Joseph hanya mengangguk. Namun kemudian, Anaz melangkahkan kakinya mendekati Joseph dan memeluknya dengan erat. Ia melingkarkan tangannya di leher Joseph dan pria itu terasa begitu kaku.
"Apa...yang...kamu lakukan?" Joseph berbisik pada Anaz seraya seluruh murid yang berlalu lalang memerhatikan mereka berdua.
Tangan Joseph tetap lurus. Ia merasa lehernya begitu hangat karena rambut Anaz. Wanita itu terlihat memejamkan matanya dengan tersenyum.
"Sebagai ucapan terimakasih, kau sangat beruntung," Anaz membisikan jawabannya dengan lembut dan itu membuat Joseph merinding.
"Semua orang melihat kita," Joseph terus berbisik.
Anaz mempererat pelukannya, "Kamu harusnya semakin bangga."
"Apakah kamu akan mengingat ini setelah seratus tahun?" Joseph berbisik dan itu membuat Anaz menegakkan tubuhnya, berhenti memeluk Joseph.
"Kau membaca puisiku?" Anaz berusaha menutupi rasa malunya.
Joseph yang daritadi sama sekali tidak bergerak, mengangguk dengan wajah datar seperti biasa.
"Aku hanya menuliskan apa yang aku ingin," Anaz cepat-cepat membantahnya, sebelum Joseph menebaknya.
Joseph berjalan mendekati Anaz, menepuk bahunya, "Audrey terpilih menjadi anggota pemandu sorak. Jika Diondy belum memberitahumu."
Anaz segera terbelalak, "Benarkah? Saat kamu bermain futsal, ia akan mendukungmu?'
"Sepertinya, dengan rok pendek. Audrey sudah menggandeng Vivianne dan kau harus waspada," Joseph tersenyum dan berjalan berlalu dari hadapan Anaz.
Anaz mendecakkan lidahnya pada Joseph, "Awas kalau sampai kau kalah karena tidak fokus dengan rok Audrey."
Mereka berdua tertawa bersama-sama.
...
"Anaz! Orang tuamu datang!" Hazel membuka pintu kamar tanpa mengetuk terlebih dahulu dan itu mengagetkan Anaz yang sedang memakai masker korea di wajahnya. Ia sedang mengerjakan soal matematika, dengan baju tidur yang sangat anak-anak.
Anaz terkejut karena Hazel mendadak menyambarnya. Ia segera terperanjat hingga maskernya jatuh ke lantai.
"Lalu mengapa?" Anaz agak kesal karena Hazel mengagetkannya.
"Tak apa. Aku takut kau sedang melakukan hal yang tidak baik," Hazel tersenyum dan dengan cepat menutup pintu kamar Anaz.
Baiklah, tentu saja Anaz tidak memiliki pilihan selain menggunakan jaket, keluar dari kamar, dan menyapa mereka dengan senyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAINFUL LIES (COMPLETE)
Romance#1 Kisah SMA "Do you love me?" always be the same question "No. I don't." always be the same lie ... Kisah ini menceritakan seorang gadis yang tujuh belas tahun hidupnya dihabiskan dalam rumah. Tahun ini, tahun pertama gadis itu bersekolah di seko...