Serigala Berbulu Domba - Part 13

565 16 0
                                    

Jika aku dilahirkan dengan umur yang panjang dan ia juga demikian

Jika kami terbukti saling mencintai

Jika kami terbukti ditakdirkan untuk bersama

Melewati segala badai, pertengkaran, dan kecemburuan yang ada

Melewati masa sulit dan senang bersama

Hanya jika kami berhasil dan berakhir masih saling mencintai

Aku akan habiskan seluruh hidupku bersamanya

Aku akan membahagiakannya, memeluknya setiap malam sebelum kami sama-sama merangkai cerita indah dalam mimpi

Aku akan hidup seratus tahun bersamanya

Di hari ke seratus tahun aku bersamanya, aku akan mengatakan bahwa ia adalah cinta pertamaku

Aku akan mengatakan betapa saat ini aku begitu takut kehilangannya

Betapa aku malu memegang tangannya

Betapa aku menangis merindukannya

Betapa saat ini aku gemetar menuliskan semuanya

Tanpa kepastian akan takdir kami

Maka, kami akan membaca ini seratus tahun kemudian

Kami akan tertawa, mengingat betapa kekanak-kanakannya semua ini

Betapa kami melupakan hal kecil yang dulu membuat kami menangis

Juga, betapa cinta ini tak pernah memudar dari dulu sampai saat yang akan datang

Seratus tahun dari hari ini, aku menemukan seseorang yang bisa aku cintai untuk sepanjang hidupku

...

"Anaz! Puisimu dipajang di mading sekolah!" Jane tergopoh-gopoh menghampiri Anaz di Senin pagi yang cerah.

Anaz nampak sangat bersemangat, "Benarkah?"

Ada tugas bahasa Indonesia yang mengharuskan setiap murid mengarang puisi tema bebas. Anaz hanya menuliskan apa yang saat itu ada dalam benaknya. Yang terbaik akan dipajang di mading sekolah. Anaz tak percaya ia benar-benar melakukannya.

Mereka berdua berlari dan menatap tulisan sambung Anaz yang rapi dan terbingkai rapi.

"Aku sudah membacanya," ujar Jane dengan nada bersemangat.

"Bagaimana?" Anaz menatapnya dengan wajah tertarik.

"Sangat romantis dan menyedihkan. Aku juga tidak tahu mengapa aku cukup sedih membacanya," Jane merangkulku dengan hangat.

"Terimakasih sudah memberitahuku, Jane," Anaz tersenyum.

Anaz baru saja akan kembali ke kelasnya saat ia berpapasan dengan Tatiana. Wanita itu berjalan menghampirinya. Anaz berusaha bersikap biasa saja. Tati menyapanya. Anaz membalasnya dengan cukup ramah.

"Selamat karena puisimu," Tati mengucapkannya dengan nada riang.

Anaz tersenyum, lalu merasa tidak enak dengan Tati, "Maafkan aku karena pestamu...," Anaz menahan kalimatnya.

"Tak apa, Anaz," Tati segera menenangkannya.

"Aku tidak seharusnya membuat RSVP saat itu. Aku tidak menyangka ada urusan mendadak," Anaz mengatakannya secara spontan.

Tati menepuk pundak Anaz dengan ramah, "Sungguh tak apa. Aku bawakanmu ini."

Tati mengacungkan satu kantong plastik yang berisi permen, sepertinya, "Semua orang mendapat bingkisan ini. Aku pisahkan satu untukmu."

PAINFUL LIES (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang