Kencan Pertama - Part 22

707 18 0
                                    

Pagi hari saat terbangun dari tidur yang kurang nyenyak, Anaz segera membuka lemari pakaiannya. Ia mengambil atasan bermotif garis-garis dengan bawahan celana panjang elegan berkancing emas di sepanjang kakinya. Ia segera mandi, menyisir rambutnya, mengeringkan rambutnya, lalu memanaskan catokan. Ia mencatok rambutnya hingga terlihat begitu manis. Setelah itu, ia memakai riasan sederhana mulai dari bedak tipis, pensil alis secukupnya, eye shadow kecoklatan, mascara, dan lipstik berwarna pink agak oranye. Sejujurnya, Anaz terlihat lebih cantik dalam riasan natural, dibanding di Instagramnya.

Anaz mengenakan sepatu pita Valentino dan tas mungil dari Dior yang keluaran terbaru. Ia tidak lupa mengenakan parfum Kenzo kesayangannya dan segera bergegas keluar kamarnya. Suasana sepi sekali, tidak ada siapapun. Ia begitu lega.

"Tunggu, ini masih pukul sembilan pagi," Hazel segera menghampiri Anaz yang mengendap-endap ke dapur dan sedang membuka kantong roti.

Anaz segera mengacungkan jari telunjuknya di mulutnya. Meminta agar Hazel berhenti berbicara.

"Orang tuamu sudah pergi," Hazel menjawab dengan santai. "Mereka bertemu dengan ketua partai," Hazel menambahkan karena wajah Anaz sudah bertanya-tanya.

Anaz menarik napas panjang yang lega. "Ya, ini masih pukul sembilan pagi dan aku akan berkencan seharian penuh."

"Kau akan pulang, bukan?" Hazel dengan cemas menanyakannya. Sementara Anaz sibuk mengambil potongan roti gandum dari kemasan bening itu.

"Kapan aku tidak pulang?" Anaz menjawab dengan santai.

Hazel hanya mendengus. Abaikan saja perkataan menyebalkan gadis itu. "Apa kau yakin tidak akan berbahaya jika wanita penting sepertimu bermain dengan bebas?"

"Ia bisa melindungiku. Ia akan melindungiku," Anaz mengatakannya dengan percaya diri. "Lagipula, aku ini hanya terkenal karena begitu menawan. Jika mereka tak suka kebijakan Ayahku, mereka bisa melabrak kantornya. Bukan anaknya."

"Kau harus berhati-hati. Apalagi ponselmu sangat mahal dan kau harus menjaga tasmu baik-baik," Hazel menegaskan.

"Cukup," Anaz memperlihatkan telapak tangannya. "Aku sudah mendapat lebih dari cukup ceramah tidak berguna itu kemarin," Anaz tertawa santai dan menutup kembali kemasan roti. Ia mencuci tangannya dan meneguk air mineral.

Tak lama, Pak Jono berlari tergopoh-gopoh menghampiri perdebatan mereka berdua. "Maaf, Nona, kami kedatangan tamu," Pak Jono dengan senyum lebar menatap Anaz yang masih memegang botol air mineral.

"Bagus. Kalau begitu, sampai jumpa, Hazel. Kau bisa lakukan apapun yang kamu mau. Karena hari ini monster akan berkencan," Anaz mengatakannya dan segera berjalan dengan percaya diri menuju lobi rumahnya.

Joseph dengan kemeja biru dan celana panjang jeans biru tua, ditambah sepatu wakai menunggu dengan sabar di mobilnya. Anaz berdecak kagum dalam hatinya. Dengan bersemangat, ia segera membuka pintu mobilnya dan menutup kaca jendela. Anaz duduk di sampingnya dan merasa sudah memilikinya seutuhnya.

"Jadi...kita mau kemana?" Joseph menanyakannya, ia mulai menyalakan kembali mesinnya dan menatap Anaz yang begitu antusias.

"Ke pusat perbelanjaan. Aku ingin memamerkanmu. Maksudku, kau juga pasti ingin memamerkanku," Anaz cepat meralat kalimatnya.

Joseph hanya tertawa pelan. Baginya, Anaz begitu menggemaskan.

"Kau tidak membenarkan kalimatku? Ayolah, aku tidak berkencan sebelumnya. Kamu adalah kencan pertamaku!" Anaz mengucapkannya dan ia segera menatap Joseph dengan canggung. "Astaga, berpura-puralah kamu tidak mendengarnya." Anaz segera menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

PAINFUL LIES (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang