Anaz menelepon Steve dengan tubuh gemetar. Ia menyiapkan mentalnya untuk tidak meledak. Pria itu akhirnya mengangkatnya setelah lima kali dicoba.
"Steve!" Anaz sudah membentaknya dan itu menggertak Steve.
"Ada apa, Anaz? Aku sedang sibuk...," Steve berbisik pelan seolah ia berada di ruangan umum.
Anaz tertawa, "Aku tak peduli. Kau harus berbicara denganku, detik ini juga!"
Steve menghela napas dengan kesal, "Baik. Baik. Kau mau apa?"
"Malam Minggu kemarin, saat kau bilang bekerja, kau bekerja di mana?" Anaz mulai dengan menguji kejujuran.
"Sebagai DJ," Steve menjawabnya.
"Aku tahu, bodoh, kau tidak memiliki kemampuan lain. Aku bertanya di mana?" Anaz mulai kesal dan ucapan kasar mulai ia pakai.
"Ulang tahun teman sekolahmu," Steve menjawab dengan ragu.
Anaz menjentikkan jarinya dengan puas, "Vivianne Rosewood!"
Steve segera terperanjat. Anaz tidak suka berbasa-basi, melainkan segera memuntahkan semua yang ada dalam otaknya, "Anaz, aku bekerja padanya."
"Ya. Tetapi kau menembaknya kemarin malam. Wanita murahanmu terdengar sangat bangga dengan hal itu!" Anaz semakin kesal tetapi masih berusaha meredamnya.
"Oh, Tuhan," Steve terdengar memukul wajahnya sendiri.
"Biar kuperjelas sesuatu, Steve," Anaz melanjutkan kalimatnya, "Aku tidak menyukaimu. Aku tidak berharap kau menembakku, jika itu yang ada dalam pikiranmu. Tetapi aku semakin tidak suka dirimu karena ini namanya kau berbohong!"
"Kau cemburu, Anaz. Aku jelas tahu itu," Steve masih tak mau kalah seutuhnya.
"Aku tidak cemburu. Aku marah padamu, Steve. Karena kau mendadak berhenti mengantar-jemputku demi seorang ketua pemandu sorak...," Anaz menahan kalimatnya.
"Kau punya supir!" Steve turut membentak.
"Bukan masalah itu, bodoh. Masalah bagaimana kau menggantikan posisiku dengan Vivianne. Vivianne!" Anaz menegaskan dan mengatakannya dengan berapi-api.
"Bukan berarti karena kau anak Gubernur...," Steve hampir saja membentaknya.
"Aku tahu kemana arah kalimatmu. Asal kau tahu saja, aku juga bisa menggantikan posisimu!" Anaz berusaha tidak terdengar hampir menangis.
"Coba saja kalau kau menemukan yang lebih baik dariku!" Steve meninggikan nada bicaranya.
"Jadi, kau tidak membantah hubunganmu dengan Vivianne?" Anaz kembali pada alasan utama ia menelepon.
Steve terdiam cukup lama dan Anaz tidak keberatan menunggu jawabannya, "Kurasa ya. Aku dan Vivianne memang kenal cukup lama."
Anaz entah mengapa begitu terluka. Ia menghela napasnya. Ia tidak bisa melakukan apapun selain menutup teleponnya. Ia tidak mau meledak pada Steve yang sesungguhnya bukan siapa-siapa untuknya. Hanya saja, selama ini Anaz merasa pria itu sangat baik padanya hingga Anaz merasa begitu nyaman bersama. Ternyata ini rasanya patah hati. Setelah selama tujuh belas tahun ia merasa tidak mampu ditandingi oleh siapapun, ia salah besar. Karena ini rasanya ditinggalkan pria hanya demi wanita lain.
...
Suasana cukup canggung diantara ketiganya. Sore ini, mereka kembali berkumpul untuk mempersiapkan lombanya. Hanya Jane yang duduk di tengah, berusaha mencairkan suasana yang terlampau mencekam itu. Anaz dan Joseph berdiam diri, saling bertatapan, tetapi tidak membuka percakapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAINFUL LIES (COMPLETE)
Romance#1 Kisah SMA "Do you love me?" always be the same question "No. I don't." always be the same lie ... Kisah ini menceritakan seorang gadis yang tujuh belas tahun hidupnya dihabiskan dalam rumah. Tahun ini, tahun pertama gadis itu bersekolah di seko...