Keputusan Besar Harus Dibuat - Part 20

668 14 0
                                    

       

Keduanya sampai di rumah sederhana Joseph. Mobil terparkir dan keduanya turun dari mobil, menekan bel rumah. Sophie dengan pakaian rumahan dan hanya dilapisi mantel rajut membukakan pintu. Rambutnya terikat tak karuan dan wajahnya berminyak.

"Kau datang," sapanya pada Joseph dan dirinya baru menyadari kehadiran sosok wanita di sampingnya.

Wajah Sophie berubah drastis. Sophie memandangi Anaz dari atas ke bawah lalu kembali lagi ke atas. Wajahnya begitu abstrak. Mulutnya tercengang, "Kau...mirip sekali dengan...," ia menahan kalimatnya karena ia juga ragu.

"Malam tante, saya Anastacia Charlotte," Anaz mengulurkan tangannya dengan senyuman ramah.

Wajah Sophie masih menegang. Ia menerima uluran tangan Anaz dengan canggung, "Anas...tacia? Bagaimana...," nampaknya Sophie benar-benar tak percaya.

"Ada apa? Foto saya di instagram terlalu diedit? Saya hanya memakai filter," Anaz memberikan informasi yang tidak bermanfaat.

Joseph segera mengenai siku Anaz untuk memperingatkannya. Wajah Sophie berubah menjadi segar dan segera menggeleng, "Tidak. Hanya saja saya tidak pernah kedatangan tamu sepenting ini."

"Saya bukan orang penting. Ayah saya yang penting. Saya hanya seorang murid SMA dan teman Louis," Anaz tersenyum ramah.

Mereka berdua segera masuk. Anaz dan Joseph duduk di meja makan yang terlalu sederhana. Mungkin itu pemandangan unik bagi Anaz. Sophie diam-diam mengganti pakaiannya sehingga sekarang ia menggunakan celana panjang dan kemeja rapi. Mereka berdua menyadarinya tetapi berusaha menghiraukannya.

"Mari kita makan," Sophie mulai menuangkan nasi ke piring masing-masing. Untunglah Sophie memasak makanan yang terbilang mahal. Seperti sup asparagus, steak salmon, dan hidangan penutup berupa jagung dengan susu kental manis.

Anaz menatap semuanya satu per satu. Sophie menuangkan sup asparagus dari mangkuk raksasa menjadi tiga mangkuk berukuran sedang.

Mereka mulai makan. Suasana ketiganya hening. Sophie merasa ini bagiannya untuk mengakhiri suasana canggung.

"Bagaimana masakannya?" Sophie dengan ragu bertanya pada Anaz yang terlihat begitu menikmati salmonnya.

"Ini benar-benar enak. Jika saya makan seperti ini setiap hari, tidak satupun jeans saya dapat dikancingkan," Anaz tertawa dan menelan makanan itu dengan segera.

Satu meja makan tertawa. Inilah suasana yang tidak pernah Anaz rasakan di rumahnya. "Tidakkah kau merasa sup ini jelas-jelas terlalu asin?" Joseph mengambil satu sendok penuh dan memasukkannya ke dalam mulutnya.

"Ini sama sekali tidak terlalu asin. Kau saja yang terlalu sering memakan makanan hambar," Anaz menjawab dengan tertawa. Sophie hanya mengangguk-angguk dengan tertawa.

"Mengapa kau memutuskan tinggal di apartemen? Padahal Ibumu sangat pandai memasak seperti ini. Aku jelas memilih tinggal di sini," Anaz menoleh dan itu membuat Joseph berhenti makan untuk beberapa saat.

"Karena Anto ingin belajar mandiri," Sophie segera menjawab. Padahal jawaban mereka jelas-jelas karena suasana rumah itu seolah milik Anto dan bukan miliknya.

Anaz mengangguk-angguk mengerti. Ia menangkap keanehan raut Joseph tetapi ia berusaha mengabaikannya.

Acara makan malam pun berakhir. Saat Anaz dan Joseph hendak berpamitan, Anaz melihat sebuah foto keluarga terpampang di dinding ruang tamu. Anaz mengamatinya.

"Tunggu sebentar, kau punya saudara?" Anaz menunjuk dua pria berusia lima tahun yang memakai pakaian sama persis.

Joseph dan Sophie sama-sama tegang. Sophie yang sedang membereskan piring bekas pun segera melangkah menuju ruang tamu dan menenangkan Joseph lewat bahasa tubuhnya.

PAINFUL LIES (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang