Chapter 17

1.8K 203 10
                                    

Sudah dua hari berselang, namun Yeri masih diam. Walaupun Jungkook selalu menemaninya, dan berkali-kali mengucapkan permintaan maaf.

Sepulang dari kantor Jungkook langsung menghampiri Yeri yang masih terbaring di rumah sakit. Yeri masih sama seperti biasanya duduk dan melamun.

Tak mengucapkan satupun kata Jungkook masuk dan duduk di sofa, ia melirik Yeri yang masih tak ada perubahan.

"Jungkook." panggilnya yang masih tak mengalihkan perhatian ke jendela rumah sakit.

Jungkook menoleh heran.

"Kau ingat saat kita bertemu di club malam itu?" lirihnya. "Itu bukan pertama kalinya kita bertemu sejak kau lulus SMA."

"Aku ingat." jawab Jungkook singkat.

"Kau mabuk, bagaimana kau bisa ingat?" Yeri menatap Jungkook.

"Kita saling menyapa saat aku belum benar-benar mabuk." Jungkook menautkan alisnya ragu.

Jungkook berjalan mendekati Yeri, mendengarkan apa yang ingin Yeri katakan. Namun Yeri menangis sebelum melanjutkan maksud dari pembicaraannya.

"Jungkook aku mau mengatakan sesuatu, tapi tolong percayalah semua perkataanku, aku sama sekali tak berbohong saat ini." Yeri menatap Jungkook lekat. Ia menepuk ranjangnya menandakan menyuruh Jungkook untuk duduk di sana.

Jungkook menuruti. "Katakanlah."

"Aku tidak sembarang memilih pria untuk bertanggung jwab atas kehamilanku Jungkook, aku memilihmu karena-" nafas Yeri tercekat, ia mencoba mengambil nafas dalam dan mengeluarkannya secara perlahan, mencoba untuk menahan tangisnya.

"Karena- karena kaulah prianya. Kau ayahnya." lanjutnya.

"Apa yang kau bicarakan?!"

"Jungkook! Dengarkan aku dulu!" mereka saling menatap tajam, namun Jungkook membiarkan Yeri melanjutkannya.

"Kau mabuk berat malam itu. Aku duduk di sampingmu karena tak ada tempat duduk lagi yang kosong, kau menyadari kedatanganku dan mulai berbicara melantur. Kau bicara jika sedang merindukan Nayeon, kau tahan untuk tidak melihatnya. Kau bahkan hampir bertengkar dengan pria lain, tapi aku segera mengeluarkanmu dari club, karena kau datang ke sana sendirian."

"Aku tak tahu dimana tempat tinggalmu, jadi aku membawamu ke hotel tedekat. Aku berniat untuk langsung pulang setelah mengatarmu ke kamar, tapi aku juga sedikit mabuk malam itu, kepalaku pusing jadi aku tidur sejenak di sofa sebelum kembali."

"Kau menarikku ke tempat tidur. Kau mengira aku Nayeon, karena kau tiba-tiba menciumku. Kau tak berhenti menyebutkan namanya Jungkook, kau tak berhenti bilang jika kau sangat merindukannya."

"Aku memberitahu orang tuaku, tapi aku meminta mereka untuk tidak bilang yang sebenarnya padamu. Aku berencana meberitahumu setelah bayi itu lahir."

Jungkook berdiri, berjalan kesana kemari dengan yang mencengkram rambut di belakang kepalanya. "Apa itu benar?"

Yeri mengangguk. "Maaf Yeri tapi aku butuh waktu untuk memikirkannya." Jungkook keluar kamar inap. Ia menyesal dengan keadaannya saat ini. Karena kecerobohannya, ia menyesal menyakiti Yeri dan Nayeon.

.

.

.

Yoongi mengerang frustasi, memejamkan matanya rapat-rapat sehingga tak perlu menatap kedua orangtuanya.

"Yoongi mencintai Nayeon. Aku tak bisa menghindari itu eomma."

"Kau tak mencintainya Yoongi, kau hanya mencari alasan untuk menghindari pertunangan dengan Irene. Kau mencintainya sejak dulu, sejak pertama kali kau membawanya ke rumah dan mengenalkannya pada eomma. "

"Itu dulu eomma, sebelum dia meninggalkanku dengan pria lain." Yoongi mengehla nafas kasar.

"Dia sudah menyesali perbuatannya. Itu pasang surut suatu hubungan Yoongi, wajar jika kau mengalaminya. Kau tak akan sesakit ini jika kau tidak mencintainya."

Yoongi sudah lama mengenal Irene sejak di bangku SMA, mereka mulai berkencan dan mengakhiri hubungan mereka setelah 3 tahun berjalan. Benar jika 7 tahun yang lalu ia mencintaiku Irene, ia tak pernah menyangkal itu. Tapi untuk saat ini setalah sekian tahun tak pernah bertemu, ia harus berhadapan kembali karena orangtua mereka menjodohkannya.

"Saat ini hanya Nayeon. Aku mencintainya, ia mencintai apa yang aku lakukan. Ia tak meninggalkanku saat aku melakukan sesuatu yang sangat ia hindari selama beberapa tahun ini."

"Eomma pikir kau akan bahagia jika bersama Irene."

Yoongi berdiri dan memegang kedua bahu eommanya. "Percayalah eomma, aku akan bahagia jika kau membiarkanku memilih siapa yang aku cintai. Aku yakin, aku jatuh cinta pada Nayeon."

"Jangan cepat memutuskan Yoongi, kau juga mengatakan hal yang sama saat dulu bersama Irene."

Yoongi meremas kedua tangannya. Ia kesal, karena itu benar. 

"Eomma hanya mengingatkan, semoga Nayeon tidak memilihmu hanya karena untuk mencari pelampiasan setelah patah hati."

Tubuh Yoongi menegang. Ia tak pernah berpikir bagaimana Nayeon akhirnya memilihnya. Ia takut jika semua yang dikatakan eomma-nya benar.

***

Melody✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang