RdR - 21

263 16 48
                                    

"Cinta itu, intinya menerima dan mengikhlaskan. Menerima apapaun yang kita rasakan, dan mengikhlaskan apapun yang bukan milik kita."

•®•®•®•

Kenapa coba gue harus jatuh kayak tadi? Mana ini tangan pake berdarah pula. Kan jatuhnya juga di lantai, tapi anehnya bisa berdarah. Udah gitu, pake ketemu cowok lagi! Mana tuh cowok sialan banget. Pake enggak sengaja jatuhin buku ke kepala gue, dan yang lebih ngeselinnya lagi, itu buku tebel banget. Kayaknya sih setebel dosa dia ke gue. Rinjani terus saja mengumpat tentang kejadian tadi.

Gadis itu terlihat sekali menahan emosi karena harus bertemu orang yang tidak sengaja menjatuhkan buku tebal ke kepalanya.

Apalagi kondisinya saat itu baru saja terjatuh, bisa-bisa rencananya keluar dengan Romeo gagal jika begini.

Rinjani keluar dari toko buku dan berjalan ke arah kafe di samping toko buku yang baru saja ia kunjungi.

Setelah memesan minuman, membayarnya, dan mendapatkan pesananya, cewek itu lantas berjalan keluar kafe untuk mencari keberadaan Romeo.

Siapa tahu saja laki-laki itu sudah sampai. Semoga saja dengan minuman yang telah ia beli barusan, emosinya dapat mereda.

Saat keluar kafe dan mendapati Romeo belum juga datang, gadis itu memilih duduk dan menunggu Romeo di pelataran kafe tempatnya membeli minuman tadi.

Tak lama setelah memutuskan untuk menunggu, seorang cowok berjaket jeans datang dengan wajah yang dihiasi senyuman.

“Kamu kenapa? Kok aku lihat dari jauh muka kamu jelek banget Jan? Kayak orang lagi kesel dan pengen banget makan manusia tahu enggak?” tanya Romeo, cowok itu mengambil minuman Rinjani dan menyeruputnya tanpa basa-basi.

Membuat Rinjani mendengus kesal, kemudian melayangkan jitakan ke kepala cowok itu.

“Aduh! Kok aku malah dijitak sih?” seketika Romeo mengaduh kesakitan, lantaran kepalanya dijitak oleh Rinjani. “Salahku apa dah? Jahat banget, pacar sendiri dijitak. Padahal aku nanya bener-bener, baik-baik lagi.”

“Mananya nanya baik-baik? Tadi itu kamu nanya, tapi sekalian ngehina tahu! Udah gitu, minuman aku kamu minum juga barusan, enggak tahu malu banget jadi cowok!” cerca Rinjani. Emosinya yang sudah mulai mereda, kembali menaik.

“Ya kan haus, masa minta minuman pacar aja dikit enggak boleh? Lagian, entar juga pas keluar bareng bakalan aku beliin yang lebih banyak dari ini. Terus, itu muka kenapa keliatan kesel gitu? Ada apa? Perasaan, tadi kita janji di toko buku sebelah, kok malah ketemu di sini?”

“Ah gak usah dibahas lah! Tadi tuh gak sengaja aku jatuh pas mau ngambil buku di rak yang tinggi. Eh pas jatuh ketemu cowok gitu lagi nyari buku apalah aku lupa namanya, mana tebel-tebel banget. Terus dia enggak sengaja jatuhin ke kepalaku. Kan sakit ya! Mana tangan juga tadi berdarah pas jatuh sebelum itu.”

“Itu resikonya pendek sih!” esahut Romeo, mengejek. “Makannya, minum susu gih biar tinggi. Kamu aja masih kalah tinggi dari aku.”ucapnya, dan cowok itu kini tertawa hingga matanya menyipit.

Rinjani mendengus, sudah ia tebak bahwa menceritakan hal yang ia alami barusan ke Romeo adalah hal yang sia-sia.

Karena, bukannya khawatir, cowok itu malah akan mengejeknya dan menertawakan dirinya. “Terserah! Bukannya khawatir sama ceweknya, ini malah ngetawain, jahat banget sih!”

Romeo dan RinjaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang