21. Nominated and Selected Candidate

344 76 43
                                    

Ada yang masih menunggu update an kah??

Happy reading everyone!

Aku mengucap hamdalah berkali - kali sambil mengusap sudut - sudut mataku. Notifikasi email yang beberapa menit yang lalu kuterima membawa kabar baik yang kutunggu. Meskipun hanya sebatas tertera sebagai nominated candidate, tapi bahagianya luar biasa. Tumpah ruah.

"Selamat ya mbak. Hebat!"

Suara Hisa menginterupsi letupan kebahagiaanku. Dia baru saja kembali dari menerima panggilan facetime dengan tunangannya yang juga masih melanjutkan studi di Malaysia. Saat kuterima surel tadi, dia sedang ngobrol santai denganku sebelum menerima panggilan video dari tunangannya.

"Thanks. Nominated dhek. Masih menunggu keputusan dari Aminef dan Irex pusat di Washington DC," jawabku.

"Your chance is about 90 %. Kata temen yang ngena fellowship itu sih begitu mbak. Sampai sini uda keren banget lho. I know how happy it is. I experienced that. Korean says it's Daebak!" ujarnya seraya mengacungkan 2 jempolnya. "InsyaAllah lolos mbak, posting aja lah! Kita bantu do'a," lanjutnya

"Amiin. Semoga. Eh, Ches masih tidur?" Hisa menjawabku dengan anggukan.

Sudah dua hari ini aku menginap di rumah tante Rinta. Aku berangkat dengan Naka karena kebetulan dia juga ada kepentingan mengurus beberapa berkas kelengkapan wisuda bulan depan. Tapi adik lelakiku itu tidak ikut menginap.

Mumpung aku mengunjungi Chesta, Hanenda lembur di Jember dan tidak pulang menjenguk putrinya akhir minggu ini. He is working for extra miles, jadi weekdays depan bisa pulang.

"By the way. Mbak Nae, gak nerima mas Anka beneran karena aku bakal nikah duluan tahun depan?"

Pertanyaan Hisa membuatku menghentikan aktivitas browsing beberapa data dengan wi-fi gratis di rumah ini.

"Kok punya pikiran gitu? Hanend yang bilang?" tanyaku.

"Ya enggak sih mbak. Cuman mas Anka pernah nyeletuk kalau aku batal Nikah, mbak Nae pasti langsung mau nerima dia. Jadi, kusimpulkan gitu deh. Atau mungkin mas Anka nggak mau dilangkahin gitu."

Aku menggelengkan kepala. Nggak sinkron sih konklusinya. Dimana letak hubungannya. Kuulas sebuah senyum.

"Nggak ada korelasinya deh dhek. Hmm. Jujur nih, mbak nyaman sih sana Hanend. Ngobrol juga nyambung. Dalam konteks sebagai teman lho ya. Kalau untuk memulai sebuah hubungan yang serius, mbak belum yakin. Hisa tau kan history pernikahan mbak kayak gimana?"

Hisa mengangguk pelan lalu bertanya,"trauma ya mbak?"

"Sort of," jawabku.

"Apa alasan mas Anka aja ya? Dia itu over protective ke aku mbak. Adik cewek satu - satunya mungkin ya. Masalah cowok apalagi. Dari dulu mas Anka kayak yang nggak setuju aku sama tunanganku. Padahal Eksak ini, selama ini nggak pernah macem - macem. Tapi mas Anka nggak suka dia. Kalau ditanya kenapa, katanya feeling aja nggak sreg. Aneh kan? Tapi mas Anka nggak protes sih pas aku nerima lamarannya Eksak."

Aku mencoba meraba dimana letak hubungan wajah kaget Hanend dengan apa yang dituturkan Hisa. Apa Hanend dan Hisa tidak terhubung darah, lalu Hanenda mempunyai perasaan lebih ke adiknya?

Terlalu drama ya? Nanti judulnya "Adikku Bukanlah Saudara Kandungku Melainkan Pujaan Hatiku," begitu?

Kan. Salahkanlah ibu yang meracuni otak putrinya ini dengan sinetron siang bolong. Jadi ya begini ini. Rusaklah segala yang namanya analisa, logika maupun analogi.

Buku ke- 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang