Jadi ceritanya setengah ngelindur semalam. Dengan hape di tangan, mata merem, entah gimana tetiba kepencet publish. Kuterbangun karena getar notifikasi. Langsung kagetlah saya. Cuzz unpub lagi :p
Well, enjoy reading ya yang masih setia baca. Thanks."Love you..."
Kata - kata itu masih belum bisa kuterima dengan akal sehat makna sakralnya. Lebih tepat kalau terkesan gombalan receh tingkat RT.
Berdebar?
Tidak sama sekali.
Aku aneh?
Mungkin.
Terserahlah mau beropini macam apa. Mungkin iya aku denial berkali - kali. Tapi setelah mundur sekian langkah, lalu tiba - tiba dia lompat galah segitu tingginya, menyatakan cinta. Aku jadi tidak yakin dengan Hanend. Mau berharap apa dengan responku? Seorang yang baru saja mengalami trauma psikologis pasca perceraian berlatar belakang perselingkuhan.
Kalau belum mencoret nama Gatra dari kartu keluarga, atau tidak pernah menjalin hubungan dengan pria itu, barangkali wajahku bisa bersemu. Tersipu. Tapi sekarang aku malah jengah. Kembali meragukan keseriusannya. Hanenda terlihat tak ada bedanya dengan lelaki lainnya. Obral kata cinta.
Lain denganku, beda pula respon mas Uko dan mbak Lily. Menurut mereka, selama ini Hanenda belum pernah sekalipun benar - benar jatuh cinta. Ini langka. Mungkin bisa dikatakan rekor di hidup Hanenda. Lalu bagaimana dengan Ditya istrinya. Aku terus terang tak percaya hipotesa mereka. Hanend dan Ditya punya Chesta. Mana mungkin tak saling cinta. Bullshit.
Namun mas Uko mematahkan argumentasiku. Satu fakta ia kuak. Ditya adalah pihak yang menyukai Hanenda. Sangat. Bahkan dari awal Hanend berkunjung ke rumah mas Uko, adik perempuannya itu sdh tertarik. Hanenda tak menolak ketika Ditya menyatakan cintanya, dia berjanji mencoba. Parahnya kata mas Uko, Hanend berlaku baik dan menerima Ditya karena tak enak pada dirinya. Kebaikan dan loyalitas yang bodoh, sesal mas Uko tadi.
Well, untuk buat anak, Beberapa pria tak butuh formula cinta.
Boleh nonjok Hanenda nggak for becoming one of them?Kebenaran lain yang diungkapkan mbak Lily bahkan membuat dadaku sesak. Bukan semacam bangga. Ini lebih tepat diselaraskan dengan amarah untuk Hanend. Bagaimana bisa sampai akhir hayatnya, Ditya tak pernah sekalipun dihujani kata cinta olehnya. Lalu tadi dengan gampang dia mengatakan kata - kata keramat itu kepadaku. Di depan kakak ipar, istri dan keponakannya.
Sinting.
"Nae."
Aku menoleh sosok di sampingku yang masih dengan tenang mengemudikan mobil kantornya. Naka tidak jadi menjemputku. Dia masih belum selesai dengan teman - temannya. Hanend yang akhirnya datang. Andaikan tahu yang menjemput dia, kan bisa kutolak dari awal. Lha kalau baru turun sudah disambut senyuman dengan wajah lelah begitu, siapa tega mau nolak dijemput.
"Dari tadi kamu diam terus. Saya nggak nangkep ada canggung di sikap kamu lho, apalagi salah tingkah. Pandangan kamu ke saya kayak yang mau ngajakin perang. Bener nggak?"
Kuhela nafas kasar, lalu menantang matanya, "Harus dibahas sekarang?"
Hanenda mengangguk, "harus. Saya nggak mau kamu mikir saya mudah saja ngucapin kata - kata itu. Itu baru perdana saya ucapkan. Selamat."
Kualihkan pandangan. Situasi ini lebih sulit daripada interview dengan panelis.
"Lalu dengan mbak Ditya?"
Air muka Hanend muram. Sambil menghentikan mobilnya saat lampu merah menyala, dia menjawab,"sekalipun tidak pernah."
Aku terhenyak. apa yang dikatakan mbak Lily benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buku ke- 2
ChickLitTentang Nae yang terluka Tentang Gatra yang mendua Tentang Ananta yang mengejar cinta Tentang Hanenda yang berduka Masih, tentang sebuah romansa. Cover by Windy Haruno