32. Rasa

327 56 26
                                    

Long time no see ya😁. Udah lama sih ditandon. Semoga syukak yah. Enjoy reading!

Arlington, Texas, 1,5 tahun Kemudian

"Bapak ibuk sehat dhek?"

....

"Alhamdulillah, kamu kapan kesini? Besok jadi kan temani mbak ujian Thesis? Kan uda gak jet lag lagi kalau kemarin seharian kamu buat tiduran. Toh kamu banyak nganggurnya. Mbak tunggu ya bumbu pecelnya."

....

"Berangkat pagi lho ya. 3 jam lebih dari Austin ke sini. Ya Udah, istirahat ya, Assalamua'alaikum."

Kututup pembicaraan via telfonku dengan Naka. Lalu merebahkan diri di atas spring bed.

Kami,aku dan Naka, sama-sama mendapat rezeki menjadi salah satu penerima beasiswa. Meskipun dinaungi universitas yang sama, tapi aku di Arlington sedang Naka di Austin.

Sebulan yang lalu Naka pulang. Sehari setelah sidang thesisnya yang jelas mengantarnya menyandang predikat summa cum laude dan lulusan tercepat sepanjang sejarah di wisuda minggu depan,  dia nekat pulang dengan uang tabungan demi mengikis kangen pada bapak ibu sekaligus menghadiri pernikahan salah satu saudara. Meskipun sudah kucegah, menimbang biayanya tidak murah. Naka tetap keras kepala. Padahal maksimal 3 bulan lagi kami sudah balik ke Indonesia.

Hanenda bagaimana?

Hubungan kami, dua bulan ini putus kontak begitu saja. Aku tak paham kenapa. Terakhir kali kami berkomunikasi, dia bercerita tentang seorang gadis yang mendekati. Mungkin saja antara Hanend dan si gadis sudah terjalin hubungan spesial. Who knows?

Aku tersenyum getir saat itu. Tapi bagaimanapun aku harus konsisten dan legowo menerima kenyataan karena kemungkinan hati Hanenda beralih pada sosok lain sangat besar. Mengingat aku yang menolak menjalin hubungan kembali dengannya.

Meskipun Hanenda sebelumnya selalu menghubungiku layaknya teman dekat. Aku masih belum ingin merubah status hubungan kami. Katakanlah aku takut akan patah hati lagi, atau memang  berusaha melindungi diri. Sudahlah, aku enggan memikirkannya. Toh akhirnya aku patah hati lagi saat Hanend tak lagi menghubungi.

Beruntungnya di saat yang sama, dosen pembimbing menghujaniku dengan revisi tanpa henti. Memasangkan target lulus tahun ini. Memaksaku gila - gilaan mencari referensi, siang malam lembur di library. Bagaimanapun,  it helps a lot. Setidaknya fokusku sedikit terarah. Tidak galau berlama-lama.

~•~•~•~•~

"Well done, Nae!"

Aku tersenyum ke arah Lorry. Dia berdiri santai dengan buket bunga di tangan kanan. Bule ini selalu setia membantuku. Mengoreksi tiap diksi yang kugunakan tanpa bosan sekaligus teliti.

"Thank you, Lorry. You deserve to get a free cup of coffee."

Aku menjawabnya dengan uluran tangan yang tak juga dia lepaskan. Kalau tanpa bantuannya aku tak yakin masa studiku berakhir secepat ini. Aku banyak berhutang budi padanya. Termasuk membunuh waktu saat pikiranku mulai ngawur dan memindai kenangan tentang Hanenda.

Lorry pernah mencoba kembali mengungkapkan keinginannya untuk lebih dari seorang teman. Bukannya tidak tergugah dengan ketulusannya, tapi hatiku tak bisa dibohongi. Akupun kembali menolaknya dengan perasaan tak enak. Lorry menerima jawabanku dengan lapang dada, tanpa mengurangi kebaikan -kebaikan selanjutnya. Rasanya hutang budiku padanya tak pernah akan terbayarkan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 04, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Buku ke- 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang