25 - Tears

1K 185 25
                                    


***

Kim Yera.

"Tapi Oppa kenapa aku harus ikut ke Amerika? " Suaraku masih serak sekali, semalaman aku menangis di kamar.

Hembusan angin di atap sekolah ini menerpa rambutku, udara yang segar di pagi hari menyapa kulit wajahku yang basah oleh air mata.

Aku menunduk sembari mendengarkan ucapan Youngbin di seberang sana, dia mencoba menenangkanku dengan suara lembutnya.

"Jangan menangis lagi, mungkin memang itu lebih baik untuk mereka berdua. "

Aku mengedipkan mataku beberapa kali sehingga air mata ikut turun juga mengaliri pipiku. "Aku benci Eomma, aku juga benci Appa. "

"Stt.. Jangan berbicara seperti itu, bagaimanapun mereka orang tua kita Yera. " Suara Youngbin masih tenang seperti biasa, tapi aku yakin di juga kecewa.

"Tapi Oppa, sedari kecil mereka memang sudah sibuk lalu saat kembali malah membawa kabar seperti ini? Seharusnya tak usah kembali saja. " Aku menyeka air mataku yang sialannya tak bisa ku hentikan.

Youngbin terdiam disana, tak terdengar suara apapun. Tentu saja sebagai anak dia juga merasakan yang aku rasakan apa lagi dia seorang kakak.

"Kau harus melanjutkan sekolahmu. " ucapnya, lalu ada helaan napas disana "Ikutlah Eomma, sekolah di Amerika bagus, kok. "

Aku kembali terisak. "Ternyata ucapanmu dulu benar, aku harus belajar mandiri karena tak selamanya bersamamu. Ini kah maksudmu? "

Ada jeda dalam kalimat Youngbin.

Aku tahu pasti pria itu sangat khawatir. "Percayalah, ikut dengan Eomma  mungkin pilihan terbaik dari pada tinggal dengan Appa atau kakek yang cuek. " Dia menghela napas sejenak.

"Pergilah ke Amerika. Ikut Ibu tinggal disana. "

Setelah mendengar itu aku langsung mematikan sambungan telepon dengan Youngbin, aku mematikan ponselku dan memasukannya ke saku rok.

Aku menatap ke bawah, para murid memasuki sekolah dengan raut ceria bersama teman-temannya. Aku menatap mereka sendu dari atap sekolah.

Hatiku terasa sakit sekali jika mengingat masa kecilku, tanpa perhatian orang tua seperti yang lainnya. Aku tumbuh dengan baik bersama Youngbin.

Tapi aku tak seperti anak lainnya yang berteman baik satu sama lain, aku terlalu penyendiri. Hingga semua orang memanggilku gadis introvert.

Saat hidupku mulai berubah sedikit demi sedikit, tapi kesedihan mendatangiku lagi.

Aku mendengus kasar. "Berpisah? Lalu aku harus ikut ke Amerika! " teriakku pada langit pagi yang cerah.

Aku mengacak rambutku kasar, lalu terduduk dibawah dengan tangan menangkup wajahku.

Aku pasti tampak sangat buruk. "Aku benci hidupku. " gumamku.

"Jangan benci hidupmu. " Sebuah suara mengagetkanku, sontak aku menatap orang tersebut.

Zuho.

"Kenapa kau ke sini! "Aku langsung berdiri, tepat di hadapannya.

"Aku tak tahu kau kenapa, tapi jangan menangis begitu kau nampak menyedihkan. " lalu dia memberikan aku sapu tangan.

Aku meraihnya ragu, namun dia bereaksi biasa saja.

"Kau tak berniat bunuh diri kan? " Sontak aku menoleh padanya, dia hanya menampakan ekspresi tak peduli.

RUMOR SCHOOL SF9 ✓️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang