Ramalan Bintang - Empat belas

1.7K 118 0
                                    

Hari ini semua perasaanku bercampur aduk menjadi satu. Bahagia, sedih, haru semua berkumpul menjadi satu. Bahagia saat upacara pelantikan ini ditutup, yang artinya sebuah amanah baru menempel dipundak. Cita-cita yang dari dulu selalu kusebut dalam lima waktu akhirnya tercapai, melihat mama dan papa menangis bahagia penuh haru memelukku. Hidupku yang sesungguhnya baru akan dimulai.

"He Rama.... Selamat kau. Kau kapan-kapan mainlah ke Ambon. Beta tunggu".

"Adi..... Selamat juga ya bro. Lo juga kapan-kapan main ke Jakarta, jangan di Ambon mulu mainnya". Ucapku kemudian memeluk Adi sebelum berpisah.

"Kau lupa. Mainku tak hanya di Ambon saja. Jember punya kisah tersendiri dihati". Aku pun tertawa menanggapi ucapan Adi. Lupa kalau saat ini kami sama-sama sedang di Jember, bisa-bisanya aku mengatakan kalau dia mainnya dia Ambon saja.

Ini yang membuatku sedih. Berpisah dengan saudara-saudara satu perasuhan dari segala kota. Susah senang bersama selama lima bulan ini. Kalau ada yang sakit saling merawat, makan enak nggak enak dinikmati bersama. Pesiar juga sama-sama nggak ada tujuan. Mereka sudah seperti keluarga bagiku.

"Udah ketemu bokap nyokap lo Ram ?". Kini giliran Edo yang bertanya.

"Udah. Ini gue juga sekalian mau pamit sama kalian semua". Setelah bertemu dengan mama dan papa tadi aku memutuskan untuk kembali berkumpul dengan rekan-rekanku untuk foto bersama sekalian berpamitan.

"Cewek lo nggak dateng ?". Riyan ikut menimpali.

Cewek ?

Hampir saja aku lupa kalau Bintang juga hadir hari ini. Tapi aku belum ketemu dia sama sekali dari tadi. Dimana ya Bintang ? Apa dia belom datang ya ?

"Iya gue lupa. Harusnya sih dia dateng Yan. Kemaren dia uda di Jember kok".

"Dasar lo, cewek sendiri dilupain. Dah sono cari".

Bintang ? Cewek aku ?

"E-eh iya gue mau cari cewek gue dulu. Gue sekalian pamit yaa...... Jangan lupa kabar-kabar ya. Dimanapun kita ditempatin kita tetep saudara, jangan sombong". Setelah berpamitan dan bersalaman, aku pun segera melangkahkan kakiku menjauh dari kumpulan rekan-rekanku.

Berjalan menuju dimana para tamu undangan tadi duduk, menengok sekeliling dan tak menemukan Bintang disana. Kembali aku berjalan menuju dimana parkiran mobil berada, sampai pada mataku menangkap sosok perempuan yang sedang bersender disebuah mobil CRV putih dengan membawa sebuket bunga.

"Bi..........". Panggilku ketika jarakku dengannya hanya tinggal beberapa langkah lagi.

Bintang yang kulihat dari tadi menunduk menatap sepatu catsnya kini segera menengokkan kepalanya.

"Mas Rama.......". Panggilnya dengan raut wajah kaget melihatku yang tak jauh dari pandangannya.

Bruukk....

Dengan sedikit berlari kemudian Bintang menjatuhkan tubuhnya dipelukanku. Tubuh mungilnya memelukku dengan erat. Meski awalnya kaget, kemudian aku juga membalas pelukan Bintang. Ntah kenapa aku merasakan nyaman memeluknya seperti ini.

"Selamat yaa mas......". Ucapnya kemudian melepaskan pelukannya. "Gatau musti ngomong gimana lagi selain ngomong selamat. Semoga menjadi abdi negara yang amanah ya mas". Lanjutnya kemudian menyerahkan sebuah buket bunga kepadaku.

"Kenapa musti repot-repot bawa bunga segala. Kamu dateng kesini aja mas udah seneng banget Bi". Ucapku tulus kemudian menerima bunga pemberian Bintang. "Terimakasih bunganya". Lanjutku.

Dia pun mengangguk kemudian menatapku. "Kurusan kamu mas, iteman juga kamu". Ucapnya mengomentari bentuk fisikku.

Tapi memang benar yang dikatakan Bintang kalau aku kurusan dan iteman. Iyalah, orang disini dilatih, ditempa, dididik. Nggak ada kata santai, belajar belajar belajar. Ya wajar kalo Bintang bilang aku kurusan dan iteman.

Ramalan Bintang ✅ [ RE-PUBLISH ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang