Rama POV
Aku memarkirkan mobil pada pekarangan rumah setelah mengantarkan Bintang membeli peralatan untuk ospeknya besok.
Rumah masih terlihat sepi, mobil papa pun juga belum terlihat dihalaman rumah. Aku pun melanjutkan berjalan menuju dapur untuk mengambil air minum.
"E-eh mas Rama udah balik". Aku memutar badanku melihat sosok mbak Santi yang berjalan ntah dari mana.
"Iya mbak. Mama ada pesen sesuatu nggak mbak ?". Tanyaku kemudian meletakkan gelas usai ku minum diatas meja.
"Nggak ada kok mas. Paling satu jam lagi ibu sama bapak pulang. Tadi sempat telpon soalnya". Dan akupun mengangguk.
"Yauda mbak, aku keatas dulu ya". Pamitku pada mbak Santi dan berlalu meninggalkan dapur.
Sesampainya di kamar, kurebahkan tubuhku diatas kasur. Rasanya nyaman sekali. Kulihat jam dipergelangan tanganku menunjukkan pukul dua. Mbak Santi tadi mengatakan mama papa satu jam lagi kira-kira sampai rumah. Lebih baik ku pejamkan mataku untuk istirahat sejanak. Semalaman jaga, setelah turun jaga langsung berangkat Jakarta, sampe Jakarta masih lanjut jalan lagi hingga siang. Capek memang, tapi ya gimana lagi mumpung libur.
Sebenernya niat pulang saat ini juga karna Bintang. Bukan..... Bukan berarti aku nggak sayang mama papa, cuman memang saat ini yang butuh dijelasin hanya Bintang. Kalo mama papa kan emang udah paham dunia tentara seperti apa.
Makanya meskipun cape-cape turun jaga langsung aja otw Jakarta, sebenarnya bisa aja aku istirahat tidur dulu di flat, tapi aku nggak mau waktu ketemu mama papa nanti jadi kepotong karna nemenin Bintang.
Bintang itu masih muda, umurnya 3 tahun dibawahku. Masih harus dan butuh dingertiin, wajar kalo dia kadang sikapnya belum dewasa, labil, atau yang sedikit-sedikit suka ngambek. Dasarnya juga dia anak bungsu, jadi aku mewajari. Mengalah dan mencoba menjelaskan bagaimana pekerjaanku saat ini, berbeda dengan dulu yang masih pengangguran.
Dan kurasa saat ini Bintang sudah sedikit mengerti setelah semua penjelasan sudah ku tuturkan tadi siang saat bertemu dengannya.
^•^
Author POV
Cklek...
Sebuah pintu berbahan kayu jati terbuka dan menampilkan sosok laki-laki dengan celana pendek selutut dan kaos singlet berjalan menuruni tangga dengan wajah yang sudah terlihat fress.
"Ma.... Pa.....". Panggilnya setelah sampai ditangga terakhir dan melihat kedua orangtuanya tengah menyeduh teh di meja bar dekat dapur.
"E-eh udah bangun kamu....". Tanya Lusi kemudian Rama mengangguk dan mencium punggung tangan kedua orangtuanya secara bergantian.
"Maaf Rama nggak tau kalo mama papa udah pulang".
"Nggak apa-apa... Mbak Santi bilang tadi katanya kamu kayak keliatan cape banget. Makanya mama juga nggak ngebangunin kamu". Jelas Lusi.
Ya, niat Rama untuk tidur satu jam tadi ternyata kebablasan hingga terbangun pukul empat. Sedangkan Lusi dan Lukman sudah sampai dirumahnya sekitar pukul setengah tiga. Lusi yang diberitahu oleh Sinta bahwa Rama sudah pulang pun hanya menengok ke kamar anaknya lalu berbalik turun tanpa membangunkan Rama.
"Lagi turun jaga kamu ?". Kini Lukman membuka suaranya setelah dari tadi hanya memperhatikan interaksi isteri dan anaknya.
"Iya pa..". Jawab Rama kemudian duduk dihadapan Lusi dan Lukman.
"Balik kapan ?". Tanyanya lagi.
"Subuh pa kayaknya. Paginya Rama ada apel soalnya". Jelas Rama kembali.
Lukman terlihat kaget dengan penjelasan Rama. Terlihat dahinya mengkerut menatap anak semata wayangnya itu yang tengah membuka toples kue yang tersedia dimeja. "Kenapa pulang kalo besok ada apel pagi ? Dijaga kesehatannya. Jangan mentang-mentang masih muda seenaknya bolak balik Jakarta-Bandung. Pekerjaanmu itu butuh fisik yang kuat. Kalo ada waktu libur sebentar istirahat aja, nggak usah pulang". Jelas Lukman panjang lebar.
Sebagai senior sekaligus bapak, jelas Lukman lebih lama menjadi seorang anggota tentara. Lebih paham dunia tentara itu bagaimana dan seperti apa. Makanya sebisa mungkin Lukman mewanti-wanti anaknya dengan banyak petuah dan pengalaman-pengalaman yang pernah dia alami.
"Rama juga ada sedikit urusan sama Bintang pa.... Makanya Rama pulang". Jelas Rama kembali.
"Kalian berantem ?". Tanya Lusi kaget.
"Nggak kok ma.....". Jawab Rama jujur.
Benar kan ? Ramalan Bintang kan emang nggak lagi berantem ? Lagi pula Rama bukan tipe laki-laki yang suka mengadu apa-apa pada orangtuanya. Apapun itu, dari zaman Rama masih sekolah. Bagi Rama, orangtua itu cukup tau bahagianya anak saja. Susahnya, sedihnya jangan sampai tau apa lagi ditunjukin. Cukup dirasakan, dijalanin, dan dicari jalan keluarnya sendiri.
"Bintang udah mulai masuk kuliah ya ? Jadi masuk fakultas apa dia ?".
"Iyaa pa.... Dia masuk fakultas ekonomi pa". Jelas Rama yang membuat Lukman manggut-manggut kemudian meneguk tehnya.
"Papa rasa Bintang perempuan yang cerdas. Dan sepertinya cocok untuk dampingin kamu". Lanjutnya. "Terlepas dari Bintang. Papa pikir kamu juga sudah bisa berpikir dewasa Ram. Jangan hanya berpikir untuk main-main aja, termasuk mencari pasangan. Cari yang bisa mensuport karir kamu, bukan yang menghambat karir dan masadepan kamu".
"Siap paham pa".
TBC
Vote commentnya jangan lupa :')
KAMU SEDANG MEMBACA
Ramalan Bintang ✅ [ RE-PUBLISH ]
RomanceMenceritakan tentang seorang gadis SMA yang menaruh hati pada seorang abdi negara. Sosok laki-laki yang ditemaninya berjuang mulai dari enol, dari ketika dia belum menjadi apa-apa. Apakah laki-laki itu akan membalas perasaan gadis SMA tersebut ? At...