Lagi

88 33 3
                                    

Lusi menggenggam surat di tanganya erat. Ingin sekali Lusi membukanya, tapi tak bisa karena ada Fero di sampingnya. Firasatnya mengatakan surat itu dari orang yang sama, orang mengerjainnya kemarin. Cukup lama ia berkutat dengan pikirannya sehingga tak menyadari Fero sedang memperhatikannya.

"Lu, ada masalah?" Fero bertanya.

Lusi terperanjat, ia sampai lupa jika masih bersama Fero. Dengan sigap Lusi menyembunyikan surat itu ke sela buku, berharap Fero tak melihatnya.

"Enggak, nggak ada," Lusi menutupi.

"Yakin?"

Lusi mengangguk, "Gue mau cari buku lagi," Lusi mangalihkan pembicaraan.

"Oke, gue tunggu di sini," Fero menanggapi.

Lusi segera beranjak dan bersembunyi di balik rak buku. Sejenak ia mengintip ke arah Fero sebelum membuka surat itu.

Susah payah Lusi menelan ludah saat membacanya.

Pergi dari situ sekarang juga!
Atau elo bakal rasain akibatnya!

ES

Jantung Lusi berdegup sesaat menandakan ia gelisah. Lusi bisa mengetahui Si peneror itu sedang marah saat menulisnya, sebab setiap goresan di tulisan bertinta merah itu terlihat dalam sampai hampir menembus sisi belakangnnya.

Dengan perasaan campur aduk ia meremas surat itu. Ia kembali menghampiri Fero, kali ini langkahnya terlihat ragu. Begitu jarak mereka sekitar dua jengkal Lusi menghentikan langkahnya. Lusi menatap Fero cukup lama sampai Fero menyadari keberadaannya dan berbalik menatap Lusi.

"Ada apa?" Fero bertanya. Ia melihat kejanggalan pada diri Lusi.

Dengan segera Lusi menyunggingkan senyum terbaiknya, berharap Fero tak melihat kegelisahan dalam dirinya.

Fero menghampirinya namun, tanpa sadar Lusi mundur satu langkah membuat Fero berhenti menghampiri.

Fero hanya bisa memandanginya dengan tetap berdiri tegap di depan Lusi.

Sementara Lusi yang segera tersadar dengan sikapnya cepat-cepat menjawab pertanyaan Fero, "Gue nggak apa-apa, kok. Gue mau balik ke kelas," ujar Lusi kemudian berlalu pergi.

Fero menatap kepergian Lusi dengan perasaan kuatir. Ia sedikit heran pula melihat sikap Lusi yang tiba-tiba seperti itu.

***

Lusi memasukkan surat lusuh itu ke dalam laci kamarnya. Ia sengaja menyimpannya dengan berharap bisa mendapatkan sebuah petunjuk.

Gadis itu melempar badan rampingnya ke atas kasur. Nyaman dan hangat namun, tetap saja tak bisa membuat perasaannya kembali nyaman. Lusi sungguh terusik hingga membuatnya bertanya-tanya tentang apa kesalahan yang sudah dibuatnya hingga mendapat kesulitan seperti ini.

"Lusi?" terdengar suara Siska dari balik pintu.

Lusi segera beranjak dan membukakan pintu. Sudah ada Siska yang berdiri di depan pintu, "Ada apa, Kak?"

Siska yang sedang sibuk menulis di bukunya segera manjawab meski tanpa menoleh padanya, "Ini gue udah catat semua kebutuhan rumah. Nih, lo mau tambahin apa terserah, tapi inget jangan yang mahal-mahal, gue nggak suka boros," Siska menyerahkan pena dan buku berukuran kecil itu pada Lusi.

Lusi menerimanya sambil mengangguk paham.

"Setelah ini ganti baju terus kita berangkat belanja," Siska mengingatkan sambil berjalan menuju kamar.

"Iya, Kak," jawab Lusi sembari menutup pintu.

Sepuluh menit kemudian.

"Udah siap?" Siska bertanya begitu Lusi selesai menuruni anak tangga terakhir.

I Choose You![COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang