"Siapa pun, tolong!" Lusi berteriak.
Yang mendengar teriakkannya lantas terkaget, Fero, Rei, dan Zen yang sedang bersantai di ruang depan segera berlari menuju dapur.
Sementara Zoey dan Siska yang berada di kamar atas segera turun ke bawah, memang keduanya tak mendengar teriakan Lusi, namun Siska ingat jika Lusi masih berada di dapur.
Sementara Santi yang juga mendengar teriakan Lusi mengabaikannya, ia malah berlari ke kamarnya, ia tak peduli.
Fero yang sampai duluan di dapur lantas meneranginya dengan senter ponselnya, ia mendekati Lusi yang terduduk di lantai. "Jangan takut. Ada gue, Lu," Fero menggenggam tangan Lusi yang gemetar.
"Takut ... di sini gelap," Lusi yang sudah sangat ketakutan tanpa sadar memeluknya, matanya selalu terpejam, takut untuk melihat ke sekeliling.
Rei yang memahami ketakutan Lusi segera beranjak dari situ, berusaha mencari lilin.
Zen yang melihat Lusi ketakutan menatapnya sendu.
Jangan takut, Lu. Gue di sini, batin Zen.
"Lusi?" Siska yang baru tiba segera mendekat, "hei ... masih takut?" Siska mengelus puncak kepalanya, "gue udah di sini. Lo aman, Lu."
Mendengar suara Siska lantas Lusi membuka mata serta melepas pelukannya dari Fero. Ia menatap Siska, sesaat kemudian ia berhambur dalam pelukannya.
***
Santi baru keluar dari kamarnya, sedari tadi ia berada di kamar meski dengan keadaan gelap. Ia berjalan menuju ruang depan, sesampainya di sana ia melihat semuanya sudah berkumpul sambil duduk mengelilingi lilin berukuran besar berwarna merah di atas meja, mereka tertawa senang. Santi beralih menatap Fero, ia tampak tersenyum bahagia duduk di samping Lusi seolah lupa jika masih ada Santi di tempat ini.
Bahkan lo lupa sama keberadaan gue, Fer, Santi membatin, hatinya terasa pedih dan teramat sakit.
Karena merasa keberadaannya tak dibutuhkan ia berbalik menuju kamar, Santi kembali mengurung diri dalam kegelapan.
Siska melirik jam tangan di pergelangan tangannya, menunjukkan pukul 22.40.
"Gue udah ngantuk," Siska berujar, ia menguap."Gue juga," Zoey berdiri, "tidur, yuk!"
Siska mengangguk, ia memang tidur bersamanya sebab kamar di vila itu hanya berjumlah tiga saja, jadi mereka harus berbagi kamar. Lusi satu kamar dengan Santi, sementara Rei, Fero, dan Zen harus tidur bersama dalam satu kamar.
Siska dan Zoey beranjak menuju kamar meninggalkan mereka.
"Gue juga udah ngantuk, cepek gue seharian nyetir," Rei berdiri, "night, ges!" Rei berlalu pergi, meninggalkan Lusi, Fero, dan Zen.
"Lo nggak tidur?" Fero bertanya pada Lusi.
"Emm, gue nungguin listriknya nyala lagi."
Zen yang sedari tadi tiduran di sofa ikut mendengarkan percakapan keduanya, ia masih ingin melihat Lusi, walaupun tak harus berbicara dengannya.
"Boleh tanya sesuatu nggak?" Fero menatap Lusi.
Lusi mengangguk.
"Sejak kapan lo takut gelap?"
"Sejak SD, tapi nggak tahu kenapa sampai sekarang masih aja takut," Lusi tersenyum tipis.
Mereka terus bercerita satu sama lain, sampai tak terasa keduanya mulai mengantuk.
Duk!
Kepala Lusi menyentuh bahu Fero. Ia baru saja tertidur.Fero meliriknya, terlihat pulas dan tenang. Tanpa sadar kedua sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman.
Lo masih aja lucu meski lagi tidur, Fero membatin.
Zen melihat Lusi yang tertidur di bahu Fero, ia berdiri.
"Gue tidur, Fer," Zen berpamitan. Ia melangkah pergi.
***
Lusi membuka mata, lehernya terasa sakit. Perlahan ia membenarkan posisinya, Lusi melihat ke jendela, cahaya masuk melalui celah gorden, kicauan burung terdengar merdu di telinganya, ia sadar jika ini sudah pagi.
Tunggu, kenapa gue tidur sambil duduk? batinnya heran.
Lusi menoleh ke samping kanan dan terkejut, ia sampai hampir berteriak saat melihat Fero tertidur di sebelahnya, lelaki itu tidur dalam posisi bersandar di sofa.
Gue tidur sama dia semalaman? batin Lusi tak percaya.
Tanpa sadar Lusi tersenyum senang, ingin sekali Lusi meloncat kegirangan, namun ia tak ingin Fero terbangun karenanya.
Lusi mulai berpangku tangan, ia menatap Fero lekat.
Tidur aja ganteng, bangun apa lagi, batin Lusi. Tanpa sadar Lusi senyum-senyum sendiri.
Di tengah kebahagiaan yang ia rasakan, tiba-tiba seseorang memegang puncak kepala Lusi, memutarnya sampai menghadap seseorang itu.
"Elo?!" Lusi kesal begitu melihat Zen di depannya.
"Apa? Dasar mesum," Zen mencibir.
Lusi menepik tangan Zen, "Apa sih?! Sana pergi jangan ganggu!"
Zen mendengus, "Iler lo tuh, diusapin dulu," Zen mengolok Lusi.
Lusi langsung tersulut amarahnya, "Ish! Nyebelin!" Lusi mencubit pinggang Zen.
"Aw! Aduh! Sakit Lu-ser," Zen memegang tangan Lusi, mencegahnya agar tak menganiaya dirinya lagi.
"Lepas nggak?!" Lusi meronta.
"KDRT lo sama gue," Zen meringis merasakan sakit di pinggangnya.
"Lepasin," Lusi masih berusaha melepaskan diri.
"Nggak! Ntar lo bunuh gue lagi," Zen berujar.
Lusi melotot sebal.
"Kalian kenapa berantem?" Terdengar suara Fero di belakang Lusi.
***
"Lu?" Fero memanggil Lusi yang duduk sendirian di teras vila.
Lusi menoleh, ia memicingkan mata melihat Fero mengendarai sepeda, lelaki itu menuju ke arahnya.
"Itu sepeda siapa?" Lusi bertanya saat Fero berhenti di depannya.
"Punya pemilik vila, tadi gue pinjem. Naik gih kita cari udara segar," Fero tersenyum.
Lusi tersenyum, telinganya seolah mendengar Fero berkata kencan yuk?
Lusi berlari mendekat, ia segera naik ke sepeda dan Fero langsung mengkayuh sepeda itu.
Di perjalanan keduanya terus mengobrol, sesekali terdengar gelak tawa dari keduanya.
Cyiit!
Suara decitan rem berbunyi."Kita udah sampai," Fero menoleh ke belakang, mencoba melihat ekspresi Lusi.
Lusi terkesima melihat pemandangan di sekitarnya. Dengan tak sabaran ia turun dari sepeda.
"Ini kebun apel?" Lusi takjub.
"Iya. Bagus, kan?" Fero menyadarkan sepeda itu ke sebuah pohon.
"Banget," Lusi tersenyum.
Matanya menelusuri ke setiap penjuru, ia melihat ada beberapa orang yang sedang memanen buah apel meski hari masih terlalu pagi.
"Boleh minta satu nggak?" Lusi menoleh.
"Gue tanyain dulu ke orangnya," Fero berjalan mendahului Lusi.
Lusi mengekor di belakang. Dengan hati-hati Lusi melangkah, jalanannya lumayan berbatu dan sedikit menanjak membuat Lusi kesulitan berjalan.
Fero menghentikan langkahnya dan berbalik, ia takut Lusi terjatuh.
"Pegangan gue sini, biar nggak jatuh," Fero mengulurkan tangan.
Lusi menatap tangannya lalu tersenyum. Ia berjalan mendekat sambil meraih tangan Fero namun, sayang kakinya tersandung batu.
Bruk!
Lusi terjatuh.*****
KAMU SEDANG MEMBACA
I Choose You![COMPLETED]
Teen FictionSemuanya berawal dari sikap menyebalkan seorang Zen. Bagi Lusi, dia tak lebih dari seorang cowok yang sangat menyebalkan. Lusi memang tak mengenalnya, tapi Lusi tetap merasa terganggu dengan keberadaannya. Tapi setelah tahu sesuatu dari lelaki itu...