"Aw! Aduh!" Lusi mendesis kesakitan. Ia jatuh terjerembab di atas bebatuan jalanan.
Kontan Fero segera membantu Lusi berdiri, "Sorry, gara-gara gue-"
"Nggak," Lusi memotong ucapan Fero, "gue emang kurang hati-hati jalannya."
Fero menyesal mendengarnya, "Bisa jalan?" tanyanya kuatir.
"Tunggu dulu, lutut gue sakit," Lusi melihat lututnya yang berdarah, terasa panas dan nyeri, telapak tangannya pun sama panasnya, semakin lama semakin perih.
"Gue gendong, ya? Kita pulang biar lukanya cepet diobati."
Mendengar Fero mengatakan itu malah membuatnya seketika berdebar, seperti biasa Lusi mulai salah tingkah.
Tunggu! Gue belum siap, ntar kalau Fero denger detak jantung gue gimana? batin Lusi.
Cepat-cepat Lusi menggeleng, "Nggak, gue jalan aja," Lusi mencoba berjalan, sayangnya ia terhuyung, untung saja Fero sigap menahan badannya agar Lusi tak sampai kembali jatuh.
"Kan apa gue bilang," Fero terkekeh, "mending gue gendong aja."
Lusi jadi sebal sebab Fero menertawakannya, "Bukannya dibantu malah diketawain."
"Kan gue udah nawarin tadi, mau digendong apa nggak, lo bilang nggak mau," Fero menahan tawa.
"Iya, tapi kan nggak usah ngetawain," Lusi cemberut.
"Iya-iya," Fero tersenyum, "mau gue gendong?" Fero menggodanya lagi.
"Nggak!" Lusi masih sebal.
"Yakin?"
"Ih, nyebelin!" Lusi semakin kesal. Ia melepaskan tangan Fero yang memegangi pinggangnya mencoba berjalan sendiri.
"Nanti jatuh lagi, Lu!" belum sempat Fero menarik tangan Lusi, ia sudah terjerembab lagi ke jalanan. Buru-buru Fero menghampiri.
"Kan udah dibilang, jangan-" Fero tak meneruskan ucapannya sebab melihat Lusi menangis.
"Sakit," ia terisak.
Fero tak tega melihatnya seperti itu, "Pulang, yuk!" ia mengulurkan tangan, "sekarang gue boleh kan gendong lo?" Fero tersenyum tipis.
Dengan masih terisak Lusi mengangguk. Ia malu sebab kembali terjatuh, ditambah lagi lukanya semakin perih. Karena tak tahan dengan sakitnya ia sampai menangis, padahal ia sedang bersama Fero, tapi Lusi tak bisa berbuat apapun sebab sekarang merasa sangat lemah, bahkan berdiri saja rasanya susah.
Fero mengelus puncak kepalanya, kemudian menghapus air mata Lusi, "Udah jangan nangis, ntar jelek loh."
"Fero jahat," Lusi semakin terisak.
"Kok, jahat? Ya udah, naik ke punggung gue sini," Fero memutar badannya, menepuk punggungnya pelan, "dijamin nggak bakalan jatuh lagi," sebenarnya Fero kasihan melihat Lusi seperti ini, tapi sikapnya yang seperti itu malah membuat Fero tersenyum sendiri, sungguh ia suka dengan sikap polos Lusi, seperti anak kecil yang begitu rapuh namun, terkadang bisa berubah dewasa. Sangat lucu begitu pikir Fero.
"Jangan ketawa," Lusi mengingatkan. Ia menghentikan tangisannya.
"Iya, cantik."
Deg!
Jantung Lusi yang sempat tenang kembali berpacu, kali ini terasa lebih kencang.Kan, apa gue bilang. Gue belum siap! Lusi membatin.
"Buruan," Fero mendesak.
Perlahan Lusi menaiki punggungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Choose You![COMPLETED]
Teen FictionSemuanya berawal dari sikap menyebalkan seorang Zen. Bagi Lusi, dia tak lebih dari seorang cowok yang sangat menyebalkan. Lusi memang tak mengenalnya, tapi Lusi tetap merasa terganggu dengan keberadaannya. Tapi setelah tahu sesuatu dari lelaki itu...